Minggu, 22 September 2013

askep pembedahan ginjal

Posted by Sistem Perkemihan 2 | Minggu, 22 September 2013 | Category: |


MAKALAH SISTEM PERKEMIHAN II
PENATALAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN PEMBEDAHAN GINJAL

 
Oleh:
Kelompok 2

1.      Anis Alriyanti P                         (101.0007)
2.      Eka Ratna M                              (101.0031)
3.      Friska Retno K                           (101.0045)
4.      Mariati Dwi N                            (101.0067)
5.      Nia Aimatul F                            (101.0079)
6.      Vita Aristiarini                           (101.0113)



PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
 TAHUN AJAR 2013/2014




BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Perubahan pola perilaku dan gaya hidup masyarakat saat ini menjadi tantangan tersendiri bagi tenaga kesehatan terutama perawat sebagai begian yang berkewajiban melayani masyarakat melalui layanan kesehatan. Perubahan ini membawa dampak positif yang signifikan terhadap kesehatan, tetapi juga terdapat dampak negative terhadap kesehatan masyarakat itu sendiri. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan masyarakat saat ini jauh mengalami perubahan dibandingkan dengan kebiasaan masyarakat sepuluh hingga dua puluh tahun yang lalu, terutama hal ini berdampak pada kebutuhan kesehatan. Pola konsumsi menjadi titik berat perubahan yang terjadi. Masyarakat saat ini cenderung mengabaikan kebutuhan makan makanan sehat mereka. Mereka lebih suka mengkonsumsi makanan yang tidak seimbang. Dilihat dari sudut pandang kesehatan, jelas semua ini akan berdampak pada organ tubuh manusia, terutama ginjal. Ginjal menjadi alat yang bertugas sebagai penyaring dari darah yang mengalir diseluruh tubuh. Banyak masalah yang akan timbul. Yang paling sering terjadi adalah nefrolitiasis atau batu ginjal. Batu ginjal ini menjadi salah satu gangguan yang disebabkan oleh pola perilaku masyarakat yang saat ini menghiraukan pola hidup sehat. Contohnya saja, masyarakat sekarang sangat jarang mengkonsumsi air minum yang seharusnya mereka butuhkan dan masih banyak masalah yang lain. Dengan timbunya penyakit seperti nefrolitiasis di atas, dibutuhkan penanganan yang tidak mudah. Disinilah peran perawat yang bertugas memberikan perawatan dan memberikan pertimbangan untuk dilakukannya nefrostomi demi kebaikan pasien. Setelah itu, perawat masih memiliki kewajiban untuk memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan juga keluarga.
Tindakan operasi adalah sebuah tindakan yang bagi sebagian besar klien adalah sesuatu yang menakutkan dan mengancam jiwa klien. Hal ini dimungkinkan karena belum adanya pengalaman dan dikarenakan juga adanya tindakan anestesi yang membuat klien tidak sadar dan membuat klien merasa terancam takut apabila tidak bisa bangun lagi dari efek anestesi. Tindakan operasi membutuhkan persiapan yang matang dan benar-benar teliti karena hal ini menyangkut berbagai organ, terutama jantung, paru, pernafasan. Untuk itu diperlukan perawatan yang komprehensif dan menyeluruh guna mempersiapkan tindakan operasi sampai dengan benar-benar aman dan tidak merugikan klien maupun petugas.
Transplantasi ginjal melibatkan menanamkan ginjal dari donor hidup atau kadaver menusia resipein yang mengalami penyakit ginjal tahap akhir. Transplantasi ginjal dapat dilakukan secara “cadaveric” (dari seseorang yang telah meninggal) atau dari donor yang masih hidup (biasanya anggota keluarga). Ada beberapa keuntungan untuk transplantasi dari donor yang masih hidup, termasuk kecocokan lebih bagus, donor dapat dites secara menyeluruh sebelum transplantasi dan ginjal tersebut cenderung memiliki jangka hidup yang lebih panjang.
Perawatan pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif yang dimulai sejak pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan.
Perawatan intra operatif dimulai sejak pasien ditransfer ke meja bedah dan berakhir bila pasien di transfer ke wilayah ruang pemulihan.
Perawatan post operasi merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre dan intra operatif yang dimulai saat klien diterima di ruang pemulihan / pasca anaestesi dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya. Operasi  merupakan  tindakan  pembedahan  pada  suatu  bagian  tubuh (Smeltzer and Bare, 2002). Preoperatif  adalah  fase  dimulai  ketika  keputusan  untuk  menjalani operasi  atau  pembedahan  dibuat  dan  berakhir  ketika  pasien  dipindahkan  ke meja operasi ( Smeltzer and Bare, 2002 ).
Perubahan fungsi ginjal mendadak pada gagal ginjal akut disertai perubahan yang cepat , keseimbangan/elektrolit, homeostasis dan asam basa menyebabkan angka kematian penderita gagal ginjal akut (GGA) sekitar 30-40 % walaupun sudah dikelola dengan baik, apalagi diagnosa GGA terlambat sehingga iskemia renalis cukup berat , atau akut tubular nekrosis sebagai penyebabnya, Bila dilakukan pembedahan / anestesi kematian meningkat sampai lebih 60% dan untuk bedah mayor dapat mencapai 90%.
DiAmerika Serikat saja, dari sekitar 300 juta penduduk, sebanyak 700 ribu orang mengalami gagal ginjaltahap akhir. “Di indonesia kalau penderita gagal ginjal setengahnya saja dari penderita di AS, jumlahnya mencapai angka 300 ribu. Sekarang yang tertangani baru sekitar 25 ribu, artinya 80 persentak tersentuh pengobatan sama sekali,” kata Prof Dr Endang Susalit, SpPD-KGH, nefrologis atau pakar ginjal pada seminar “RSCM Mampu Melakukan Teknik Transplantasi Ginjal Berstandar Internasional” di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Kencana, Jakarta, Kamis 12 Januari 2012. Alternatif cangkok atau transplantasi ginjal, menurut Prof Endang, memiliki kelebihan daripada pengobatan lain seperti hemodialisis yaitu harapan hidup lebih tinggi, prosedur yang hanya sekali,dapat beraktivitas secara normal, tidak merasakan sakit ginjal kembali meski tetap harus kontrol.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana perawatan pra pembedahan Ginjal?
2.      Bagaimana perawatan intra pembedahan Ginjal?
3.      Bagaimana perawatan post pembedahan Ginjal?

1.3  Tujuan
             1.     Mengerti dan memahami asuhan keperawatan pre operatif
             2.     Mengerti dan memahami asuhan keperawatan peri operatif
             3.     Mengerti dan memahami asuhan keperawatan post operatif



1.4  Manfaat
Setelah membuat makalah tentang asuhan keperawatan pre operatif, perioperatif, postoperatif diharapkan mahasiswa dan pembaca mampu
1.      Mengerti, memahami dan mengaplikasikan asuhan keperawatan pre operatif
2.      Mengerti, memahami dan mengaplikasikan asuhan keperawatan peri operatif
3.      Mengerti, memahami dan mengaplikasikan keperawatan post operatif







BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Pembedahan
Tindakan operasi adalah sebuah tindakan yang bagi sebagian besar klien adalah sesuatu yang menakutkan dan mengancam jiwa klien. Hal ini dimungkinkan karena belum adanya pengalaman dan dikarenakan juga adanya tindakan anestesi yang membuat klien tidak sadar dan membuat klien merasa terancam takut apabila tidak bisa bangun lagi dari efek anestesi. Tindakan operasi membutuhkan persiapan yang matang dan benar-benar teliti karena hal ini menyangkut berbagai organ, terutama jantung, paru, pernafasan. Untuk itu diperlukan perawatan yang komprehensif dan menyeluruh guna mempersiapkan tindakan operasi sampai dengan benar-benar aman dan tidak merugikan klien maupun petugas.
Transplantasi ginjal melibatkan menanamkan ginjal dari donor hidup atau kadaver menusia resipein yang mengalami penyakit ginjal tahap akhir. Transplantasi ginjal dapat dilakukan secara “cadaveric” (dari seseorang yang telah meninggal) atau dari donor yang masih hidup (biasanya anggota keluarga). Ada beberapa keuntungan untuk transplantasi dari donor yang masih hidup, termasuk kecocokan lebih bagus, donor dapat dites secara menyeluruh sebelum transplantasi dan ginjal tersebut cenderung memiliki jangka hidup yang lebih panjang.
Perawatan pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif yang dimulai sejak pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan.
Perawatan intra operatif dimulai sejak pasien ditransfer ke meja bedah dan berakhir bila pasien di transfer ke wilayah ruang pemulihan.
Perawatan post operasi merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre dan intra operatif yang dimulai saat klien diterima di ruang pemulihan / pasca anaestesi dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya
Operasi  merupakan  tindakan  pembedahan  pada  suatu  bagian  tubuh (Smeltzer and Bare, 2002).
Preoperatif  adalah  fase  dimulai  ketika  keputusan  untuk  menjalani operasi  atau  pembedahan  dibuat  dan  berakhir  ketika  pasien  dipindahkan  ke meja operasi ( Smeltzer and Bare, 2002 ).

