Selasa, 26 November 2013

Posted by Sistem Perkemihan 2 | Selasa, 26 November 2013 | Category: |

MAKALAH KEPERAWATAN
SISTEM PERKEMIHAN II
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS HIPOSPEDIA”


  

Oleh:
Kelompok 2

1.      Anis Alryanti.P                               (101.0007)
2.      Eka Ratna                                       (101.0031)
3.      Friska Retno Wahyu.K.                  (101.0045)
4.      Mariati Dwi Nuraini                       (101.0067)
5.      Nia Aimmatul Fauzia                     (101.0079)
6.      Vita Aristiarini                                (101.0113)



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA

2013







BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Hipospadia merupakan kelainan abnormal dari perkembangan uretra anterior dimana muara dari uretra terletak ektopik pada bagian ventral dari penis proksimal hingga glands penis. Muara dari uretra dapat pula terletak pada skrotum atau perineum. Semakin ke proksimal defek uretra maka penis akan semakin mengalami pemendekan dan membentuk kurvatur yang disebut “chordee”. Hipospadia terdapat pada kira-kira 1 diantara 500 bayi baru lahir. Pada kasus yang paling ringan meatus uretra bermuara pada bagian ventral glans penis, terdapat berbagai derajat malformasi glans, dan kulup zakar tidak keparahan penis berbelok ke arah ventral (chordee) dan uretra pada penis lebih pendek secara progresif, tetapi jarak antara meatus dan glans tidak dapat bertambah secara signifikan sampai khordee dikoreksi. (Nelson,ILmu Kesehatan Anak)
Istilah hipospadia berasal dari bahasa Yunani, yaitu Hypo(below) dan spaden (opening). Hipospadia menyebabkan terjadinya berbagai tingkatan defisiensi uretra. Jaringan fibrosis yang menyebabkan chordee menggantikan fascia Bucksdan tunika dartos. Kulit dan preputium pada bagian ventral menjadi tipis, tidak sempurna dan membentuk kerudung dorsal di atas glans.
Kelainan kongenital yang sering dijumpai pada bayi laki-laki yang baru lahir adalah hipospadia. Pada hipospadia, muara meatus uretra terletak pada permukaan ventral penis dan lebih proksimal dibandingkan lokasi meatus yang normal. Secara embriologis, hipospadia disebabkan oleh kegagalan penutupan yang sempurna pada bagian ventral lekuk uretra. Diferensiasi uretra pada penis bergantung pada androgen dihidrotestosteron (DHT). Oleh karena itu, hipospadia dapat disebabkan oleh defisiensi produksi testosteron (T), konversi T menjadi DHT yang tidak adekuat, atau defisiensi lokal pada pengenalan androgen (kekurangan jumlah atau fungsi reseptor androgen). Terdapat predisposisi genetik non-mendelian pada hipospadia. Jika salah satu saudara kandung mengalamihipospadia, risiko kejadian berulang pada keluarga kandung mengalami hipospadia, risiko kejadian berulang pada keluarga tersebutadalah 12%. Jika bapak dan anak laki-lakinya terkena, maka risiko untuk anak laki-laki berikutnya adalah 25%.
Belakangan ini di beberapa negara terjadi peningkatan angka kejadian hipospadia seperti di daerah Atlantameningkat 3 sampai 5 kali lipat dari 1,1 per 1000 kelahiran pada tahun 1990 sampai tahun1993. Banyak penulis melaporkan angka kejadian hipospadia yang bervariasi berkisar antara 1 : 350 per kelahiran laki-laki. Bila ini kita asumsikan ke negara Indonesia karena Indonesia belum mempunyai data pasti berapa jumlah penderita hipospadia dan berapa angka kejadian hipospadia. Maka berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik tahun 2000 menurut kelompok umur dan jenis kelamin usia 0 – 4 tahun yaitu 10.295.701 anak yang menderita hipospadia sekitar 29 ribu anak yang memerlukan penanganan repair hipospadia.
Pada tahun 1960, Hinderer memperkenalkan teknik one-stage repair untuk mengurangi komplikasi dari teknik multi-stage repair. Cara ini dianggap sebagai rekonstruksi uretra yang ideal dari segi anatomi dan fungsionalnya, dari segi estetik dianggap lebih baik, komplikasi, dan mengurangi social cost.Penatalaksanaan hipospadia pada bayi dan anak dilakukan dengan prosedur  pembedahan. Tujuan utama pembedahan ini adalah untuk merekontruksi penis menjadi lurus dengan meatus uretra ditempat yang normal atau dekat normal sehingga pancaran kencing arahnya kedepan. Umumnya di Indonesia banyak terjadi kasus hipospadia karena kurangnya pengetahuan paramedis saat menangani kelahiran karena seharusnya anak yang lahir itu laki-laki namun karena melihat lubang kencingnya di bawah maka di katakan anak itu perempuan. Oleh karena itu kita sebagai seorang tenanga medis harus memberikan informasi yang adekuat kepada para orang tua tentang penyakit ini. Para orang tua hendaknya menghindari faktor- faktor yang dapat menyebabkan yang dapat menyebabkan hipospadia dan mendeteksi secara dini kelainan pada anak mereka sehingga dapat dilakukan penanganan yang tepat.

