Sabtu, 28 September 2013

askep isk

Posted by Sistem Perkemihan 2 | Sabtu, 28 September 2013 | Category: |

MAKALAH KEPERAWATAN SISTEM PERKEMIHAN II
“PENATALAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN ISK (INFEKSI SALURAN KEMIH)”
Oleh:
Kelompok 3

1.      Ayu Martha Indriana                      (101.0011)
2.      Erma Eka Agustina                         (101.0039)
3.      Fetriana Ayu Dwitanti                   (101.0041)
4.      Ni Putu Ika Oktavia                       (101.0077)
5.      Rahayu Aprilia Wilujeng                (101.0089)
6.      Rista Ria Puspita                            (101.0097)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA

2013
2.1    Konsep Dasar Infeksi Saluran Kemih (ISK)
2.1.1        Pengertian
Infeksi saluran kemih pada bagian tertentu dari saluran perkemihan yang disebabkan oleh bakteri terutama Escherichia coli; resiko dan beratnya meningkat dengan kondisi seperti refluks vesikouretral, obstruksi saluran perkemihan, statis perkemihan, pemakaian instrumen uretral baru, septikemia. (Susan Martin Tucker, dkk, 1998).
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada saluran kemih. (Enggram, Barbara, 1998).
Infeksi tractus urinarius adalah merupakan suatu keadaan dimana adanya suatu proses peradangan yang akut ataupun kronis dari ginjal ataupun saluran kemih yang mengenai pelvis ginjal, jaringan interstisial dan tubulus ginjal (pielonefritis), atau kandung kemih (Cystitis), dan urethra (uretritis).
ISK adalah berkembangbiaknya mikroorganisme di dalam saluran kemih, yang dalam keadaan normal tidak mengandung bakteri, virus atau mikroorganisme lain. Tanpa terbukti adanya mikroorganisme tidak mungkin diagnosis pasti ditegakkan, karena gejala dan tanda klinis bukan merupakan hal yang mutlak.
ISK merupakan gangguan pada saluran kemih yang disebabkan adanya sumbatan. Biasanya, yang menyumbat itu adalah batu berbentuk kristal yang menghambat keluarnya air seni melalui saluran kemih, sehingga jika sedang buang air kecil terasa sulit dan sakit. Tapi, bila saat buang air seni disertai dengan darah, itu petanda saluran kemih anda sudah terinfeksi.
Penyebab timbulnya batu tersebut disebabkan oleh berbagai hal, antara lain terlalu lama menahan buang air kecil sehingga air seni menjadi pekat, dan kurang banyak meminum air putih. Bahkan, terlalu banyak mengkonsumsi soda, kopi manis, teh kental, vitamin C dosis tinggi dan susu, juga dikategorikan termasuk sebagai pemicu terjadinya batu ginjal.
Selain itu, faktor lainnya yang turut memicu terbentuknya batu di dalam ginjal dan saluran kemih bila banyak mengonsumsi makanan yang banyak mengandung asam urat seperti emping melinjo, jeroan, bayam, maka air kemihnya akan lebih banyak mengandung asam urat sehingga risiko terbentuknya batu asam urat dalam ginjal dan saluran kemih pun meningkat.
2.1.2        Etiologi
Penyebab terbanyak ISK adalah Gram-negatif termasuk bakteri yang biasanya menghuni usus yang kemudian naik ke sistem saluran kemih. Dari gram negatif ternyata E. Coli menduduki tempat teratas, yang kemudian diikuti oleh Proteus, Klebsiela, Enterobacter, dan Pseudomonas.
Jenis Coccus Gram-positif lebih jarang sebagai penyebab ISK sedangkan Enterococcus dan Stapilococcus aureus sering ditemukan pada pasien dengan batu saluran kemih, lelaki usia lanjut dengan hipertrophi prostat atau pada pasien yang menggunakan kateter. Bila ditemukan S. aureus dalam urin harus dicurigai adanya infeksi hematogen dari ginjal. Demikian juga dengan pseudomonas aeroginosa dapat menginfeksi saluran kemih dari jalur hematogan dan pada kira-kira 25% pasien dengan tipoid dapat diisolasi salmonilla pada urin. Bakteri lain yang dapat menyebabkan ISK melalui jalan hematogen ialah brusela, nokardia, aktinormises, dan mycobacterium tuberkolosae.
Virus sering juga ditemukan dalam urin tanpa gejala ISK akut. Adenovirua tipe 11 dan 12 diduga sebagai penyebab sistitis hemoragik. Sistitis hemoragik dapat juga disebabkan oleh Scistosoma hematobium yang termasuk golongan cacing pipih. Kandida merupakan jamur yang paling sering menyebabkan ISK terutama pada pasien dengan kateter, pasien DM atau yang mendapat pengobatan dengan antibiotik spktrum luas.
Factor-faktor yang mempermudah terjadinya infeksi saluran kemih yaitu:
1)        Bendungan aliran urine
a.         Anatomi konginetal
b.        Batu saluran kemih
2)        Refluks vesiko ureter
3)        Urine sisa dalam buli-buli, dapat terjadi karena:
a.         Neurogenik blader
b.        Striktur urethra
c.         Hipertropi prostat
4)        Gangguan metabolic
a.         Hiperkalsemia (kalsium)
b.        Hipokalemia (kalium)
c.         Agammaglobulinemia
5)        Instrumentasi
a.         Dilatasi urethra sistoskopi
6)        kehamilan
a.         Factor statis dan bendungan
b.        pH urine yang tinggi sehingga mempermudah pertumbuhan kuman
Jenis Infeksi Saluran Kemih, antara lain:
1)        Kandung kemih (sistitis)
2)        Uretra (uretritis)
3)        Prostat (prostatitis)
4)        Ginjal (pielonefritis)
2.1.3        Epidemiologi
Infeksi saluran kemih pada anak dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Angka rasio kejadian infeksi saluran kemih pada anak dilaporkan untuk rasio bayi laki – laki dan perempuan pada awal kehidupan bayi adalah antara 3:1 dan 5:1. setelah masa bayi, anak perempuan lebih sering mengalami infeksi saluran kemih dibandingkan laki – laki yaitu dengan rasio L/P 1:4 untuk infeksi yang simtomatis dan 1:25 untuk infeksi yang asimtomatis. Prevalensi pada anak perempuan berkisar 3 – 5% sedangkan anak laki-laki 1%.
Angka kekambuhan cukup tinggi yaitu pada anak perempuan 30% pada tahun pertama dan 50% dalam 5 tahun kedepan. Sedangkan pada anak laki-laki angka kekambuhan sekitar 15-20% pada tahun pertama dan setelah umur 1 tahun jarang ditemukan kekambuhan. ISK yang terjadi nosokomial di rumah sakit pernah dilaporkan sebanyak 14,2% per 1000 penderita anak, hal ini terjadi biasanya karena pemakaian kateter urin jangka panjang.
Dewasa wanita rentan terhadapa ISK Karena, penyebabnya adalah saluran uretra (saluran yang menghubungkan kantung kemih ke lingkungan luar tubuh) perempuan lebih pendek (sekitar 3-5 cm). Berbeda dengan uretra laki-laki yang panjang, sepanjang penisnya, sehingga kuman sulit masuk.
2.1.4        WOC (Web Of Coution)