2.2.Tipe Pembedahan 
Menurut fungsinya (tujuannya), Potter & Perry ( 2005 ) membagi menjadi:
a.       Diagnostik    : biopsi, laparotomi eksplorasi
b.      Kuratif (ablatif)  : tumor, appendiktom 
c.       Reparatif    : memperbaiki luka multiple 
d.      Rekonstruktif   : mamoplasti, perbaikan wajah.
e.       Paliatif     : menghilangkan nyeri, 
f.       Transplantasi  :  penanaman  organ  tubuh  untuk  menggantikan  organ atau   struktur tubuh yang malfungsi (cangkok ginjal, kornea).  
Sedangkan Smeltzer and Bare ( 2001 ), membagi operasi menurut  tingkat urgensi dan luas atau tingkat resiko.
Menurut tingkat urgensinya :
a.       Kedaruratan
b.      Klien  membutuhkan  perhatian  dengan  segera,  gangguan  yang diakibatkannya  diperkirakan  dapat  mengancam  jiwa  (kematian  atau kecacatan fisik), tidak dapat ditunda.
c.       Urgen
d.      Klien membutuhkan perhatian segera, dilaksanakan dalam 24 – 30 jam.
e.       Diperlukan 
f.       Klien harus menjalani pembedahan, direncanakan dalam beberapa minggu atau bulan.
g.      Elektif
h.      Klien harus dioperasi ketika diperlukan,  tidak  terlalu membahayakan  jika tidak dilakukan.
i.        Pilihan Keputusan operasi atau  tidaknya  tergantung kepada klien  (pilihan pribadi klien). 

Menurut Luas atau Tingkat Resiko :
a.       Mayor 
Operasi yang melibatkan organ  tubuh secara  luas dan mempunyai  tingkat resiko yang tinggi terhadap kelangsungan hidup klien.
b.      Minor
Operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai resiko komplikasi lebih kecil dibandingkan dengan operasi mayor.

2.3. Tahapan Pembedahan
Perawatan pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif yang dimulai sejak pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika dilaksanakan pembedahan. Diantaranya adalah sebagai berikut :
1.      Pengkajian fisik umum
Pengkajian klien bedah meliputi evaluasi faktor-faktor fisik dan psikologis secara luas. Banyak parameter dipertimbangkan dalam pengkajian menyeluruh terhadap klien, dan berbagai masalah klien atau diagnosis keperawatan dapat diantisipasi atau diidentifikasi dengan dibandingkan pada data dasar. 
a)      Status Nutrisi dan Penggunaan Bahan Kimia
·         mengukur tinggi dan berat badan
·         mengukur lipat kulit trisep
·         mengukur lingkar lengan atas
·         mengkaji kadar protein darah dan keseimbangan nitrogen
·         kadar elektrolit darah
b)      Asupan makanan pre-operatif
Keadaan khusus :
·         Obesitas : jaringan lemak rantan terhadap infeksi, peningkatan masalah teknik dan mekanik (resiko dehisensi), dan nafas tidak optimal.
·         Penggunaan obat dan alcohol : rentan terhadap cedera, malnutrisi, dan tremens delirium.
c)      Status Pernafasan
·      Berhenti merokok 4 – 6 minggu sebelum pembedahan
·      Latihan nafas dan penggunaan spirometer intensif
·      Pemeriksaan fungsi paru dan analisa gas darah (AGD)
·      Riwayat sesak nafas atau penyakit saluran pernafasan yang lain.
d)     Status Kardiovaskuler
·      Penyakit kardiovaskuler
·      Kebiasaan merubah posisi secara mendadak
·      Riwayat immobilisasi berkepanjangan
·      Hipotensi atau hipoksia
·      Kelebihan cairan/darah
e)      Tanda-tanda vital
·      Riwayat perdarahan.
f)       Fungsi Hepatik dan Ginjal
·      Kelainan hepar
·      Riwayat penyakit hepar
·      Status asam basa dan metabolisme
·      Riwayat nefritis akut, insufisiensi renal akut.
g)      Fungsi Endokrin
·      Riwayat penyakit diabetes
·      Kadar gula darah
·      Riwayat penggunaan kortikosteroid atau steroid (resiko insufisiensi adrenal)
h)      Fungsi Imunologi
·      Kaji adanya alergi
·      Riwayat transfusi darah
·      Riwayat asthma bronchial
·      Terapi kortikosteroid
·      Riwayat transplantasi ginjal
i)        Terapi radiasi
·      Kemoterapi
·      Penyakit gangguan imunitas (AIDS, Leukemia)
j)        Suhu tubuh.
k)      Sistem Integumen
·      Keluhan terbakar, gatal, nyeri, tidak nyaman, paresthesia
·      Warna, kelembaban, tekstur, suhu, turgor kulit, alergi obat dan plesterriwayat puasa lama, malnutrisi, dehidrasi, fraktur mandibula, radiasi pada                    kepala, terapi obat, trauma mekanik.
·      Perawatan mulut oleh pasien.

2.      Terapi Medikasi Sebelumnya
·      Obat-obatan yang dijual bebas dan frekuensinya
·      Kortikosteroid adrenal  : kolaps kardiovaskuler
·      Diuretic                         : depresi pernafasan berlebihan selama anesthesia
·      Fenotiasin                     : meningkatkan kerja hipotensif dari anesthesia
·      Antidepresan                : Inhibitor Monoamine Oksidase (MAO)
meningkatkan efek hipotensif anesthesia
·      Tranquilizer                   : ansietas, ketegangan dan bahkan kejang
·      Insulin                           : interaksi insulin dan anestetik harus
dipertimbangkan
·      Antibiotik                     : paralysis system pernafasan.

3.      Pertimbangan Gerontologi
·      Penyakit kronis
·      Ketakutan lansia divonis sakit berat-bohong (tidak melaporkan gejala)
·      Fungsi jantung
·      Fungsi ginjal
·      Aktivitas gastrointestinal
·      Dehidrasi, konstipasi, malbutrisi
·      Keterbatasan sensori penglihatan
·      Penurunan sensitivitas sentuhan
·      Riwayat cedera, kecelakaan dan luka bakar
·      Arthritis
·      Keadaan mulut (gigi palsu)
·      Kajian integumen (kulit) : gatal-gatal, penurunan lemak-perubahan suhu tubuh
·      Penyakit pribadi

4.      Hal penting dalam riwayat keperawatan pre operatif:
·      Umur
·      Alergi terhadap obat, makanan
·      Pengalaman pembedahan
·      Pengalaman anestesi
·      Riwayat pemakaian tembakau, alcohol, obat-obatan
·      Lingkungan
·      Kemampuan self care
·      Support system

5.      Pemeriksaaan Fisik
Pengkajian dasar pre operatif dilakukan untuk:
·      Menentukan data dasar
·      Masalah pengobatan yang tersembunyi
·      Potensial komplikasi berhubungan dengan anestesi
·      Potensial komplikasi post operasi

6.      Faktor-Faktor Resiko Untuk Segala Prosedur Pembedahan
Faktor-faktor sistemik
·      Hipovolemia
·      Dehidrasi atau ketidakseimbangan elektroli
·      Defisit nutrisi
·      Usia tua
·      Bb ekstrim
·      Infeksi dan sepsis
·      Kondisi toksik
·      Abnormalitas imunologi
Penyakit paru
·      Penyakit obstruktif
·      Kelainan restriktif
·      Infeksi pernafasan
Penyakit saluran perkemihan dan ginjal
·      Penurunan fungsi ginjal
·      Infeksi saluran perkemihan
·      Obstruksi
Kehamilan
·      Hilangnya cadangan fisiologis maternal


Penyakit kardiovaskuler
·      Penyakit arteri koroner
·      Gagal jantung
·      Disritmia
·      Hipertensi
·      Katub jantung prostetik
·      Treomboembolisme
·      Diatesis hemoragik
·      Penyakit serebrovaskuler
Disfungsi endokrin
·      Diabetes mellitus
·      Kelainan adrenal
·      Malfungsi tiroid
Penyakit hepatik
·      Sirosis
·      Hepatitis