1.2    Rumusan masalah
1.      Apakah pengertian hipospadia ?
2.      Apa sajakah klasifikasi hipospadia ?
3.      Bagaimanakah etiologi dari hipospadia ?
4.      Bagaimanakah tanda gejala hipospadia ?
5.      Bagaimanakah patofisiologi hipospadia ?
6.      Bagaimanakah penatalaksanaan hipospadia ?
7.      Bagaimanakah komplikasi hipospadia ?
8.      Bagaimanakah pemeriksaan penunjang hipospadia ?
9.      Bagaimanakah asuhan keperawatan pada kasus hipospadia ?

1.3    Tujuan
1.      Tujuan umum
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah sistem perkemihan tentang konsep dan asuhan keperawatan pada kasus hipospedia.
2.      Tujuan khusus
1.      untuk menjelaskan dan memahami tentang pengertian hipospadia
2.      untuk menjelaskan dan memahami klasifikasi hipospadia
3.      untuk menjelaskan dan memahami etiologi hipospadia
4.      untuk menjelaskan dan memahami tanda gejala hipospadia
5.      untuk menjelaskan dan memahami patofisiologi hipospadia
6.      untuk menjelaskan dan memahami penatalaksanaan hipospadia
7.      untuk menjelaskan dan memahami komplikasi hipospadia
8.      untuk menjelaskan dan memahami pemeriksaan penunjang hipospadia
9.      untuk menjelaskan asuhan keperawatan pada kasus hipospadia

1.4 Manfaat
Terkait dengan tujuan maka makalah pembelajaran ini diharapkan dapat memberi manfaat :
1.         Dari segi akademis, merupakan sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam penatalaksanaan asuhan keperawatan pada pasien hipospadia
2.          Dari segi praktis, makalah pembelajaran ini bermanfaat bagi :
a.       Bagi mahasiswa stikes hangtuah surabaya
Hasil makalah pembelajaran ini dapat menjadi masukan bagi mahasiswa stikes hangtuah surabaya lainnya dalam penatalaksanaan asuhan keperawatan pada pasien hipospadia
b.      Untuk penulis
Hasil penulisan makalah ini dapat menjadi salah saturujukan bagi penulis berikutnya, yang akan melakukan penulisan penatalaksanaan asuhan keperawatan pada pasien hipospadia.



BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan berupa muara uretra yang terletak di sebelah ventral penis dan sebelah prokimal ujung penis. Hipospadia merupakan salah satu dari kelainan kongenital paling sering pada genitalia laki laki, terjadi pada satu dalam 350 kelahiran laki-laki, dapat dikaitkan dengan kelainan kongenital lain seperti anomali ginjal, undesensus testikulorum dan genetik seperti sindroma klinefelter.
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan dimana meatus uretra eksternus terletak dipermukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal pada ujung gland penis. (Duccket, 1986, Mc Aninch, 1992)
Hipospadia adalah kelainan kongetinal berupa kelainan letak lubang uretra pada pria dari ujung penis ke sisi ventral (Corwin, 2009). Hipospadia adalah kegagalan meatus urinarius meluas ke ujung penis, lubang uretra terletak dibagian bawah batang penis, skrotum atau perineum (Barbara J. Gruendemann & Billie Fernsebner, 2005).
Dan menurut (Muscari, 2005) Hipospadia adalah suatu kondisi letak lubang uretra berada di bawah glans penis atau di bagian mana saja sepanjang permukaan ventral batang penis. Kulit prepusium ventral sedikit, dan bagian distal tampak terselubung.
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana terjadi hambatan penutupan uretra penispadakehamilan miggu ke 10 sampai ke 14 yang mengakibatkan orifisium uretra tertinggaldisuatu tempat dibagian ventral penis antara skrotum dan glans penis. (A.H Markum,1991).
Hipospadia adalah keadaan dimana uretra bermuara pada suatu tempat lain pada bagian belakang batang penis atau bahkan pada perineum ( daerah antara kemaluandan anus ). (Davis Hull, 1994)
Hipospadia berasal dari dua kata yaitu ‘hypo’ yang berarti di bawah dan spadon yang berarti keratan yang panjang. Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan dimana meatus uretra eksterna berada di bagian permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal (ujung glanss penis) (Arif Mansjoer, 2000). Hipospadia adalah kelainan bawaan berupa urethra yang terletak di bagian bawah dekat pangkal penis (Ngastiyah, 2005).
Berdasarkan dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa hipospadia adalah suatu kelainan bawaan sejak lahir dimana lubang uretra terdapat di penis bagian bawah bukan diujung penis. Sebagaian besar anak dengan kelainan hipospadia memiliki bentuk batang penis yang melengkung. Biasanya di sekitar lubang kencing abnormal tersebut terbentuk jaringan ikat (fibrosis) yang bersifat menarik dan mengerutkan kulit sekitarnya. Jika dilihat dari samping, penis tampak melengkung seperti kipas (chordee, bahasa latin); secara spesifik jaringan parut di sekitar muara saluran kencing kemudian disebut chordee. Tidak setiap hipospadia memiliki chordee.
Seringkali anak laki-laki dengan hipospadia juga memiliki kelainan berupa testis yang belum turun sampai kekantung kemaluannya (undescended testis). Hipospadia merupakan kelainan bawaan yang jarang ditemukan, dengan angka kekerapan 1 kasus hipospadia pada setiap 250-400 kelahiran bayi laki-laki hidup.

2.2. Klasifikasi
Hipospadia adalah keadaan dimana lubang kencing terletak dibawah batang kemaluan / penis.
Ada beberapa type hipospadia :
a.       Hipospadia type Perenial, lubang kencing berada di antara anus dan buah zakar (skrotum).
b.      Hipospadia type Scrotal, lubang kencing berada tepat di bagian depan buah zakar (skrotum).
c.       Hipospadia type Peno Scrotal, lubang kencing terletak di antara buah zakar (skrotum) dan batang penis.
d.      Hipospadia type Peneana Proximal, lubang kencing berada di bawah pangkal penis.
e.       Hipospadia type Mediana, lubang kencing berada di bawah bagian tengah dari batang penis.
f.       Hipospadia type Distal Peneana, lubang kencing berada di bawah bagian ujung batang penis.
g.      Hipospadia type Sub Coronal, lubang kencing berada pada sulcus coronarius penis (cekungan kepala penis).
h.      Hipospadia type Granular, lubang kencing  sudah berada pada kepala penis hanya letaknya masih berada di bawah kepala penisnya.

Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus :
1.      Tipe sederhana/ Tipe anterior
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal.
Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
2.      Tipe penil/ Tipe Middle
Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal. Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.
3.      Tipe Posterior
Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal.
Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun.
Klasifikasi hipospadia yang digunakan sesuai dengan letak meatus uretra yaitu tipe glandular, distal penile, penile, penoskrotal, skrotal dan perineal. Semakin ke proksinal letak meatus, semakin berat kelainan yang diderita dan semakin rendah frekuensinya. Pada kasus ini 90% terletak di distal di mana meatus terletak diujung batang penis atau di glands penis. Sisanya yang 10% terletak lebih proksimal yaitu ditengah batang penis, skrotum atau perineum. Berdasarkan letak muara uretra setelah dilakukan koreksi korde, Brown membagi hipospadia dalam 3 bagian :
1)   Hipospadia anterior : tipe glanular, subkoronal, dan penis distal. 
2)   Hipospadia Medius : midshaft, dan penis proksimal.
3)   Hipospadia Posterior : penoskrotal, scrotal, dan perineal.