2.1.5        Patofisiologis
Secara normal, air kencing atau urine adalah steril alias bebas kuman. Infeksi terjadi bila bakteri atau kuman yang berasal dari saluran cerna jalan jalan ke urethra atau ujung saluran kencing untuk kemudian berkembang biak disana. Maka dari itu kuman yang paling sering menyebabkan ISK adalah E.coli yang umum terdapat dalam saluran pencernaan bagian bawah.
Pertama tama, bakteri akan menginap di urethra dan berkembang biak disana. Akibatnya, urethra akan terinfeksi yang kemudian disebut dengan nama urethritis. Jika kemudian bakteri naik ke atas menuju saluran kemih dan berkembang biak disana maka saluran kemih akan terinfeksi yang kemudian disebut dengan istilah cystitis. Jika infeksi ini tidak diobati maka bakteri akan naik lagi ke atas menuju ginjal dan menginfeksi ginjal yang dikenal dengan istilah pyelonephritis.
Mikroorganisme seperti klamidia dan mikoplasma juga dapat menyebabkan ISK namun infeksi yang diakibatkan hanya terbatas pada urethra dan sistem reproduksi. Tidak seperti E. coli, kedua kuman ini menginfeksi orang melalui perantara hubungan seksual.
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang mengatur keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit dalam tubuh, dan sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah dengan mengeksresikan air yang dikeluarkan dalam bentuk urine apabila berlebih. Diteruskan dengan ureter yang menyalurkan urine ke kandung kemih. Sejauh ini diketahui bahwa saluran kemih atau urine bebas dari mikroorganisme atau steril.
Infeksi saluran kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam traktus urinarius. Masuknya mikroorganisme kedalam saluran kemih dapat melalui :
1)      Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat infeksi terdekat (ascending) yaitu :
a.         Masuknya mikroorganisme ke dalam kandung kemih, antara lain: factor anatomi dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada laki-laki sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi, factor tekanan urine saat miksi, kontaminasi fekal, pemasangan alat kedalam traktus urinarius (pemasangan kateter),  adanya dekubitus yang terinfeksi
b.        Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal
Kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang berasal dari flora normal usus. Dan hidup secara komensal di dalam introitus vagina, prepusium penis, kulit perineum, dan di sekitar anus. Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui uretra – prostate – vas deferens – testis (pada pria) buli-buli – ureter, dan sampai ke ginjal