7.      Faktor resiko terhadap pembedahan menurut  Potter & Perry ( 2005 ) antara lain  : 
a.       Usia
Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan usia lanjut mempunyai  resiko  lebih  besar.  Hal  ini  diakibatkan  cadangan  fisiologis pada usia  tua sudah sangat menurun, sedangkan pada bayi dan anak-anak disebabkan oleh karena belum matur-nya semua fungsi organ.
b.      Nutrisi
Kondisi  malnutrisi  dan  obesitas/kegemukan  lebih  beresiko  terhadap pembedahan  dibandingakan  dengan  orang  normal  dengan  gizi  baik terutama  pada  fase  penyembuhan.  Pada  orang  malnutrisi  maka  orang tersebut mengalami defisiensi nutrisi yang sangat diperlukan untuk proses penyembuhan  luka.  Nutrisi-nutrisi  tersebut  antara  lain  adalah  protein, kalori, air, vitamin C, vitamin B kompleks, vitamin A, Vitamin K, zat besi dan seng (diperlukan untuk sintesis protein).
Pada  pasien  yang mengalami  obesitas.  Selama  pembedahan  jaringan lemak,  terutama sekali sangat  rentan  terhadap  infeksi. Selain  itu, obesitas meningkatkan  permasalahan  teknik  dan  mekanik.  Oleh  karenanya defisiensi dan  infeksi  luka, umum  terjadi. Pasien obes sering sulit dirawat karena tambahan berat badan; pasien bernafas tidak optimal saat berbaring miring  dan  karenanya  mudah  mengalami  hipoventilasi  dan  komplikasi pulmonari  pasca  operatif.  Selain  itu,  distensi  abdomen,  flebitis  dan kardiovaskuler, endokrin, hepatik dan penyakit biliari  terjadi  lebih  sering pada pasien obesitas.
c.       Penyakit Kronis
Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM ( Penyakit Paru Obstruksi Menahun), dan insufisiensi ginjal menjadi lebih sukar  terkait dengan pemakaian energi kalori untuk penyembuhan primer.
Dan  juga  pada  penyakit  ini  banyak masalah  sistemik  yang mengganggu sehingga  komplikasi  pembedahan  maupun  pasca  pembedahan  sangat tinggi. Ketidaksempurnaan  respon  neuroendokrin  pada  pasien  yang mengalami gangguan fungsi endokrin, seperti diabetes mellitus yang tidak terkontrol,  bahaya  utama  yang mengancam  hidup  pasien  saat  dilakukan pembedahan adalah  terjadinya hipoglikemia yang mungkin  terjadi selama pembiusan  akibat  agen  anestesi,  atau  juga  akibat  masukan  karbohidrat yang  tidak adekuat pasca operasi atau pemberian  insulin yang berlebihan.
Bahaya lain yang mengancam adalah asidosis atau glukosuria. Pasien yang mendapat  terapi  kortikosteroid  beresiko  mengalami  insufisinsi  adrenal.
Penggunaan  obat-obatan  kortikosteroid  harus  sepengetahuan  dokter anestesi dan dokter bedah.
d.      Merokok
-       Pasien  dengan  riwayat merokok  biasanya  akan mengalami  gangguan vaskuler,  terutama  terjadi  arterosklerosis  pembuluh  darah,  yang  akan meningkatkan tekanan darah sistemik. 
-       Alkohol dan obat-obatan
-       Individu  dengan  riwayat  alkoholik  kronik  seringkali  menderita malnutrisi  dan  masalah-masalah  sistemik,  seperti  gangguan  ginjal  dan hepar yang akan meningkatkan resiko pembedahan.












BAB 3
PEMBAHASAN

3.1   KONSEP DASAR
3.1.1.      Pengertian Transplantasi Ginjal
Menurut Brunner and Suddarth, Transplantasi ginjal melibatkan menanamkan ginjal dari donor hidup atau kadaver menusia resipein yang mengalami penyakit ginjal tahap akhir.
Transplantasi ginjal dapat dilakukan secara “cadaveric” (dari seseorang yang telah meninggal) atau dari donor yang masih hidup (biasanya anggota keluarga). Ada beberapa keuntungan untuk transplantasi dari donor yang masih hidup, termasuk kecocokan lebih bagus, donor dapat dites secara menyeluruh sebelum transplantasi dan ginjal tersebut cenderung memiliki jangka hidup yang lebih panjang.
Transplantasi ginjal adalah pembedahan ginjal manusia yang ditransfer dari satu individu ke individu lain (Lucman and Sorensen).
Transplantasi ginjal merupakan insersi pembedahan ginjal manusia dari sumber yang hidup atau ginjal cadaver kepada klien dengan penyakit ginjal tahap akhir,untuk mengganti hilangnya fungsi ginjal yang normal (Gorzemen and Bawdain).
Transplantasi mempunyai 2 tujuan yaitu:
1.    Untuk membebaskan diri dari ketergantungan terhadap dialysis.
2.    Dapat menikmati hidup yang lebih baik, makan/minum bebas, perasaan sehat seperti orang lain/normal.
Syarat-syarat melakukan transplantasi ginjal
Recipient:
-          Usia 13-60 tahun
-          Tidak mengidap penyakit berat, keganasan, TBC, hepatitis, Jantung
-          Harus dapat menerima terapi imunosupresif dalam waktu yang lama dan harus patuh minum obat
-          Sudah mendapat HD yang teratur sebelumnya
-          Mau melakukan pemeriksaan pasca transplantasi ginjal.
Donor:
-          Usia 18-50 tahun
-          Mempunyai motivasi yang tinggi tanpa paksaan
-          Kedua ginjal normal, tidak terinfeksi
-          Tidak mengidap penyakit berat yang dapat memperburuk fungsi ginjal dan komplikasi setelah operasi
-          Hasil laboratorium semuanya dalam batas normal.
Jika donor hidup tidak tersedia, pasien harus menunggu jaringan yang diambil dari mayat yang cocok, dan untuk mendapatkan donor yang cocok akan diatur oleh organisasi dibawah aturan pemerintah yaitu organisasi yang dibiayai secara federal yang mengkoordinasi pertukaran organ,dan dengan sistim komputer akan mencocokkan donor mayat dengan calon penerima.

3.1.2.      Etiologi
Penyakit gagal ginjal terminal (stadium terakhir). Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), dimana LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) masih normal. Kemudian perlahan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif. Sampai pada LFG 60%, masih dalam tahap asimtomatik tetapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Pada LFG 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG dibawah 30%, pasien memperlihatkan tanda dan gejala uremia yang nyata, seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah, dan lainnya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, saluran nafas, maupun infeksi saluran cerna. Juga terjadi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jika LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy), antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada stadium ini sudah dapat dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal (Suwitra, 2007).
Beberapa terminologi dalam transplantasi, yaitu:
a.       Autograft adalah transplantasi dimana jaringan yang dicangkokkan berasal dari individu yang sama.
b.      Isograft adalah transplantasi dimana jaringan yang dicangkokkan berasal dari saudara kembar.
c.       Allograft adalah transplantasi dimana jaringan yang dicangkokkan berasal dari individu dain dalam spesies yang sama.
d.      Xenograft adalah transplantasi dimana jaringan yang dicangkokkan berasal dari spesies yang berbeda. Misalnya ginjal baboon yang ditransplantasikan kepada manusia.

3.1.3.      Komplikasi
a.       Penolakan pencangkokan
Yaitu sebuah serangan dari sistem kekebalan terhadap organ donor asing yang dikenal oleh tubuh sebagai jaringan asing. Reaksi tersebut dirangsang oleh antigen dari kesesuaian organ asing. Ada empat jenis utama penolakan secara klinik, yaitu hiperakut, percepatan, akut, dan kronis. (Hudak  dan Gallo,1996)
1.      Hiperakut
Tipe penolakan ini dapat terajdi dalam beberapa menit sampai beberapa jam setelah transplantasi. Hal ini dapat terjadi baik karena inkompabilitas golongan darah utama atau yang lebih umum. Karena antibodi performed (imunitas humoral) dalam titer terlalu rendah untuk dapat dideteksi dalam tes pencocokan jaringan. Tak ada pengobatan untuk penolakan hiperakut.
2.      Percepatan
Tipe penolakan ini terjadi dalam beberapa hari sampai sekitar 1 minggu setelah transplantasi. Ini berhubungan dengan antibodi preformed terhadap antigen donor dalam darah resipien atau terhadap limfosit pada resipien, yang telah tersensitisasi terhadap sebagian antigen donor.bila penolakan ini terjadi , maka percepatan harus segera ditangani secara agresif dengan obat-obatan imunosurpresi. Meskipun nantinya, penolakan ini dapat tidak berespon terhadap terapi dan biasanya mengakibatkan kehilangan ginjal yang ditransplan.
3.      Akut
Tipe penolakan ini terjadi setelah minggu pertama pascaoperasi. Ini merupakan bentuk penolakan yang paling sering terlihat dan untungnya jenis penolakan ini berespon baik terhadap terapi. Perawat harus mengkaji tanda-tanda dan gejala-gejala berikut karena pasien dapat mengalami beberapa, semua, atau tidak sama sekali dari hal-hal berikut selama episode penolakan akut :
-          Penurunan haluaran urine
-          Penambahan berat badan
-          Edema
-          Suhu tubuh 100oF (37,8oC) atau lebih
-          Nyeri tekan dengan kemungkinan bengkak pada ginjal itu sendiri
-          Malaise umum
-          Kenaikan tekanan darah
Temuan-temuan lain yang menandakan episode penolakan akut meliputi:
-          Peningkatan kreatinin serum
-          Penurunan kreatinin urine dan klirens kreatinin
-          Peningkatan BUN
-          Peningkatan mikroglobulin β-2 serum
-          Peningkatan mikroglobulin β-2 urine
-          Penurunan aliran darah seperti yang terlihat pada scan ginjal. 
4.      Kronik
Ini adalah penyimpangan fungsi ginjal secara bertahap dan sebagai akibat dari kelalaian berulang dari episode penolakan akut. Gejala-gejalanya sama dengan penolakan akut kecuali demam dan pembedaran tandur dapat tidak terjadi.
Penolakan kronik mengakibatkan jaringan parut pada jaringan ginjal dan infark pembuluh darah karena vaskulitis menyertai penolakan akut. Oleh karena itu, pada penolakan kronik tanda-tanda inflamasi tidak ada. Temuan –temuan laboratorium adalah sama baik pada penolakan akut maupun kronik, tetapi penolakan kronik juga mencakup perubahan konsisten pada gagal ginjal kronik, termasuk penurunan hematokrit, ketidakseimbangan kalsium-fosfor, dll. Laju penyimpangan penolakan kronik dapat bervariasi,dan pasien dapat mempunyai fungsi ginjal yang adekuat, dari beberapa bulan sampai beberapa tahun sebelum terapi penggantian dilakukan.
5.      Infeksi
Infeksi meninggalkan masalah yang potensial dan mewakili komplikasi yang paling serius memberikan ancaman kehidupan pada periode pencangkokan jaman dulu. Infeksi sistem urine, pneumonia, dan sepsis adalah yang sering dijumpai.
6.      Komplikasi sistem urinaria
Salah satunya adalah terputusnya ginjal secara spontan. Komplikasi yang lain adalah bocornya urine dari ureteral bladder anastomosis yang menyebabkan terjadinya urinoma yang dapat memberi tekanan pada ginjal dan ureter yang mengurangi fungsi ginjal.