2.3.Etiologi
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa faktor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
1)      Gangguan dan ketidakseimbangan hormone
Hormon yang dimaksud di sini adalah hormon androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau bisa juga karena reseptor hormon androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormon androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormon androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
2)      Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
3)      Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.

2.4. Tanda Gejala
Manifestasi klinis pada hipospadia, antara lain:
1.      Jika berkemih, anak harus duduk.
2.      Pembukaan uretra di lokasi selain ujung penis
3.      Penis tampak seperti berkerudung karena adanya kelainan pada kulit depan penis
4.      Penis melengkung ke bawah
5.      Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah atau di dasar penis
6.      Semprotan air seni yang keluar abnormal
7.      Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
8.      Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung penis.
9.      Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
10.  Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
11.  Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
12.  Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
13.  Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
14.  Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
15.  Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.
Pada kebanyakan penderita terdapat penis yang melengkung ke arah bawah yang akan tampak lebih jelas pada saat ereksi. Hal ini disebabkan oleh adanya chordee yaitu suatu jaringan fibrosa yang menyebar mulai dari meatus yang letaknya abnormal ke glands penis.Jaringan fibrosa ini adalah bentuk rudimeter dari uretra, korpus spongiosum dan tunika dartos.Walaupun adanya chordee adalah salah satu ciri khas untuk mencurigai suatu hipospadia, perlu diingat bahwa tidak semua hipospadia memiliki chordee.

2.5. Patofisiologi
Penyebab dari Hypospadia belum diketahui secara jelas dan dapat dihubungkan dengan faktor genetik dan pengaruh Hormonal. Pada usia gestasi Minggu ke VI kehamilan terjadi pembentukan genital, pada Minggu ke VII terjadi agenesis pada msoderm sehingga genital tubercel tidak terbentuk, bila genital fold gagal bersatu diatas sinus urogenital maka akan timbul Hypospadia.
Perkembangan urethra dalam utero dimulai sekitar usia 8 minggu dan selesai dalam 15 minggu, urethra terbentuk dari penyatuan lipatan urethra sepanjang permukaan ventral penis. Glandula Urethra terbentuk dari kanalisasi furikulus ektoderm yang tumbuh melalui glands untuk menyatu dengan lipatan urethra yang menyatu. Hypospadia terjadi bila penyatuan digaris tengah lipatan urethra tidak lengkap sehingga meatus urethra terbuka pada sisi ventral penis. Derajat kelainan letak ini antara lain seperti pada glandular (letak meatus yang salah pada glans), Korona (pada Sulkus Korona), penis (disepanjang batang penis), penuskrotal (pada pertemuan ventral penis dan skrotum) dan perineal (pada perinium) prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutupi sisi darsal gland. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai Chordee, pada sisi ventral menyebabkan kuruatura (lingkungan) ventral dari penis. Pada orang dewasa, chordec tersebut akan menghalangi hubungan seksual, infertilisasi (Hypospadia penoskrotal) atau (perineal) menyebabkan stenosis meatus sehingga mengalami kesulitan dalam mengatur aliran urine dan sering terjadi kriotorkidisme.
Klasifikasi Hypospadia adalah tipe glandulan (balantik) yaitu meatus terletak pada pangkal penis, tipe distal penil yaitu meatus terletak pada distal penis, tipe penil yaitu meatus terletak antara perineal dan scrotum, tipe scrotal yaitu meatus terletak di scratum, tipe perineal yaitu meatus terletak di perineal.
Komplikasi pada Hypospadia adalah infertilisasi risiko hernia inguinalm gangguan psikososial.

 


 

 

2.6. Komplikasi
Komplikasi yang biasa terjadi antara lain striktur uretra (terutama pada sambungan meatus uretra yang sebenarnya dengan uretra yang baru dibuat) atau fistula.
1.      Komplikasi awal
a.       Perdarahan
b.      Infeksi
c.       Jahitan yang terlepas
d.      Nekrosis flap
e.       Edema.
2.      Komplikasi lanjut
a.       Stenosis sementara karena edema atau hipertropi scar pada tempat anastomosis.
b.      Kebocoran traktus urinaria karena penyembuhan yang lama.
c.       Fistula uretrocutaneus
d.      Striktur uretra
e.       Adanya rambut dalam uretra
f.       Infertility.
g.      Resiko hernia inguinalis.
h.      Gangguan psikososial.