Gambar 1.  Masuknya kuman secara ascending ke dalam saluran kemih, (1) Kolonisasi kuman di sekitar uretra, (2) masuknya kuman melalui uretra ke buli-buli, (3) penempelan kuman pada dinding buli-buli, (4) masuknya kuman melalui ureter ke ginjal.        
2)        Hematogen
Sering terjadi pada pasien yang system imunnya rendah sehingga mempermudah penyebaran infeksi secara hematogen. Ada beberapa hal yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga  mempermudah penyebaran hematogen, yaitu adanya : bendungan total urine yang dapat mengakibatkan distensi kandung kemih, bendungan intrarenal akibat jaringan parut.
3)        Limfogen
Pielonefritis (infeksi traktus urinarius atas) merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tobulus dan jaringan intertisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kmih melalui uretra dan naik ke ginjal meskipun ginjal 20 % sampai 25 % curah jantung; bakteri jarang mencapai ginjal melalui aliran darah ; kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3 %. Pielonefritis akut biasanya terjadi akibat infeksi kandung kemih asendens. Pielonefritis akut juga dapat terjadi melalui infeksi hematogen. Infeksi dapat terjadi di satu atau di kedua ginjal. Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi berulang, dan biasanya dijumpai pada individu yang mengidap batu, obstruksi lain, atau refluks vesikoureter.
Sistitis (inflamasi kandung kemih) yang paling sering disebabkan oleh menyebarnya infeksi dari uretra. Hal ini dapat disebabkan oleh aliran balik urine dari uretra ke dalam kandung kemih (refluks urtrovesikal), kontaminasi fekal, pemakaian kateter atau sistoskop.
Uretritis suatu inflamasi biasanya adalah suatu infeksi yang menyebar naik yang digolongkan sebagai general atau mongonoreal. Uretritis gnoreal disebabkan oleh niesseria gonorhoeae dan ditularkan melalui kontak seksual. Uretritis nongonoreal; uretritis yang tidak berhubungan dengan niesseria gonorhoeae biasanya disebabkan oleh klamidia frakomatik atau urea plasma urelytikum.
Pada usia lanjut terjadinya ISK sering disebabkan karena adanya:
a.         Sisa urin dalam kandug kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap atau krang efektif. Sisa urin yang meningkat mengakibatkan distensi yang berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibtkan penurunan  resistensi terhadap invasi bakteri dan residu kemih menjadi media pertumbuhan bakteri yang selanjutnya akan mengakibatkan gangguan fungsi ginjal sendiri
b.        Mobilitas menurun
c.         Nutrisi yang kurang baik
d.        System Imunitas yang menurun
e.         Adanya hambatan pada saluran urin
2.1.6        Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala ISK tidak selalu lengkap dan bahkan tidak selalu ada, yaitu pada keadaan yang disebut bakteriuria tanpa gejala (BTG).
Gejala yang lazim ditemukan adalah: disuria, polakisuria, dan terdesak kencing (urgency), yang semuanya sering terdapat bersamaan. Rasa nyeri biasa didapatkan di daerah supra pubik atau pelvis berupa rasa nyeri atau seperti terbakar di uretra atau muara uretra luar sewaktu kencing, atau dapat juga di luar waktu kencing. Polakisuria terjadi akibat kandung kemih tidak dapat menampung kencing lebih dari 500 ml akibat rangsangan mukosa yang meradang sehingga sering kencing. Rasa terdesak kencing dapat sampai menyebabkan seseorang penderita ISK ngompol, tetapi gejala ini juga didapatkan pada penderita batu atau benda asing di dalam kandung kemih.
Gejala lain yang yang juga didapatkan pada ISK adalah stranguria yaitu kencing yang susah dan disertai kejang otot pinggang yang sering pada sistitis akut; tenesmus yaitu rasa nyeri dengan keinginan mengosongkan kandung kencing meskipun telah kosong; nokturia yaitu kecenderungan buang air kencing lebih sering pada waktu malam hari akibat kapasitas kandung kencing yang menurun atau rangsangan mukosa yang meradang dengan volume urin yang kurang.
Kolik ureter atau ginjal yang gejalanya khas dan nyeri prostate dapat juga menyertai gejala ISK.
2.1.7        Komplikasi
Pielonefritis berulang dapat mengakibatkan hipertensi, parut ginjal, dan gagal ginjal kronik (Pielonefritis berulang timbul karena adanya faktor predisposisi).
2.1.8        Pencegahan
ISK dapat dicegah dengan banyak minum dan tidak menahan kemih, sebagai upaya untuk membersihkan saluran kemih dari kuman. Bagi penderita ISK, kedua hal tersebut lebih ditekankan lagi karena ISK dapat menimbulkan lingkaran setan. Penderita ISK dengan disuria cenderung untuk menahan kemih, padahal menahan kemih itu sendiri dapat memperberat ISK.
Untuk mengurangi risiko ISK pada kateterisasi, perlu kateterisasi yang tepat. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kateterisasi antara lain jenis kateter, teknik dan lama kateterisasi.
Ada beberapa upaya lain yang dapat anda lakukan untuk mencegah infeksi saluran kemih ini, antara lain :
a.       Minumlah banyak cairan (dianjurkan untuk minum minimal 8 gelas air putih sehari).
b.      Segera buang air kecil sebelum dan sesudah melakukan hubungan seksual. Bersihkan alat kelamin saat akan berhubungan intim.
c.       Jika membersihkan kotoran, bersihkan dari arah depan ke belakang, agar kotoran dari dubur tidak masuk ke dalam saluran kemih.
d.      Periksa air seni secara rutin selama kehamilan. Dengan pemeriksaan tersebut akan dpaat segera diketahui apakah anda terinfeksi atau tidak.
e.       Hindari penggunaan cairan yang tidak jelas manfaatnya pada alat kelamin. Cairan ini dapat mengiritasi urethra.