7.      Komplikasi kardiovaskular
Komplikasinya bisa berupa komplikasi lokal atau sistem. Hipertensi dapat terjadi pada 50%-60% penderita dewasa yang mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya stenosis arteri ginjal, nekrosis tubular akut, penolakan pencangkokkan jenis kronik dan akut, hidronefrosis.
8.      Komplikasi pernafasan
Pneumonia yang disebabkan oleh jamur dan bakteri adalah komplikasi pernafasan yang sering terjadi.
9.      Komplikasi gastrointestinal
Hepatitis B dan serosis terjadi dan mungkin dihubungkan dengan penggunaan obat-obatan hepatotoksik.
10.  Komplikasi kulit
Karsinoma kulit adalah yang paling umum. Penyembuhan luka dapat menjadi lama karena status nutrisi yang kurang, albu,in serum yang sedikit dan terapi steroid.
11.  Komplikasi-komplikasi yang lain
Sistem lain juga diakibatkan oleh komplikasi sesudah pencangkokan diabetes militus yang disebabkan oleh steroid, mungkin bisa berkembang. Akibat terhadap muskuluskeletal yang termasuk adalah osteoporosis dan miopaty. Nekrosis tulang aseptik adalah utamanya disebabkan oleh terapi kortikosteroid. Masalah reproduksi yang digambarkan dalam frekuensi CRF muncul setelah transplantasi.
12.  Kematian
Rata-rata kematian setelah 2 tahun pelaksanaan transplantasi tersebut hanya 10%. Hal ini menggambarkan adanya penurunan tingkat kematian yang berarti dalam dua dekade yang lalu, sebelumnya tingkat ketahanan hidup hanya 40-50%. Khususnya rata-rata kematian yang menurun yang diakibatkan oleh infeksi pada dua tahun pertama setelah dua tahun pencangkokkan telah terjadi.

3.1.4.      Keberhasilan transplantasi ginjal menurut harapan klinis
a.       Lama hidup ginjal cangkok (Graft Survival)
Lama hidup ginjal cangkok sangat dipengaruhi oleh kecocokan antigen antara donor dan resipien. Waktu paruh ginjal cangkok pada HLA identik 20-25 tahun, HLA yang sebagian cocok (one-haplotype match) 11 tahun dan pada donor jenazah 7 tahun. Lama hidup ginjal cangkok pada pasien diabetes militus lebih buruk daripada non diabetes.
b.      Lama hidup pasien (Patient Survival)
Sumber organ donor sangat mempengaruhi lama hidup pasien dalam jangka panjang. Lama hidup pasien yang mendapat donor ginjal hidup lebih baik dibanding donor jenasah, mungkin karena pada donor jenasah memerlukan lebih banyak obat imonosupresi. Misalnya pada pasien yang ginjal cangkoknya berfungsi lebih dari satu tahun, didapatkan lama hidup pasien 5 tahun (five live survival) pada donor hidup 93 % dan pada donor jenasah 85 % penyakit eksternal seperti diabetes militus akan menurunkan lama hidup pasien.

3.1  .5.      Faktor-faktor yang berperan dalam keberhasilan transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan transplantasi yang paling banyak dilakukan dibanding transplantasi organ lain dan mencapai lam hidup paling panjang. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan transplantasi ginjal terdiri faktor yang bersangkut paut dengan donor, resipien, faktor imunologis, faktor pembedahan antara lain penanganan pra-operatif dan paska operasi.
1.      Donor ginjal
Kekurangan ginjal donor merupakan masalah yang umum dihadapai di seluruh dunia. Kebanyakan negara maju telah menggunakan donor jenasah (cadaveric donor). Sedangkan negara-negara di Asia masih banyak mempergunakan donor hidup (living donor). Donor hidup dapat berasal dari individu yang mempunyai hubungan keluarga (living related donor) atau tidak ada hubungan keluarga (living non related donor). Kemungkinan mempergunakan donor hidup bukan keluarga berkembang menjadi suatu masalah yang peka, yaitu komersialisasi organ tubuh.
·         Donor hidup
Donor hidup, khususnya donor hidup yang mempunyai hubungan keluarga harus memenuhi beberapa syarat :
a)      Usia lebih dari 18 tahun s/d kurang dari 65 tahun.
b)      Motivasi yang tinggi untuk menjadi donor tanpa paksaan.
c)      Kedua ginjal normal.
d)     Tidak mempunyai penyakit yang dapat mengakibatkan penurunan fungsi ginjal dalam waktu jangka yang lama.
e)      Kecocokan golongan darah ABO, HLA dan tes silang darah (cross match).
f)       Tidak mempunyai penyakit yang dapat menular kepada resepien.
g)      Sehat mental.
h)      Toleransi operasi baik.
i)        Pemeriksaan calon donor meliputi anamnesis, pemeriksaan fisis lengkap; termasuk tes fungsi ginjal, pemeriksaan golongan darah dan sistem HLA, petanda infeksi virus (hepatitis B, hepatitis C, CMV, HIV), foto dada, ekokardiografi, dan arteriografi ginjal.
·         Donor jenazah
Donor jenazah berasal dari pasien yang mengalami mati batang otak akibat kerusakan otak yang fatal, usia 10-60 tahun, tidak mempunyai penyakit yang dapat ditularkan seperti hepatitis, HIV, atau penyakit keganasan (kecuali tumor otak primer). Fungsi ginjal harus baik sampai pada saat akhir menjelang kematian. Panjang hidup ginjal transplantasi dari donor jenasah yang meninggal karena strok, iskemia, tidak sebaik meninggal karena perdarahan subaracnoid.
2.      Resipien Ginjal
Pasien gagal ginjal terminal yang potensial menjalani transplantasi ginjal harus dinilai oleh tim transplantasi. Setelah itu dilakukan evaluasi dan persiapan untuk transplantasi. Frekuensi dialisis menjadi lebih sering menjelang opersi untuk mencapai keadaan seoptimal mungkin pada saat menjalani operasi.
Dilakukan pemeriksaan jasmani yang teliti untuk menetapkan adanya hipertensi, penyakit pembuluh darah perifer dan penyakit jantung koroner, ulkus peptikum dan keadaan saluran kemih. Disamping itu pemeriksaan laboratorium lengkap termasuk pertanda infeksi virus (hepatitis, CMV, HIV) foto dada, USG, EKG, ekokardiografi, pemeriksaan gigi geligi dan THT. 
Resipien yang potensial untuk transplantasi ginjal
-       Dewasa
-       Pasien yang kesulitan menjalani hemodialisis dan CAPD.
-       Saluran kemih bawah harus normal bila ada kelainan dikoreksi terlebih dahulu.
-       Dapat mnejalani terapi imunosupresi dalam jangka waktu lama dan kepatuhan berobat tinggi.
Kontra indikasi
-       Infeksi akut : tuberkolosis, infeksi saluran kemih, hepatitis akut.
-       Infeksi kronik, bronkietaksis.
-       Aterotema yang berat.
-       Ulkus peptikum yang aktif.
-       Penyakit keganasan.
-       Mal nutrisi