2.7. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis dilakukan dengan dengan pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir atau bayi. Karena kelainan lain dapat menyertai hipospadia, dianjurkan pemeriksaan yang menyeluruh, termasuk pemeriksaan kromososm
a.       Rontgen
b.      USG sistem kemih kelamin
c.       BNO – IVP karena biasanya pada hipospadia juga disertai dengan kelainan kongenital ginjal
d.      Kultur urine (Anak-hipospadia)
e.       Uteroskopi
f.       Pemeriksaan Darah Lengkap
2.8.  Insidensi
Insidensi hipospadia telah meningkat sejak 15 tahun yang lalu di negara-negara barat dengan angka kejadian 1 untuk setiap 250 kelahiran bayi laki-laki. Insidensi lebih tinggi sekiranya terdapat riwayat keluarga dengan hipospadia dengan angka kejadian 1 untuk setiap 100 kelahiran hingga 1 untuk setiap 80 kelahiran bayi laki-laki.
Di Amerika Serikat, hipospadia terjadi 1:300 kelahiran bayi laki-laki hidu. Kelainan ini terbatas pada uretra anterior. Pemberian estrogen dan progestin selama kehamilan diduga meningkatkan insidensinya. Jika ada anak yang hipospadia maka kemungkinan ditemukan 20% anggota keluarga yang lainnya juga menderita hipospadia. Meskipun ada riwayat familial namun hingga saat ini, belum ditemukan ciri genetik yang spesifik.

2.9.Pencegahan
1.        Tidak ada metode khusus untuk mencegah hipospadia, namun perlu diperhatikan penggunaan obat-obatan yang mengandung esterogen (misalnya pil KB) selama kehamilan
2.        Melakukan pemeriksaan rutin
3.        Menghindari perkawinan sedarah yang memiliki kelainan hipospadia

2.10.      Penatalaksaan
Dikenal banyak tehnik operai hipospadia, yang umumnya terdiri dari beberapa tahap yaitu:
1.        Operasi pelepasan chordee dan tunneling
Dilakukan pada usia 1,5-2 tahun. Pada tahap ini dilakukan operasi eksisi chordee dari muara uretra sampai ke glands penis. Setelah eksisi chordee maka penis akan menjadi lurus tetapi meatus uretra masih terletak abnormal. Untuk melihat keberhasilan eksisi dilakukan tes ereksi buatan intraoperatif dengan menyuntikkan NaCL 0,9% kedalan korpus kavernosum.


2.        Operasi uretroplasty
Biasanya dilakukan 6 bulan setelah operasi pertama. Uretra dibuat dari kulit penis bagian ventral yang di insisi secara longitudinal pararel di kedua sisi.

Tujuan pembedahan :
1.      Membuat normal fungsi perkemihan dan fungsi sosial.
2.      Membentuk uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung penis (uretroplasti)
3.      Untuk mengembalikan aspek normal dari genitalia eksterna (kosmetik) dengan merekonstruksi jaringan yang membentuk radius ventral penis (glans, corpus spongiosum dan kulit)

Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah tunneling Sidiq-Chaula, Teknik Horton dan Devine.
1.      Teknik tunneling Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2 tahap:
a.       Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan terowongan yang berepitel pada glans penis. Dilakukan pada usia 1 ½ -2 tahun. Penis diharapkan lurus, tapi meatus masih pada tempat yang abnormal. Penutupan luka operasi menggunakan preputium bagian dorsal dan kulit penis.
b.      Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi, saat parut sudah lunak. Dibuat insisi paralel pada tiap sisi uretra (saluran kemih) sampai ke glans, lalu dibuat pipa dari kulit dibagian tengah. Setelah uretra terbentuk, luka ditutup dengan flap dari kulit preputium dibagian sisi yang ditarik ke bawah dan dipertemukan pada garis tengah. Dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama dengan harapan bekas luka operasi pertama telah matang.
2.      Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak lebih besar dengan penis yang sudah cukup besar dan dengan kelainan hipospadi jenis distal (yang letaknya lebih ke ujung penis). Uretra dibuat dari flap mukosa dan kulit bagian punggung dan ujung penis dengan pedikel (kaki) kemudian dipindah ke bawah.
Mengingat pentingnya preputium untuk bahan dasar perbaikan hipospadia, maka sebaiknya tindakan penyunatan ditunda dan dilakukan berbarengan dengan operasi hipospadi.
Pembedahan dilakukan berdasarkan kondisi malformasinya. Pada hipospadia glanular, uretra distal ada yang tidak terbentuk, biasanya tanpa recurvatum, bentuk seperti ini dapat direkonstruksi dengan flap lokal (misalnya, prosedur Santanelli, Flip flap, MAGPI [meatal advance and glanuloplasty], termasuk preputium plasti).