2.1.9        Penatalaksanaan
Pengelolaan ISK bertujuan untuk membebaskan saluran kemih dari bakteri dan mencegah atau mengendalikan infeksi berulang, sehingga morbiditasnya dihindarkan atau dikurangi.
Dengan demikian tujuan dapat berupa:
a.    Mencegah atau menghilangkan gejala, bakteriema, dan kematian akibat ISK
b.    Mencegah dan mengurangi progesi kearah gagal ginjal terminal akibat ISK sendiri atau komplikasi manipulasi saluran kemih
c.    Mencegah timbulnya ISK nyata (bergejala) pada semester akhir kehamilan
Ada beberapa cara metode pengobatan ISK yang ladzim dipakai yang disesuaikan dengan keadaan atau jenis ISK, yaitu:
a.    Pengobatan dosis tunggal, obat diberikan satu kali
b.    Pengobatan jangka pendek, obat diberikan dalam waktu 1-2 minggu
c.    Pengobatan jangka panjang, obat diberikan dalam waktu 3-4 minggu
d.   Pengobatan profilaktik, yaitu dengan dosis rendah satu kali sehari sebelum tidur dalam waktu 3-6 bulan atau lebih
Dalam pendekatan klinis pengobatan ISK ini pemilihan antibiotic penting, untuk mendapatkan hasil yang optimal, dengan berdasarkan:
a.    Jenis Infeksi Saluran Kemih, antara lain: Kandung kemih (sistitis), uretra (uretritis)prostat (prostatitis)ginjal (pielonefritis)
b.    Pola resistensi kuman penyebab ISK, oleh karena diperlukan waktu dan terapi menjelang diagnosis tepat etiologi ISK sesuai hasil biakan
c.    Keadaan fungsi ginjal yang akan menentukan ekskresi dan efek obat dan kemungkinan terjadinya akumulasi atau efek samping / toksik obat
Pola kuman khususya sifat resistensinya terhadap antibiotic yang terjadi dan pola kuman penyebab ISK sesuai jenis ISK akan berperan dalam keberhasilan pengobatan ISK, oleh karena dengan mengetahui dua dasar keadaan tadi, akan dapat dipilih cara dan antibiotic mana yang harus dipakai dalam pengobatan ISK ini, dalam menentukan pola kuman ini, sangat penting peranan bagian mikrobiologi untuk menyebarkan hasil pemeriksaan resistensi tes kuman-kuman penyebab ISK yang disampaikan secara periodic, sehingga dapat diketahui para klinisi.
Pola resistensi perlu untuk menentukan pengobatan pertama sebelum ada hasil biakan urin, khususnya memilih antibiotic yang masih sensitive terhadap kuman penyebab ISK. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan keadaan resistensi kuman yang mungkin sebagai penyebab ISK terhadap antibiotic yang tersedia dinegara kita ini, dan akibat mudahnya penggunaan oleh dokter praktek.
Tentang jenis infeksi dan fungsi ginjal dapat diduga dengan gejala klnis yang didapatkan pada penderita melalui pemeriksaan jasmani dan bila perlu dengan pemeriksaan penunjang.
Maka pendekatan klinis pengobatan ISK umumnya adalah sebagai berikut:
a.         ISK bawah tanpa komplikasi adalah dosis tunggal dan bila perlu jangka pendek
b.         ISK bawah dengan komplikasi terapi dapat diteruskan sampai 14 hari
c.         ISK atas tanpa komplikasi obat diberikan untuk 14 hari
d.        ISK atas dengan komplikasi harus dengan jangka panjang
e.         ISK kambuh bila terjadi disamping harus dibedakan relaps (kuman yang sama) atau reinfeksi (kuman yang lain) setelah terapi jangka panjang biasanya harus diikuti terapi pencegahan atau profilaktik
Dalam pemilihan antibiotic setelah jenis infeksi ditentukan, harus diperhatikan hal-hal antara lain: sensitivitas, kadar dalam urin tinggi, efeksamping sedikit, murah dan tidak menimbulkan kuman resisten dan mengubah flora usus dan vagina. Obat yang nefrotik harus hati-hati pemberiannya dengan memperhaikan fungsi ginjal, dan bila fungsi ginjal menurun maka antibiotic dapat diberikan dengan mengurangi dosis dengan interval seperti normal, atau dengan dosis tetap tetapi interval diperpanjang.
Bila terjadi relaps setelah terapi yang adekuat, harus dilakukan pengobatan profilaktik yaitu dengan antibiotic yang efektif terhadap kuman pathogen urin, bentuk aktif dalam urin tinggi, tidak menyebabkan kuman bermutasi menjadi kebal, tidak mempengaruhi flora usus dan vagina, sedikit efek samping, dan murah. Antibiotic yang sering dipakai dalam hal ini adalah: golongan sulfonamide, nitrofurantoin, kuinolon, ampisilin dan metanamin.
Hal penting lain yang harus dikerjakan pada terapi ISK ini adalah bila mungkin mengoreksi kelainan yang didapatkan yang kemungkinan sekali sebagai penyebeb relaps, yaitu dengan dilatasi ureter bila ada penyempitan, ureterostomi kalau perlu, meninggikan klirens dengan minum yang cukup kurang lebih 2 L/Hari, dsb. 
2.5    Asuhan Keperawatan dengan Infeksi Saluran Kemih (ISK)
1.      Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian pada klien ISK menggunakan pendekatan bersifat menyeluruh yaitu:
a.       Data biologis meliputi :
                                    1)      Identitas klien
                                    2)      Identitas penanggung
b.      Riwayat kesehatan :
                                    1)      Riwayat infeksi saluran kemih
                                    2)      Riwayat pernah menderita batu ginjal
                                    3)      Riwayat penyakit DM, jantung.
c.       Pengkajian fisik :
                                    1)      Palpasi kandung kemih
                                    2)      Inspeksi daerah meatus
a.         Pengkajian warna, jumlah, bau dan kejernihan urine
b.        Pengkajian pada costovertebralis
d.      Riwayat psikososial
                                    1)      Usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan
                                    2)      Persepsi terhadap kondisi penyakit
                                    3)      Mekanisme koping dan sistem pendukung
                                    4)      Pengkajian pengetahuan klien dan keluarga
a.         Pemahaman tentang penyebab/perjalanan penyakit
b.        Pemahaman tentang pencegahan, perawatan dan terapi medis