3.      Imunologi transplantasi
Ginjal donor harus mempunyai kecocokan secara imunologi dengan ginjal resepien agar transplantasi berhasil baik. Golongan darah (ABO) yang sama merupakan syarat yang utama. Kesesuaian imunologis pada transplantasi ginjal dinilai dengan memeriksa pola HLA.
Bila ginajal yang dicontohkan tidak cocok secara imunologis akan timbul reaksi rejeksi. Reaksi ini sebenarnya merupakan usaha tubuh resepien untuk menolak be3nda asing yang masuk ketubuhnya. Ada tiga jenis reaksi rejeksi yang dikenal pada transplantasi ginjal, yaitu :
-          Reaksi hiperakut
Terjadi segera dengan beberapa menit atau beberapa jam setelah klem pembuluh darah dilepas. Disebabkan adanya antibodi terhadap sistem ABO atau sistem HLA yang tidak cocok. Rejeksi hiperaktif tidak bisa diatasi harus dilaksanakan nefrektomi ginjal cangkok. Rejeksi hiperakut saat ini jarang terjadi oleh karena dapat dihindarkan dengan pemeriksaan reaksi silang.
-          Rejeksi akut
Biasanya terjadi dalam waktu 3 bulan pasca transplantasi, dapat dicetuskan oleh penghentian atau pengurangan dosis obat imunoisupresi. Manifestasi klinis : demam, mialgia malaise, nyeri pada ginjal baru, produksi urine menurun, berat badan meningkat, tekanan darah naik, kreatinin serum meningkat, histopatologi.
Terapi rejeksi akut :
1.      Metil prednisolon: 250 mg-1 gr IV/hari selama 3 hari. Respon umumnya setelah didapatkan 3 hari.
2.      ALG (anti limphocyte globulin), ATG (anti thympocyte globulin) atau antibodi monoklonsl (OKT-3) sebagai terapi alternatif bila tidak teratasi.
-          Rejeksi kronik
Terjadi setelah berbulan-bulan atau bertahun-tahun pasca transplantasi. Pada rejeksi kronik terjadi penurunan fungsi ginjal cangkok. Belum ada pengobatan yang spesifik untuk mengobati rejeksi kronik.

3.1.7. Persiapan pembedahan (Pra-Operatif dan perioperatif)
Persiapan pra-operatif ginjal dimulai jauh sebelum fase segera dilakukannya pembedahan. Persiapan ini termasuk pengkajian dan intervensi yang berkenaan dengan tingkat ansietas pasien, pengetahuan tentang prosedur transplan dan status fisiologis. Pada fase pra-operatif segera, persiapan termasuk pemeriksaan darah lengkap, elektrokardiogram, foto dada dan dialisis dalam 24 jam pembedahan. Besarnya waktu yang tersedia untuk melengkapi persiapan ini sangat ditentukan oleh sumber donor. Bila tersedia donor hidup, persiapan dapat dilakukan seharian sebelum transplantasi, sementara dengan donor mayat semua persiapan harus selesai dalam beberapa jam.
a.       Persiapan pra-operatif ini untuk calon resipien bertujuan untuk :
·         Menilai kemampuan menjalani operasi besar.
·         Menilai kemampuan menerima obat imunosupresi untuk jangka waktu yang lama.
·         Menilai status vaskular tempat anastomosis.
·         Menilai traktus urinarius bagian bawah.
·         Menghilangkan semua sumber infeksi.
·         Menilai dan mempersiapkan unsur psikis.
b.      Persiapan pra-operatif untuk calon donor bertujuan untuk ;
·         Menilai kerelaan (tak ada unsur paksaan atau jual beli)
·         Menilai kemampuan untuk nefrektomi
·         Menilai akibat jangka panjang ginjal tunggal
·         Menilai kemungkinan anastomosis
·         Menilai kecocokan golongan darah ABO, HLA dan crossmatch.

3.1.8.      Obat-obat imunosupresi
Untuk mencegah terjadinya rejeksi, kepada pasien yang mengalami transplantasi ginjal diberikan obat-obat imunosupresi. Pilihan obat, kombinasi obat serta dosis obat tergantung kepada respons dan kecocokan antara antigen donor dengan resepien disamping faktor lain. Ada berbagai macam obat imunosupresi yang tersedia, pada umumnya dikelompokkan menjadi :

1.      Obat imunosupresi Konvensional :
-          Siklosporin-A
-          Kortikosteroid
-          Azatioprin
-          Antibodi monoklonal: OKT-3
-          Antibodi poliklonal : ALG (antilyphocyte globulin), ATG (anti thympocyte globulin)
2.      Obat imunosupresi baru
Ada lebih dari 12 obat imunosupresif baru yang diteliti, namun sampai saat ini yang dianggap memenuhi syarat dari hasil percobaan klinis dan sudah dipakai luas hanyalah tacrolimus dan mycophenolate mofetil (MMF).\
Catatan :
Efek samping tacrolimus hampir sama dengan siklosporin
Infeksi yang timbul biasanya CMV (cytomegalo virus)
ATG (anti thympocyte globulin)
ALG (anti limpocyte globulin)
MMF (micophenolate mofetil)

3.1.9.      Proses transplantasi ginjal
Persiapan untuk transpalntasi (pencangkokan) ginjal mungkin melibatkan persiapan dua pasien, resipien dan donor hidup. Walaupun mayoritas ginjal yang dicangkokkan berasal dari donor mayat (kadaver), namun donor hidup masih digunakan. Ginjal yang diperoleh dari mayat dapat dikirim ke resipien yang berada ditempat jauh. Apabila ginjal diperoleh :
Langkah penting, pengangkatan dari donor hidup
1.      Dibuat sebuah insisi pinggang standar melalui semua lapisan jaringan dan perdarahan di setiap lapisan dikontrol.
2.      Lapisan otot diretraksi agar iga terlihat.
3.      Satu atau lebih iga mungkin perlu diangkat agar akses ke ginjal lebih baik.
4.      Diseksi tumpul dilanjutkan melalui fasia gerota dan lemak peritoneum untuk mencapai ginjal.
5.      Dilakukan diseksi ureter dengan hati-hati agar keutuhan organ ini tetap terjaga selama mungkin dan agar tidak terjadi kerusakan pada sistem vaskularnya.
6.      Vena dan arteri renalis dibebaskan.
7.      Heparin diberikan, dan arteri dan vena renalis dijepit ganda. Ginjal dan ureter diangkat.
8.      Ginjal diletakkan dalam larutan salin dingin dan dibilas dengan larutan elektrolit.
9.      Daerah operasi dieksplorasi dan diirigasi, dan semua perdarahan dikontrol.
10.  Otot, fasia, dan kulit ditutupi lapis demi lapis. Drain, jika dipasang, dijahitkan di tempatnya dan dibalut.

Langkah penting, pengakatan dari donor mayat :
1.      Dibuat sebuah insisi garis tengah melalui semua lapisan jaringan dan perdarahan dikontrol seperlunya.
2.      Ginjal, ureter, serta arteri dan vena renalis dipajankan dan secara hati-hati dibebaskan. Kedua ginjal dapat diangkat, demikian juga organ-organ lain.
3.      Sebelumginjal diangkat, diberikan heparin.
4.      Setelah diangkat, ginjal ditempatkan dalam larutan salin dingin dan dibilas dengan larutan eletrolit.
5.      Setelah ginjal dirawat, kelenjar limfe dan limpa dibiospsi untuk penentuan jenis jaringan (tissue typing).
6.      Insisi ditutup, dan semua alat penunjang hidup dimatikan.

Langkah penting, resipien :
1.      Resipien ginjal berada dalam posisi terlentang, dan larutan antibiotik dimasukkan ke dalam kandung kemih.
2.      Dibuat sebuah insisi melengkung di abdomen kuadran bawah, tempat ginjal akan diletakkan.
3.      Insisi dilanjutkan menembus semua lapisan, dan perdarahan dikontrol.
4.      Arteri iliaka komunis, eksterna, dan interna serta aorta dipajankan (gbr. 11.9)
5.      Arteri dan vena iliaka interna disiapkan untuk anastomosis ke arteri dan vena renalis dari ginjal donor (gbr. 11.10 dan 11.11)
6.      Pembuluh darah diheparinisasi tepat sebelum dilakukan anastomosis. Selama anastomosis, ginjal berada dalam spons atau stokinet lembab untuk melindunginya dari kerusakan.
7.      Setelah anastomosis selesai, pembuluh darah kembali diirigasi dengan heparin, stokinet atau spons diangkat, dan anastomosis diperiksa untuk mencari ada tidaknya kebocoran.
8.      Dibuat sebuah insisi di kubah kandung kemih, tempat ureter dijahitkan (gbr. 11.12)
9.      Dipasang sebuah stent dari pelvis ginjal ke uretra, untuk memastikan kepatenan. Anastomosis diperiksa dengan mengisi kandung kemih dengan salin.
10.   Insisi kemudian ditutup secara biasa, dan luka ditutup pembalut.
11.  Kandung kemih diisi dengan larutan antibiotik dan dikosongkan.