2.10.1. Prinsip Pembedahan
1)      Eksisi chordee
Setelah insisi dari hipospadia telah dilakukan dan flap telah diangkat, seluruh jaringan yang dapat mengakibatkan penis menjadi bengkok diangkat dari sekitar meatus dan dibawah glans. Setelah itu dilakukan tes ereksi artificial. Bila chordee tetap ada, maka diperlukan reseksi lanjutan. Kurang dari 5% kasus, chordee masih bertahan walaupun telah dilakukan dua prosedur tersebut, dan ini membutuhkan plikasi dorsal dari corpus cavernosa. Sejumlah ahli bedah tidak menyetujui tindakan membebaskan urethal plate karena dikatakan akan membahayakan aliran darah ke daerah tersebut. Mereka lebih memilih untuk melakukan dorsal corporeal plication secara langsung.
Khusus untuk kondisi hipospadia yang paling berat, apabila prosedur Koyanagi yang dipilih, urethral plate dibagi dua dan diposisikan ke dorsal glans, lalu dipisahkan ke dasar/pangkal penis. Proses pemisahan yang komplit dari jaringan uretra dari aspek ventral corpora lazimnya cukup untuk meluruskan penis, walaupun prosedur ini hanya digunakan pada hipospadia paling parah.



2)      Urethroplasti
Pemilihan urethroplasti tergantung kualitas dan lebar dari urethral plate (pelepasan mukosa uretra mulai dari meatus uretral ektopik sampai ke glans cap). Sekiranya urethral plate cukup lebar dan baik, ia bisa digunakan untuk menkonstruksi salur uretra (prosedur Thiersch-Duplay). Namun, jika urethral plate tipis atau sempit, masih terdapat beberapa opsi. Opsi yang paling popular saat ini yaitu prosedur Snodgrass, di mana urethral plate di insisi secara longitudinal dari meatus ektopik sehingga ke glans.
Alternatif lain adalah jaringan dengan empat persegi panjang di pisahkan dan di aplikasi ke urethral plate dan dijahit di pinggirnya (onlay urethroplasty). Jaringan berbentuk empat persegi panjang ini diambil dari kulit bagian preputium dan diposisikan pada tepi ventral meatus uretral ektopik (prosedur Mathieu flip-flap) atau bisa dengan pencakokan jaringan, lazimnya mukosa buccal atau yang jarang dipakai yaitu mukosa vesika urinaria dan kulit.
Dalam kasus yang jarang, urethral plate tidak dipertahankan, dan substitusi penuh dari uretra yang hilang harus dilakukan dengan menggunakan tabung mukosa preputium (prosedur Asopa-Duckett) atau tabung mukosa buccal (prosedur Koyanagi)



Prosedur Thiersch-Duplay
A: Garis insisi.
B dan C: Insisi dilakukan sepanjang garis tepi urethral plate dan tubularisasi plate dengan memasukkan kateter ukuran 8F (2.64mm) hingga 10F (3.30mm)
D: Melakukan glansplasti, sirkumsisi (penjahitan kulit pada korona)



 Posedur Onlay.
A: Garis insisi
B: Diseksi preputium berbentuk segi empat
C dan D: Mukosa preputium yang sudah didiseksi dipindahkan ke urethral plate supaya bisa menjadi dasar dan menutup urethral plate.
E dan F: Pedicle dimobilisasi untuk menutup garis suture, dilanjutkan dengan glansplasti, dan sirkumsisi.

