2.      Diagnosa Keperawatan
a.       Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada saluran kemih.
b.      Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih dan sruktur traktus urinarius lain.
c.       Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain.
d.      Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
3.      Intervensi
a.       Infeksi yang berhubungan dengan penurunan sistem imun
Tujuan :  Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien memperlihatkan tidak adanya tanda-tanda infeksi.
Kriteria Hasil :
                                    1)      Tanda vital dalam batas normal
                                    2)      Nilai kultur urine negatif
                                    3)      Urine berwarna bening dan tidak bau
Intervensi :
                                    1)      Kaji suhu tubuh pasien setiap 4 jam dan lapor jika suhu diatas 38,50C
Rasiona:   Tanda vital menandakan adanya perubahan di dalam tubuh
                                    2)      Catat karakteristik urine
Rasional:   Mengetahui/mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
                                    3)      Anjurkan pasien untuk minum 2-3 liter jika tidak ada kontra indikasi
Rasional: Untuk mencegah stasis urine
                                    4)      Monitor pemeriksaan ulang urine kultur dan sensivitas untuk menentukan respon terapi.
Rasional:  Mengetahui seberapa jauh efek pengobatan terhadap keadaan penderita.
                                    5)      Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih secara komplit setiap kali kemih.
Rasional : Untuk mencegah adanya distensi kandung kemih
                                    6)      Berikan perawatan perineal, pertahankan agar tetap bersih dan kering.
Rasional:  Untuk menjaga kebersihan dan menghindari bakteri yang membuat infeksi uretra.


b.      Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih dan struktur traktus urinarius lain.
Tujuan :  Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien merasa nyaman dan nyerinya berkurang.
Kriteria Hasil :
                                    1)      Pasien mengatakan / tidak ada keluhan nyeri pada saat berkemih.
                                    2)      Kandung kemih tidak tegang
                                    3)      Pasien nampak tenang
                                    4)      Ekspresi wajah tenang
Intervensi:
1)      Pantau perubahan warna urin, pantau pola berkemih, masukan dan keluaran setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis ulang
Rasional:  Mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan
2)      Catat lokasi, lamanya intensitas skala (1-10) nyeri.
Rasional: Membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan penyebab nyeri
3)      Berikan tindakan nyaman, seperti pijatan.
Rasional: Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot.
4)      Berikan perawatan perineal
Rasional: Mencegah kontaminasi uretra
5)      Jika dipasang kateter, perawatan kateter 2 kali per hari.
Rasional:  Kateter memberikan jalan bakteri untuk memasuki kandung kemih dan naik ke saluran perkemihan.
6)      Alihkan perhatian pada hal yang menyenangkan
Rasional: Relaksasi, menghindari terlalu merasakan nyeri.
7)      Kolaborasi dalam pemberian obat analgetik sesuai dengan program terapi.
Rasional : Analgetik memblok lintasan nyeri


c.       Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien dapat mempertahankan pola eliminasi secara adekuat.
Kriteria Hasil :
                                    1)      Klien dapat berkemih setiap 3 jam
                                    2)      Klien tidak kesulitan pada saat berkemih
                                    3)      Klien dapat BAK dengan berkemih
Intervensi:
                                    1)      Awasi pemasukan dan pengeluaran karakteristik urine
Rasional: Memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi
                                    2)      Dorong meningkatkan pemasukan cairan
Rasional: Peningkatan hidrasi membilas bakteri.
                                    3)      Kaji keluhan pada kandung kemih
Rasional:  Retensi urin dapat terjadi menyebabkan distensi jaringan (kandung kemih/ginjal)
                                    4)      Observasi perubahan tingkat kesadaran
Rasional: Akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik pada susunan saraf pusat
                                    5)      Kolaborasi:
a)      Awasi pemeriksaan laboratorium; elektrolit, BUN, kreatinin
Rasional: Pengawasan terhadap disfungsi ginjal
b)      Lakukan tindakan untuk memelihara asam urin: tingkatkan masukan sari buah berri dan berikan obat-obat untuk meningkatkan asam urin.
Rasional:  Asam urin menghalangi tumbuhnya kuman. Peningkatan masukan sari buah dapat berpengaruh dalam pengobatan infeksi saluran kemih.