3.1.10.  Perawatan fase pascaoperasi
Segera setelah pembedahan, resipien transplan dirawat dengan pemantauan yang ketat sampai stabil. Sesampainya pasien di unit perawatan pascaanestesi atau area perawatan intensif, lakukan pengkajian berikut :
1.      Tekanan darah, nadi apikal, pernapasan, suhu, dan tekanan vena sentral (TVS). Tekanan darah harus diukur pada ekstremitas yang tidak digunakan sebagai akses vaskular karena meskipun terjadi perubahan yang kecil terhadap aliran darah arteri dapat menyebabkan malfungsi akses.
2.      Tingkat kesadaran pasien dan derajat nyeri.
3.      Jumlah line intravena yang terpasang, catat tempat insersi, jenis cairan, dan kecepatan tetesan.
4.      Balutan abdomen untuk drainase, catat apakah terdapat hemovac atau drain.
5.      Adanya foley dan kemungkinan letak kateter uretra yang mungkin, dan amati patensi serta drainase urine dari tiap kateter.
6.      Temukan akses vaskular dan tentukan patensinya dengan meletakkan jari atau stetoskop tepat diatas tempat akses dan raba atau dengarkan karakteristik bunyi, bunyi denyutan disebut desiran (bruit)
7.      Bila pasien telah dipertahankan dengan dialisis peritoneal dan terpasang kateter, pastikan bahwa sistem kateter tetap steril dan tertutup.
8.      Bila terpasang selang NGT,sambungkan selang tersebut ke sistem drainase yang sesuai.
9.      Dapatkan berat badan dasar dalam 24 jam pembedahan.
10.  Ukur lingkar abdomen pada insisura iliaka. Ini merupakan informasi dasar yang digunakan nanti untuk pengkajian komplikasi seperti : kebocoran uretra, limfosel, atau perdarahan)
11.  Pantau pasien anak lebih sering daripada pasien dewasa karena sifat dinamik dari cairan anak dan status kardiovaskular seperti : tekanan darah, berat badan, dan  tekanan vena sentral (TVS).

Ginjal yang ditransplantasi dapat berfungsi segera setelah revaskularisasi dan menghasilkan jumlah urine banyak (200-1000 ml/jam), jumlah urine sedikit (<20 ml/jam), atau tak ada urine sama sekali berdasarkan faktor-faktor dibawah ini :
1.      Efek masa iskemik : jumlah urine yang dibentuk berhubungan dengan lamanya waktu ginjal donor mengalami iskemik. Karena waktu iskemik cenderung lebih pendek pada transplantasi hidup daripada transplantasi mayat, donor ginjal hidup mempunyai sedikit kerusakan dan cenderung membentuk lebih banyak urine pada fase penyembuhan awal.pembentukan banyak urine setiap jam, disebut diuresis pascatransplantasi dan diduga akibat dari kelainan tubulus proksimal. Tubulus proksimal bertanggung jawab terhadap reabsorbsi 80 % air,elektrolit dan glukosa serta perubahan fungsinya memungkinkan ekskresi filtrat lebih banyak normal. Ini merupakan status yang dapat dipilih dimana fungsi reabsorbsi tubuler hilang sementara atau berkurang karena periode masa iskemik yang dimulai dengan mengeklaim arteri renalis pada donor dan diakhiri dengan revaskularisasi vena resipien.
2.      Masa pengawetan
Masa iskemik pada situasi donor mayat lebih lama karena setelah nefrektomi donor selesai, pencocokan jaringan dan pencocokan silang untuk resipien yang paling cocok memerlukan waktu beberapa jam, lebih baik adalah kurang dari 50 jam, meskipun selama 72 jam masih diterima.waktu pengawetan ini ditambahkan ke periode hipotensi pada beberapa donor mayat menjelaskan kemungkinan kerusakan jaringan dan keluaran urine sedikit pada periode awal transplantasi.
3.      Pemeriksaan fungsi ginjal
Fungsi ginjal dikaji oleh kadar nitrogen urea serum pusat kesehatan dengan memeriksa β2 mikroglobulin. Globulin dengan berat molekul rendah ini difilter oleh membran basalis glomerulus dan direabsorbsi dan dimetabolisasi hampir sempurna oleh tubulus proksimal ginjal.


4.      Masalah-masalah drainase urine
Bila terjadi perubahan haluaran urine, seperti volume yang besar dalam satu jam sampai jumlahnya menurun pada jam berikutnya, harus diduga adanya faktor mekanik yang mempengaruhi drainase urine. Bekuan,terlipat,atau selang terjepit pada sistem drainase urine dapat menyebabkan penurunan keluaran urine.
5.      Kebocoran urine
Kebocoran urine pada balutan abdominal dan ketidaknyamanan abdomen hebat atau distensi menunjukkan adanya kebocoran retroperitoneal dari tempat anastomose uretra.
6.      Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Ketidakseimbangan elektrolit dan cairan yang hebat, waktu dan jenis masukan cairan juga waktu dan jumlah setiap berkemih harus dicatat. Pada peristiwa dimana fungsi ginjal menurun karena azotemia prerenal atau GGA, informasi ini dapat menjadi bantuan yang tidak ternilai dalam diagnosis dan kemungkinan pencegahan GGA. Masukan pada pasien pascaoperasi diberikan melalui intravena sampai pasien mampu minum.
7.      Kecepatan aliran
Larutan rumatan standart 600-1200 ml/24jam untuk orang dewasa didasarkan pada kehilangan cairan tak terlihat, sementara penggantian larutan dihitung untuk setiap pasien dengan haluaran urine, lambung, dan drainase luka, serta TVS.  Bila haluaran urine tinggi seperti pada diuresis pascatransplantasi, penggantian cairannya akan lebih besar. Penggantian volume cairan akan lebih kecil bila terapat oliguria atau anuria.
8.      Sisi infus
Larutan intravena rumatan, atau cairan gagal ginjal, mungkin diinfuskan melalui aliran TVS. Bila diperlukan tempat tusukan perifer, maka tempat tusukan tersebut tidak boleh dibuat pada ekstremitas yang mempunyai akses vaskular. Semua upaya harus dibuat untuk pengadaan akses vaskular yang paten, selama hemodialisa masih diperlukan.
9.      Pencegahan infeksi
Terapi imunosurpresi membuat pasien lebih rentan terhadap organisme infeksius, meskipun organisme yang secara normal di lingkungan. Karena kebanyakan infeksi bersifat endogen, teknik isolasi yang ketat tidak dilakukan pada fase pascaoperasi. Setiap orang yang masuk dan berhubungan dengan pasien harus menyadari pentingnya melindungi pasien ini dari infeksi.
10.  Tindakan pencegahan umum
Berikut ini adalah beberapa pedoman untuk pencegahan infeksi :
a.       Mencuci tangan dengan bersih sebelum dan sesudah merawat pasien adalah cara efektif untuk menurunkan organisme di lingkungan resipien.
b.      Membersihkan kateter dan perineum sekitar meatus uretra dengan sabun dan air setiap 8 jam menurunkan infeksi traktus urinarius.
c.       Mengganti selang intravena setiap hari demikian halnya bila terkontaminasi juga akan menurunkan resiko sepsis.
d.      Mengganti balutan yang basah dengan sering akan menyingkirkan media yang sangat baik untuk pertumbuhan organisme.
11.  Menghindari infeksi pulmonar
Peningkatan ventilasi dan meningkatkan drainase sekresi adalah hal yang paling penting oleh karena itu pengamatan frekuensi dan karakter pernapasan serta auskultasi bunyi paru akan membantu menentukan berapa sering pasien harus diubah posisi, napas dalam, jalan, menggunakan spirometer insentif, atau kebutuhan drainase postural.
12.  Pemberian terapi imunosurpresi
Ginjal yang ditransplantasikan merupakan antigen asing yang ditanam pada resipien. Akhirnya, tubuh resipien akan mengenali ginjal sebagai antigen asing dan menggerakkan sistem perlawanan untuk mencoba membebaskan diri dari benda asing ini. Oleh karenanya, terapi imunosurpresi diperlukan untuk menekan respons imun sehingga memungkinkan penerimaan organ yang ditanam, paling sering dengan tipe jaringan yang sedikitnya berbeda sebagian dari yang dimiliki resipien. Kesulitan dari terapi ini adalah dalam pemberian surpresi yang cukup untuk mencegah penolakan tanpa menyebabkan resipien sangat rentan terhadap infeksi oportunistik.

3.2.      KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.2.1.      Pengkajian
Anamnesa
a.       Identitas Klien: Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, alamat, no register, Tanggal MRS, Tanggal Pengkajian, Diagnosa medis
b.      Identitas Penanggung jawab: Nama, umur, jenis kelamin, hubungan dengan keluarga, pekerjaan, alamat.
c.       Keluhan Utama
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, biasanya datang dengankeluhan nyeri pada pinggang, bengkak/edema pada ekstremitas, perut kembung, sesak, urine output sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau ( ureum ), dan gatal pada kulit.
d.      Riwayat Penyakit Dahulu
Infeksi saluran kemih, payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign prostatic hyperplasia, dan prostektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi system prkemihan yang berulang, penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
e.       Riwayat Penyakit Sekarang
Kaji onet penurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya nafas berbau ammonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatan apa.
f.       Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang sama. Bagaimana pola hidup yang biasa di terapkan dalam keluarga, ada atau tidaknya riwayat infeksi system perkemihan yang berulang dan riwayat alergi, penyakit hereditas dan penyakit menular pada keluarga.
g.      Riwayat Psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialysis akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan, gangguan konsep diri ( gambaran diri ) dan gangguan peran pada keluarga.
h.      Lingkungan dan tempat tinggal
Mengkaji lingkungan tempat tinggal klien, mengenai kebersihan lingkungan tempat tinggal, area lingkungan rumah, dll.