Prosedur Mathieu.
A: Garis insisi.
B: Diseksi Mathieu flap dan insisi sepanjang tepi urethral plate.
C: Menjahit Mathieu flap di sepanjang tepi urethral plate yang telah dimasukkan kateter ukuran 8F (2.64-mm) hingga 10F (3.30-mm).
D: glansplasti, dan sirkumsisi.

Sebagai tambahan kepada prosedur standar diatas, beberapa teknik operasi telah diperkenalkan, misalnya prosedur pembentukan semula glans (glans reshaping) untuk hipospadia yang sangat distal, dikenal sebagai, meatal advancement and glanuloplasty incorporated (MAGPI) procedure yang saat ini sudah kurang popular. Prosedur lain adalah mobilisasi penuh uretra dan prosedur Turner-Warwick yang memiliki kelebihan tidak menggunakan jaringan non-uretra untuk merekonstruksi uretra seluruhnya
3)      Penile Covering
Apabila penis telah menjadi lurus dan uretra telah direkonstruksi sempurna, banyak ahli bedah menganjurkan untuk ditutup neouretra dengan jaringan yang masih sihat, misalnya dengan menggunakan dua penyangga yaitu spongiosum dan diposisikan di masing-masing sisi lateral uretra (spongioplasti) atau jaringan diambil dari bagian dorsum penis atau skrotum. Langkah selanjutnya adalah rekonstruksi meatus yang baru (meatoplasti), membuat glans bagian ventral (glanuloplasti), dan pembentukan mucosal collar disekeliling glans (prosedur Firlit).

A: Mukosa buccal berbentuk empat segi diambil dari bagian dalam bibir bawah.
B: Buccal graft (uretroplasti).

2.10.2.  Beberapa teknik yang sering digunakan oleh ahli bedah urologi.
1)      Hipospadia glanular
Walaupun hipospadia tipe ini sering disebut hipospadia minor, namun untuk menatalaksananya adalah sukar karena bagian distal uretra sering mengalami hipoplastik misalnya tidak dikelilingi oleh korpus spongiosum dan dikarenakan anomali pada tipe ini keliatan minor, jadi sering dianggap hanya memerlukan tatalaksana yang minimal. Kondisi inilah yang menjadi sebab mengapa prosedur MAGPI oleh Duckett dipilih sebagai prosedur yang paling popular dipakai bertahun-tahun, sangat sederhana untuk diaplikasi dan mudah untuk belajar. Bagaimanapun, prosedur MAGPI belum dapat memberikan kepuasan jangka panjang, jadi teknik rekonstruksi distal uretra dan ventral glans yang lebih terperinci dan rumit lebih dipilih saat ini.

Prosedur menggunakan Urethral Plate
Pada prosedur Thiersch-Duplay, penutupan uretra yang telah direkonstruksi dapat dilakukan jika sayatan yang dibuat pada glans cukup dalam. Urethral plate dibebaskan dengan cara melakukan insisi secara vertical pada masing-masing pinggirnya. Selanjutnya urethral plate digulung setelah dimasukkan kateter uretra dan dijahit dengan menggunakan benang yang dapat diabsorpsi (6-0 hingga 7-0 polidioksanon atau poliglaktin).
Prosedur Snodgrass bisa dijadikan alternatif jika distal dari urethral plate terlalu sempit atau tidak cukup untuk digulung. Satu sayatan secara longitudinal pada garis tengah dibuat pada urethral plate, yang kemudiannya digulung melingkari kateter, meninggalkan area kosong didalam uretra dan diharapkan di kemudian hari akan mengalami epitelisasi. Hasil dari teknik ini adalah baik. Di dalam satu literatur, dinyatakan angka terjadinya komplikasi cuma 9-10% dengan masing-masing stenosis meatus (3%), fistula (5%), dan striktur uretra (2%) .