d.      Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
Tujuan :      Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak memperlihatkan tanda-tanda gelisah.
Kriteria Hasil :
                                    1)      Menyatakan mengerti tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik, rencana pengobatan, dan tindakan perawatan diri preventif.
                                    2)      Klien tidak gelisah
                                    3)      Klien tenang
Intervensi:
                                    1)      Berikan waktu kepada pasien untuk menanyakan apa yang tidak di ketahui tentang penyakitnya.
Rasional:   Mengetahui sejauh mana ketidaktahuan pasien tentang penyakitnya.
                                    2)      Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang
Rasional:   Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan beradasarkan informasi.
                                    3)      Berikan informasi tentang: sumber infeksi, tindakan untuk mencegah penyebaran, jelaskan pemberian antibiotik, pemeriksaan diagnostik: tujuan, gambaran singkat, persiapan yang dibutuhkan sebelum pemeriksaan, perawatan sesudah pemeriksaan.
Rasional:   Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan membantu mengembankan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik.
                                    4)      Anjurkan pasien untuk menggunakan obat yang diberikan, minum sebanyak kurang lebih delapan gelas per hari.
Rasional:  Pasien sering menghentikan obat mereka, jika tanda tanda penyakit mereda. Cairan dapat menolong membilas ginjal.


                                    5)      Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan dan masalah tentang rencana pengobatan.
Rasional:  Mendeteksiisyarat indikatif kemungkinan ketidakpatuhan dan membantu mengembangkan penerimaan rencana terapeutik.

4.      Evaluasi
Evaluasi hasil yang diharapkan meliputi:
a.       Memperhatikan berkurangnya rasa nyeri dan ketidaknyamanan
1)      Melaporkan berkurangnya nyeri, urgensi, disuria, atau hesitensi pada saat berkemih
2)      Minum analgesic dan agens antimicrobial sesuai resep minum 8 - 10 gelas air setiap hari
3)      Berkemih setiap 2 – 3 jam
4)      Urin yang keluar jernih dan tidak berbau
b.      Pengetahuan mengenai tindakan pencegahan dan modalitas penanganan yang dirsepkan meningkat.
c.       Beb4as komplikasi.
1)      Melaporkan tidak adanya gejala infeksi atau gagal ginjal (mual, muntah, kelemahan, pruritus).
2)      Kadar BUN dan kereatinin serum normal, kultur darah dan urin negative.
3)      Memperlihatkan tanda-tanda vital dan suhu yang normal; tidak ada tanda-tanda sepsis.
4)   Mempertahankan haluaran urin yang adekuat (>30 ml/jam).

2.6     Masalah Penelitian & Malpraktek
A.      Dasar Hukum Penuntutan Dan Malpraktek Korban Meninggal
Indosiar.com, Surabaya - Dugaan kasus malpraktek kembali terjadi, korbannya hampir sama namanya dengan Prita Mulyasari yakni Pramita Wulansari. Wanita ini meninggal dunia tidak lama setelah menjalani operas caesar di Rumah Sakit Surabaya Medical Service. Korban mengalami infeksi pada saluran urin dan kemudian menjalar ke otak. Saat dikonfirmasi, pihak Rumah Sakit Surabaya Medical Service belum memberikan jawaban terkait dugaan malpraktek ini.
Lita, dipanggil pihak Rumah Sakit Medical Service di Jalan Kapuas Surabaya terkait laporannya pada salah satu media tentang anaknya Pramita Wulansari (22), yang meninggal dunia setelah menjalani operasi caesar di Rumah Sakit Medical Service. Menurut cerita Lita, ibu dari Pramita, sebelumnya Pramita melakukan operasi persalinan disalah satu praktek bidan di Jalan Nginden, Surabaya. Karena kondisinya terus memburuk, Pramita lalu dirujuk ke Rumah Sakit Surabaya Medical Service untuk dilakukan operasi caesar. Operasi  berjalan mulus yang ditangani oleh dr. Antono. Dua minggu kemudian Pramita kembali ke Rumah Sakit Surabaya Medical Service untuk melakukan chek up. dr. Antono menyarankan Pramita dioperasi karena dideteksi saluran kencingnya bocor (infeksi) dan Pramita kembali menjalani operasi.
Pramita juga disarankan meminum jamu asal Cina untuk memulihkan tenaga. Namun kondisinya malah memburuk dan Pramita sempat buang air besar bercampur darah. Melihat kondisi Pramita semakin memburuk, pihak keluarga meminta dirujuk ke Rumah Sakit Dr Soetomo Surabaya. Pramita sempat dua hari dirawat di Rumah Sakit Dr Soetomo namun dinyatakan terlambat, karena infeksi sudah menjalar ke otak dan Pramita akhirnya meninggal dunia. Anak yang dilahirkan Pramita kini sudah berumur satu bulan dan diberi nama Kevin. Si bayi terpaksa dirawat oleh ayahnya dan kedua mertuanya.Sementara itu saat dikonfirmasi wartawan, pihak Rumah Sakit Surabaya Medical Service tidak mau memberi komentar mengenai dugaan malpraktek ini. (Didik Wahyudi/Sup).