Pemeriksaan Fisik
a.       Keadaan umum dan TTV
-          Keadaan umum : Klien lemah dan terlihat sakit berat
-          Tingkat Kesadaran : Menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat mempengaruhi system saraf pusat
-          TTV : Sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat
b.      Sistem Pernafasan
Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik), respon uremia didapatkan adanya pernafasan kussmaul. Pola nafas cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi

c.       Sistem Hematologi
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema penurunan perfusiperifer sekunder dari penurunan curah jantungakibat hiperkalemi, dan gangguan kondisi elektrikal otot ventikel.
Pada system hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI, kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari trombositopenia.
d.      Sistem Neuromuskular
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan proses berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang, adanya neuropati perifer, burning feet syndrome, restless leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
e.       Sistem Kardiovaskuler
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas system rennin- angiostensin- aldosteron. Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
f.       Sistem Endokrin
Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ereksi menurun pada laki-laki akibat produksi testosterone dan spermatogenesis yang menurun. Sebab lain juga dihubungkan dengan metabolic tertentu. Pada wanita timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampaiamenorea.
Angguan metabolism glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Pada gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin < 15 ml/menit) terjadi penuruna klirens metabolic insulin menyebabkan waktu paruh hormon aktif memanjang. Keadaan ini dapat menyebabkan kebutuhan obat penurunan glukosa darah akan berkurang. Gangguan metabolic lemak, dan gangguan metabolism vitamin D
g.      Sistem Perkemihan
Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi penurunan libido berat
h.      Sistem pencernaan
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder dari bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering di dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
i.        Sistem Muskuloskeletal
Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki (memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi, pruritus, demam ( sepsis, dehidrasi ), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan lunak dan sendi, keterbatasan gerak sendi.
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.

Pemeriksaan Bio-Psiko
Pre-operative
-          Status nutrisi : kebutuhan nutrisi ,obesitas , penggunaan obat dan alcohol
-          Status pernafasan : pola pernafasan , frekwensi dan kedalaman
-          Status kardiovaskuler :fungsi system kardiovaskuler
-          Fungsi hepatic : fungsi hepar
-          Fungsi endokrin: pemeriksaan kadar gula darah
-          Fungsi imonologi : reaksi alergi sebelumnya , medikasi ,transfuse darah
-          Terapi medikasi sebelumnya : segala medikasi sebelumnya , termasuk obat –obatan yang dijual bebas dan frekwensi penggunaanya
-          Pertimabanagn gerontology : lansia dianggap memiliki resiko pembedahan yang lebih buruk dibandingkan pasien yang lebih muda

Pasca operatif
-          Status pernafasan : frekwensi kedalaman , pola pernafasan
-          Status sirkulasi dan kehilangan darah : tanda-tanda vital , tekana darah arteri dan vena sentral , warna dan suhu kulit , keluaran urin , keadaan luka insisi , dan selang drainase
-          Nyeri : lokasi dan intesitas nyeri sebelum dan sesudah pemberian preoart analgesic , adanya distensi abdomen
-          Drainase ; keluaran urin dan drainase ( jumlah,warna,tipenya ) dari selang yang di pasang pada saat pembedahan, penurunan atau tidak adanya drainase urin.


3.2.2.      Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
1.            Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan dari transplantasi ginjal.

Post Operasi
1.            Nyeri (akut) berhubungan dengan adanya insisi luka operasi, spasme otot, atau adanya distensi abdomen/kandung kemih.
2.            Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan drainase urin ; resiko tinggi infeksi berhubungan denagn drainase urin
3.            Kelebihan atau kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, gagal ginjal, penolakkan tranplantasi, tingginya volume cairan intravena.
4.            Resiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan imunosupresi
5.            Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan resiko dari reaksi imun transplantasi dan efek samping dari obat-obatan imunosupresi, atau kebutuhan hemodialisa lanjut.
6.            Resiko tinggi terhadap penatalaksanaan di rumah berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang perawatan diri, riwayat ketidak patuhan.















3.3.3.          Intervensi
PRE OPERASI
No
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
Dx 1
Tujuan: menurunkan anxietas dan cemas praoperatif
Kriteria hasil :
- Rasa cemas berkurang
- Pasien dapat menyebutkan proses transplantasi ginjal
- Wajah rileks.
a.    Kaji ketakutan dan kecemasan pasien sebelum dilakukan pembedahan
b.    Kaji pengetahuan pasien mengenai prosedur pembedahan dan kemungkinan hasil akhir pembedahan.
c.    Evaluasi perubahan makna bagi pasien dan anggota keluarga atau pasangannya .


d.   Dorong pasien untuk mengutarakan dengan kata-kata reaksi , perasaan dan ketakutannya.

e.    Dorong pasien untuk membagi perasaanya denagn pasangannya.
a.       Memberi data dasar untuk pengkajian praoperatif

b.      Memberiakn dasar yang lebih lanjut



c.       Memudahakan pemahan akan reaksi atau respon pasien terhadap kemungkinan hasil akhir pembedahan
d.      Verbalisasi respon sering diperlukan untuk mengkaji pemahan pasien terhadap hal-hal tersebut dan pemecahannya.
e.       Memudahkan pasien dan pasanagnya untuk menerima dukungan bersama dan mengurangi perasaan terisolasi satu sama lain.




POST OPERASI
No
Diagnosa
Tujuan dan kriteria hasil
Intervensi
Rasional
1
Dx 1
Tujuan : pengurangan rasa nyeri dan gangguan rasa nyaman
Kriteria hasil :
-      pasien dapat toleransi terhadap rasa nyeri
-      ungkapan rasa nyeri berkurang/hilang
-      ekpresi wajah tenang.
a.      Kaji tingkat nyeri pasien



b.     Berikan preparat analgesic yang diresepkan
c.      Lakukan kompres hangat dan masase pada daerah yang terasa pegal serta mengalami gangguan rasa nyaman
d.     Fiksasi luka insisi dengan kedua belah tangan atau bantal pada saat melakukan gerakan atau melakukan latihan batuk
e.      Bantu dan dorong ambulasi dini
a.       Memberikan data dasar untuk mengevaluasi keberhasilan strategi dalam meredakan rasa nyeri
b.      Meningkatkan pengurangan rasa nyeri
c.       Meningkatkan relaksasi dan peredaan nyeri otot serta gangguan rasa nyaman


d.      Meminimalkan tarikan atau tegangan pada luka insisi dan memberikan dukungan pada pasien

e.       Dimudahkan dilanjutkannya kembali latihan aktivitas otot
2
Dx 2
Tujuan : mempertahankan eliminasi urin ; saluran kemih yang bebas dari infeksi.
Kriteria hasil : pasien akan mempertahankan keluaran urine yang adekuat.
a.    Kaji system drainase urin dengan segera

b.    Kaji keadekuatan keluaran urin dan potensi system drainase
c.    Pertahankan sistem drainase urin yang tertutup

d.   Observasi warna , volume, bau dan konstituen urin



e.    Pertahankan asupan cairan yang adekuat
a.    Memberikan dasar bagi pengkajian dan tindakan selanjutnya
b.    Memberikan data dasar


c.    Mengurangi resiko kontaminasi bakteri dan infeksi
d.   Memberikan informasi mengenai kecukupan keluaran urin, kondisi dan patensi system drainase, serta debris dalam urin
e.    Meningkatkan keluaran urin yang adekuat dan mencegah stasis urinarius.
3
Dx 3
Tujuan : mempertahankan keseimbanagn cairan yang normal
Kriteria hasil :
Pasien mengeluarkan urine yang adekuat dan tidak menahan cairan.
a.    Timbang berat badan pasien setiap hari



b.    Ukur asupan dan keluaran cairan yang akurat

c.    Berikan semua terapi parenteral dengan pompa infuse

d.   Pantau jumlah dan karakteristik urin



e.    Pantau tanda-tanda vital : suhu tubuh , denyut nadi , pernafasan dan tekanan darah
f.     Lakukan auskultasi jantung dan paru setiap pergantian shift
a.    Penimbangan berat setiap hari merupakan indicator yang sensitive untuk menunjukkan kehilangan atau penambahan cairan
b.    B.mendeteksi retensi urin akibat curah jantung atau keluaran ginjal yang buruk
c.    Memastikan agar cairan infuse tidak kelebihan atau kekurangan tanpa disengaja