B.       Malpraktek Medis
Meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak-haknya merupakan salah satu indikator positif meningkatnya kesadaran hukum dalam masyarakat. Masalahnya tidak setiap upaya pelayanan kesehatan hasilnya selalu memuaskan semua pihak terutama pasien, yang pada gilirannya dengan mudah menimpakan beban kepada pasien bahwa telah terjadi malpraktek.
Dari definisi malpraktek “adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama”. (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956). Dari definisi tersebut malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah benar telah terjadi kelalaian tenaga kesehatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang ukurannya adalah lazim dipergunakan diwilayah tersebut. Andaikata akibat yang tidak diinginkan tersebut terjadi apakah bukan merupakan resiko yang melekat terhadap suatu tindakan medis tersebut (risk of treatment) karena perikatan dalam transaksi teraputik antara tenagakesehatan dengan pasien adalah perikatan/perjanjian jenis daya upaya (inspaning verbintenis) dan bukan perjanjian/perjanjian akan hasil (resultaa verbintenis). Apabila tenaga tenaga kesehatan didakwa telah melakukan kesalahan profesi, hal ini bukanlah merupakan hal yang mudah bagi siapa saja yang tidak memahami profesi kesehatan dalam membuktikan ada dan tidaknya kesalahan. Dalam hal tenaga kesehatan didakwa telah melakukan ciminal malpractice, harus dibuktikan apakah perbuatan tenaga kesehatan tersebut telah memenuhi unsur tidak pidanya yakni 
1.         Apakah perbuatan (positif act atau negatif act) merupakan perbuatan yang tercela
2.         Apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sikap batin (mens rea) yang salah (sengaja, ceroboh atau adanya kelalaian).
Selanjutnya apabila tenaga perawatan dituduh telah melakukan kelalaian sehingga mengakibatkan pasien meninggal dunia, menderita luka, maka yang harus dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan tercela (salah) yang dilakukan dengan sikap batin berupa alpa atau kurang hati-hati ataupun kurang praduga. Dalam kasus atau gugatan adanya civil malpractice pembuktianya dapat dilakukan dengan dua cara yakni : 
1.         Cara Langsung
Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur adanya 4 D yakni :
a)         Duty (Kewajiban)
b)        Dalam hubungan perjanjian tenaga perawatan dengan pasien, tenaga perawatan haruslah bertindak berdasarkan
c)         Adanya indikasi medis
d)        Bertindak secara hati-hati dan teliti
e)         Bekerja sesuai standar profesi
f)         Sudah ada informed consent.
g)        Dereliction of Duty (Penyimpangan dari Kewajiban)
h)        Jika seorang tenaga perawatan melakukan asuhan keperawatan menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka tenaga perawatan tersebut dapat dipersalahkan.
i)          Direct Causation (Penyebab Langsung)
j)          Damage (Kerugian)
k)        Tenaga perawatan untuk dapat dipersalahkan harus ada hubungan kausal (langsung) antara penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakan sela diantaranya, dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas. Hasil (outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar menyalahkan tenaga perawatan.
2.         Cara Tidak Langsung
Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa loquitur). Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria:
a)         Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila tenaga perawatan tidak lalai
b)        Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab tenaga perawatan
c)         Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak ada contributory negligence, gugatan pasien.
C.      Upaya Pencegahan Malpraktek
Upaya Pencegahan Malpraktek Dalam Pelayanan Kesehatan Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena adanya malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:
1.         Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya.
2.         Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
3.         Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
4.         Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
5.         Memperlakukan pasien secara manusiawi.
6.         Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat.
Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana perawat digugat membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam peradilan perdata, pihak yang mendalilkan harus membuktikan di pengadilan, dengan perkataan lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan  dalil sebagai dasar gugatan bahwa tergugat (perawat) bertanggung jawab atas derita (damage) yang dialami penggugat. Untuk membuktikan adanya civil malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur), apalagi untuk membuktikan adanya tindakan menterlantarkan kewajiban (dereliction of duty) dan adanya hubungan langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan rusaknya kesehatan (damage), sedangkan yang harus membuktikan adalah orang-orang awam dibidang kesehatan dan hal inilah yang menguntungkan tenaga perawatan.
Dari segi hukum, di dalam definisi di atas dapat ditarik pemahaman bahwa malpraktik dapat terjadi karena tindakan yang disengaja (intentional) seperti pada misconduct tertentu, tindakan kelalaian (negligence), ataupun suatu kekurangmahiran atau tidak kompeten yang tidak beralasan. Dengan pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa kesimpulan adanya malpraktik bukanlah dilihat dari hasil tindakan medis pada pasien melainkan harus ditinjau bagaimana proses tindakan medis tersebut dilaksanakan. Suatu hasil yang tidak diharapkan di bidang medik sebenarnya dapat diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, yaitu:
1.         Hasil dari suatu perjalanan penyakitnya sendiri.
2.         Hasil dari suatu resiko yang tidak dapat dihindari.
3.         Hasil dari suatu kelalaian medik.
4.         Hasil dari suatu kesengajaan.
Pada kelalaian harus memenuhi keempat unsur kelalaian dalam hukum, khususnya kerugian, sedangkan error tidak selalu mengakibatkan kerugian. Gugatan ganti rugi akibat suatu kelalaian medik harus membuktikan ada ke empat unsur diatas, dan apabila salah satu saja diantaranya tidak dapat dibuktikan maka gugatan tersebut di nilai tidak cukup bukti. Dasar Hukum Penuntutan Ganti Rugi malpraktek:
1.         Pasal 55 Undang-Undang no 23 tahun 1992 tentang Kesehatan (1): Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan.
2.         Pasal 1365 KUH Perdata: Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
3.         Pasal 1366 KUH Perdata: Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.
4.         Pasal 1367 KUH Perdata: Seorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.
5.         Pasal 7 Undang-Undang no 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 1370 KUH Perdata: Dalam halnya suatu kematian dengan sengaja atau karena kurang hati-hatinya seorang, maka suami atau istri yang ditinggalkan, anak atau orang tua si korban yang lazimnya mendapat nafkah dari pekerjaan si korban yang lazimnya mendapat nafkah dari pekerjaan si korban mempunyai hak menuntut suatu ganti rugi, yang harus dinilai menurut kedudukan dan kekayaan kedua belah pihak serta menurut keadaan.
6.         Pasal 1371 KUH Perdata: Penyebab luka atau cacatnya sesuatu anggota badan dengan sengaja atau karena kurang hati-hati memberikan hak kepada si korban untuk selain penggantian biaya-biaya kesembuhan, menuntut penggantian kerugian yang disebabkan oleh luka atau cacat tersebut. Juga penggantian kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak dan menurut keadaan.
7.         Pasal 1372 KUH Perdata: Tuntutan perdata tentang hal penghinaan adalah bertujuan mendapat penggantian kerugian serta pemulihan kehormatan dan nama baik.

D.      Di Bidang Pidana Juga Ditemukan Pasal-Pasal yang Menyangkut Kelalaian, Yaitu:
1.         Pasal 359 KUHP:  Barang siapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
2.         Pasal 360 KUHP: Barang siapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun. Barang siapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.
3.         Pasal 361 KUHP: Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan, dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan.

E.       Pembuktian Adanya Kewajiban dan Pelanggarannya
Dasar adanya kewajiban dokter adalah hubungan kontraktual-profesional antara tenaga medis dengan pasiennya, yang menimbulkan kewajiban umum sebagai akibat dari hubungan tersebut dan kewajiban profesional (diuraikan di dalam sumpah profesi, etik profesi, berbagai standar pelayanan, dan berbagai prosedur profesional) bagi tenaga medis tersebut. Kewajiban- kewajiban tersebut merupakan rambu-rambu yang harus diikuti untuk mencapai perlindungan, baik bagi pemberi layanan maupun bagi penerima pelayanan. (untuk mencapai safety yang optimum).
Dalam kaitannya dengan kelalaian medik, kewajiban tersebut berkaitan dengan kewajiban tenaga medis tertentu, atau untuk tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi tertentu. Untuk dapat memperoleh kualifikasi sebagai dokter, setiap orang harus memiliki kompetensi yang rata-rata (reasonable competence) dalam populasi dokter, juga kewenangan medis yang diperoleh dari penguasa dibidang kesehatan dalam bentuk ijin praktek. Kewenangan formil diperoleh dengan memiliki ijin praktek dan dalam melaksanakan kewenangannnya dapat melakukan tindakan medis di suatu sarana kesehatan tersebut, atau bekerja sambil belajar di institusi pendidikan spesialisasi dibawah supervisi pendidiknya. Sikap dan tindakan yang wajib dilaksanakan oleh dokter diatur dalam berbagai standar. Standar berperilaku diuraikan dalam sumpah dokter, etik kedokteran dan standar perilaku IDI. Dalam bertindak di suatu sarana kesehatan tertentu dokter diberi rambu-rambu sebagaimana diatur dalam standar prosedur operasi sarana kesehatan tersebut.

F.       Pembelaan Adanya Penyimpangan Kewajiban
Pembelaan dengan mengatakan tidak adanya kewajiban pada pihak dokter hampir tidak mungkin dilakukan, oleh karena umumnya hubungan professional antara dokter dengan pasien telah terbentuk. Pada awalnya tentu saja dibuktikan terlebih dahulu adanya kompetensi dan kewenangan medik pada dokter pada peristiwa tersebut, demikian pula kompetensi dan kewenangan institusi kesehatan tempat terjadinya peristiwa. Pembelaan harus dapat menunjukkan bahwa tidak ada penyimpangan standar profesi dan atau standar prosedur operasional, atau kalaupun ada penyimpangan dapat dibuktikan bahwa penyimpangan tersebut masih dapat dibenarkan atau dimaafkan karena adanya faktor-faktor pembenar dan pemaaf (keterbatasan sumber daya, pendeknya waktu atau tingkat keparahan dan sifat perjalanan penyakit pasien).

DAFTAR PUSTAKA

Baughman, D. C., & Hackley, J. C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku dari Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & SuddartEdisi: 8. Jakarta: EGC.
Brunner, Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol. 2. Jakarta: EGC
Doenges, MarilynE. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC
NANDA Internasional. 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC.
Suharyanto, Toto, & Madjid. A. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Trans Info Media.
Tambayong, J. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
Sabiston, 1994. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Jakarta: EGC.
Benson, R. C., & Pernoll, M. L. 2009. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi Edisi 9. Jakarta: EGC.
Sloane, E. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC
Arif, Muttaqin. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika
Underwood. 1999. Patologi Umum dan Sistemik. Edisi 2. Jakarta: EGC

Currently have 1 komentar:

  1. terimakasih banyak infonya, sangat menarik sekali dan bermanfaat

    http://landongobatherbal.com/obat-herbal-infeksi-ginjal/


Leave a Reply