d.   Membantu mendeteksi secara dini komplikasi dari pembedahan atau pemasangan selang yang mungkin terjadi
e.    Apabila volume cairan atau curah jantung mengalami perubahan, tanda-tanda vital akan terpengaruh
f.     Apabila volume cairan meningkat akibat curah jantung atau keluaran renal yang buruk, cairan akan tertumpuk. Demikian pula suara jantung akan berubah ketika terjadi gagal jantung kongestif. Auskultasi yang sering dilakukan akan menjamin deteksi dini.
4
Dx 4
Tujuan: resiko infeksi dapat dicegah
 kriteria hasil :
- pasien akan mengalami penyembuhan jaringan normal
- pasien tidak demam, insisi kering, urine jernih/kuning tanpa sediment, paru-paru bersih.
a.    Lakukan cuci tangan dengan bersih sebelum, selama, dan setelah merawat pasien.
b.    Gunakan tehnik aseptik dengan saksama dalam merawat semua kateter, selang infus sentral, pipa endoktrakheal, dan selang infuse perifer.
c.    Periksa suhu tubuh setiap 4 jam.
d.   Pertahankan lingkungan yang bersih.
e.    Lepaskan kateter secepat mungkin sesuai program.
f.     Ganti segera balutan yang basah untuk membatasi media bagi organisme.
g.    Berikan nutrisi yang adekuat.
h.    Larang pengunjung dan perawat dengan infeksi saluran pernapasan aktif untuk kontak dengan pasien.
i.      Pantau nilai-nilai laboraturium, khususnya sdp (sel darah putih) dan periksa spicemen dari drainase yang dicurigai untuk dikultur dan sensitivitas.
j.      Inspeksi daerah insisi tiap hari terhadap semua tanda-tanda inflamasi; nyeri, kemerahan, bengkak, panas, dan drainase.
k.    Auskultasi paru terhadap bunyi nafas setiap 4 jam.
l.      Anjurkan dan bantu ambulasi dini.
m.  Perhatikan karakter urine dan laporkan bila keruh dan bau busuk.
n.    Beritahu dokter setiap adanya indikasi infeksi.
o.    Berikan antimicrobical, sesuai program.
a.    Mencegah terjadinya kontaminasi melalui tangan


b.    Mencegah terjadinya infeksi dari prosedur




c.    Mengetahui adanya perubahan suhu
d.   Menjaga kenyamanan pasien

e.    Mengetahui kenormalan miksi pasien
f.     Mencegah infeksi


g.    Meningkatkan nutrisi, mengembalikan nutrisi tubuh
h.    Mempertahankan kenyamana pasien



i.      Mengetahui kenormalan nilai-nilai laboratorium





j.      Mencegah infeksi




k.    Memantau bunyi paru

l.      Mencegah komplikasi

m.  Mengetahui ketidak normalan urine

n.    Untuk mengetahui penanganan selanjutnya
o.    Mempercepat penyembuhan
5
Dx 5
Tujuan : cidera berkurang, dan mencegah resiko dari transplantasi dan efek samping
Kriteria hasil :
- pasien akan mempertahankan fungsi ginjal.
- tidak ada tanda dan gejala reaksi imun
- immunosupresan sesuai toleransi tanpa adanya efek samping
a.    Pantau dan laporkan tanda dan gejala reaksi imun(kemerahan, bengkak,nyeri tekan diatas sisi transplantasi, peningkatan suhu, peningkatan sel darah putih, penurunan haluaran urine, peningkatan proteinuria, peningkatan bb tiba-tiba, peningkatan bun dan kreatinin, edema).
b.    Periksa tanda-tanda vital setiap 2-4 jam.
c.    Monitor masukan dan haluaran cairan setiap jam selanjutnya setiap 3 jam.
d.   Pantau dan laporkan efek samping dari obat-obatan immunosupresif
e.    Siapkan pasien untuk operasi mengangkat ginjal yang ditolak jika terjadi reaksi hiperakut
f.     Berikan dukungan kepada pasien dan keluarga.
a.    Untuk mengetahui adanya alergi terhadap reaksi imun





  



b.    Mengetahui keadaan pasien

c.    Mempertahankan integritas kulit

d.   Mencegah terjadinya alergi terhadap obat tersebut

e.    Mencegah terjadinya reaksi imun yang berlebihan


f.     Memotivasi pasien
6
Dx 6
Tujuan : agar pasien dapat merawat dirinya sendiri dirumah
Kriteria hasil :  mengerti tentang instruksi pulang.
a.    Kembangkan rencana penyuluhan bekerja sama dengan koordinator transplantasi. Pastikan pasien dan anggota keluarga mengetahui:
- nama, frekuensi, indikai, dosis, dan efek samping dari semua obat yang di berikan.
- tanda dan gejala infeksi untuk di laporkan.
- tanda dan gejala reaksi imun untuk di laporkan.
- diet – biasanya pembatasan natrium; atur untuk konsul tentang diet.
- bagaimana mengumpulkan specimen yang di perlukan, seperti pengumpulan urine 24 jam dan urine bersih.
- nilai normal laboraturium untuk kreatinin dan bun.
- kaji berat badan dan suhu tubuh setiap hari. Pastikan pasien mempunyai catatan berat badan dan suhu tubuh setiap hari.
b.    Tinjau ulang jadwal untuk kunjungan lanjut ke kantor atau klinik transplantasi. Pastikan pasien mengetahui dimana dan seberapa sering darah perlu di periksa. Pastikan semua instruksi perawatan mandiri dan perjanjian evaluasi di tulis.
c.    Anjurkan pasien untuk berpartisipasi penuh dalam kegiatan perawatan diri sejak di rumah sakit (meminum obat sendiri, mengukur berat badan sendiri, mengukur suhu, memonitor nilai-niali laboraturium).
d.   Anjurkan pasien untuk meningkatkan kegiatan ketika di rumah sakit. Jika di ijinkan, mungkin pasien dapat melihat fasilitas lain seperti kafetaria dan toko souvenir.
e.    Ingatkan pasien :
- bahwa agen imunosupresif harus di berikan untuk mempertahankan cangkokan ginjal.
- memakai gelang waspada-medik untuk identifikasi diri sebagai seorang dengan cangkok ginjal dan pengguna agen imunosupresif.
- menghindari diri dari kegiatan olahraga kontak.
f.     Rujuk pasien pada bimbingan pekerjaan untuk bantuan rencana kerja bila pasien merasa siap.
g.    Libatkan anggota keluarga dalam semua penyuluhan jika memungkinkan.

h.    Tekankan kembali perlunya melaporkan lebih awal tanda-tanda.
a.     Meningkatkan pengetahuan pasien




























b.     Mencegah terjadinya komplikasi








c.     Menambah wawasan dan pengetahuan pasien dalam perawatan diri






d.    Melatih mobilisasi fisik






e.     Mepercepah penyembuhan dan mengurangi efek samping












f.      Membiasakan pasien untuk melakukan aktivitasnya kembali

g.     Memberikan informasi kepada keluaraga pasein agar bisa membantu pasien dalam perawatan diri dirumah
h.     Mempercepat penanganan awal apabila terlihat tanda dan gejala yang muncul.





BAB 4
PENUTUP

4.1    Kesimpulan
Tindakan operasi adalah sebuah tindakan yang bagi sebagian besar klien adalah sesuatu yang menakutkan dan mengancam jiwa klien. Hal ini dimungkinkan karena belum adanya pengalaman dan dikarenakan juga adanya tindakan anestesi yang membuat klien tidak sadar dan membuat klien merasa terancam takut apabila tidak bisa bangun lagi dari efek anestesi. Tindakan operasi membutuhkan persiapan yang matang dan benar-benar teliti karena hal ini menyangkut berbagai organ, terutama jantung, paru, pernafasan. Untuk itu diperlukan perawatan yang komprehensif dan menyeluruh guna mempersiapkan tindakan operasi sampai dengan benar-benar aman dan tidak merugikan klien maupun petugas.
Transplantasi ginjal melibatkan menanamkan ginjal dari donor hidup atau cadaver menusia resipein yang mengalami penyakit ginjal tahap akhir. Transplantasi ginjal dapat dilakukan secara “cadaveric” (dari seseorang yang telah meninggal) atau dari donor yang masih hidup (biasanya anggota keluarga). Ada beberapa keuntungan untuk transplantasi dari donor yang masih hidup, termasuk kecocokan lebih bagus, donor dapat dites secara menyeluruh sebelum transplantasi dan ginjal tersebut cenderung memiliki jangka hidup yang lebih panjang.
Transplantasi mempunyai 2 tujuan yaitu:Untuk membebaskan diri dari ketergantungan terhadap dialysis. Dan dapat menikmati hidup yang lebih baik, makan/minum bebas, perasaan sehat seperti orang lain/normal.

4.2    Saran
Dalam meningkatkan pelayanan kesehatan terutama dalam  melaksanakan  keperawatan dalam sistem persepsi sensori , maka disaranakan bagi paera perawat agar dapat memberikan perawatan demi peningkatan mutu pelayanan dan solusi bagi masalah baik individu , keluarga dan kelompok.




DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Price Sylvia. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC
Baratawidjaja, Karnen G. 2006. Imunologi Dasar Edisi Ke Tujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Born B Colin. 2002. Manual Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Binarupa Aksara.
Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC
Charlene, Reeves. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika
Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.
 Heardman, T. Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan NANDA Internasional 2012-2014. Jakarta : EGC
Hanafiah, M. Jusuf. Amir, Amri. 1999. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta: EGC.
Hudak, Carolyn M. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Ed 6, Vol 2. Jakarta : EGC
Price Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed.6. EGC : Jakarta
Reeves Charlene. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika.
Susalit, Endang. 2007. Transplantasi Ginjal dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Tierniy M Lawrence, dkk. 2003. Diagnosis dan Terapi Kedokteran Penyakit Dalam. Jakarta : Salemba Medika.





Currently have 2 komentar:

Leave a Reply