Prosedur Koff
Mobilisasi komplit uretra (prosedur Koff), adalah teknik lain untuk mereposisikan meatus uretra ke tempat yang seharusnya walaupun dikira sangat ekstensif oleh beberapa ahli. Pada teknik ini, seluruh uretra dipisahkan dari aspek anterior korpus kavernosa dan dipindahkan dari dorsal ke depan/ventral supaya meatus berada di ujung glans. Panjang uretra dari 5 hingga 15mm bisa didapatkan dengan menggunakan teknik ini. Panjang tersebut bisa lebih sekiranya uretra dibebaskan lebih proksimal dengan menggunakan prosedur Turner-Warwick walaupun jarang sekali diperlukan untuk hipospadia tipe glanular. Prosedur Koff bisa menimbulkan komplikasi fistula yang sangat jarang terjadi, namun terjadinya stenosis meatus bisa mencapai 20% kasus, diduga karena terjadi distal iskemi. Ketiga-tiga prosedur ini menarik karena tidak menggunakan jaringan non-uretra untuk merekonstruksi uretra.

Prosedur Mathieu
Pada prosedur ini, dilakukan dua insisi secara paralel pada kedua sisi urethral plate, hingga ke ujung glans dan mendalam ke korpus kavernosa. Garis insisi membatasi a perimeatal skin flap yang dilipat dan dijahit ke pinggir urethral plate. Selanjutnya, sisi lateral glans didiseksi dari korpus kavernosa. Angka terjadinya komplikasi dengan prosedur ini adalah jarang dengan masing-masing striktura distal (1%), fistula (4%), retraksi meatus (0.5%) dan fistula uretrokutaneus (1%). Dikwatirkan adalah terjadinya half-moon-shaped dari meatus, namun diseksi ekstensif pada dua sayap glans akan menghasilkan granuloplasti yang baik. Jadi, secara keseluruhan, hasilnya masih memuaskan.


                                 
Prosedur Asopa-Duckett
A: Garis insisi.
B dan C: Diseksi mukoa preputium
berbentuk empat segi dengan bagian pedikel (kaki).
D: Flap ditubularisasi melingkari kateter ukuran 8F (2.64-mm) sampai 10F (3.30-mm) dan anastomosis secara sirkular dengan uretra natif dibentuk pada bagian proksimal.
E dan F: Pedikel (kaki) menutup garis suture. Glansplasti, sirkumsisi, dan penutupan oleh kulit dilakukan.

Prosedur Koyanagi
A dan B: Garis insisi.
C: Mukosa preputium di insisi pada posisi jam 12 supaya membentuk flap huruf 'Y'.
D: Sisi medial dari dua flaps preputium disambung dan dijahit membentuk dinding belakang dari neouretra. E: Neourethral plate di tubularisasi menutup kateter ukuran 8F (2.64-mm) sampai 10F (3.30-mm). F: Firlit collar, glansplasti, sirkumsisi dan penutupan dengan kulit dilakukan












Mucosal (Firlit) collar mengelilingi glans.

Meatal Advancement and Glanuloplasty Incorporated
Prosedur MAGPI lebih kearah membentuk kembali (reshaping) glans dan dalam hal ini meatus uretra sudah dipindahkan ke ujung penis. Teknik MAGPI ini dapat digunakan untuk pasien dengan hipospadia glanular distal. Setelah penis terlihat lurus pada tes ereksi artifisial, insisi sirkumsis dilakukan. Skin hook diletakkan pada tepi ujung dari saluran uretra glanular lalu kemudian ditarik ke arah lateral. Gerakan ini dapat meningkatkan transverse band dari mukosa yang nantinya akan diinsisi longitudinal pada garis tengah. Insisi pada dinding dorsal glanular uretra ini nantinya akan ditutup dengna jahitan transversal dengan chromic catgut 6-0. Skin hook ditempatkan pada tepi kulit dari korona pada garis tengah ventral. Dengan traksi distal, ujung glans ditarik ke depan dan dijahitkan pada garis tengah dengan jahitan subkutikuler. Epitel glans ditutup dengan jahitan interrupted . Kelebihan kulit dari prepusium dorsal dapat dijahitkan untuk penutupan kulit.




Prosedur Multistage
Prosedur Multistage dilakukan apabila ada indikasi yaitu hipospadia posterior yang parah dimana urethral plate tidak dapat dipertahankan.Beberapa ahli bedah plastic seperti Bracka melaporkan hasil yang baik dari segi kosmetik sekiranya menggunakan prosedur twostages yang di ilhami oeh teknik Clouteir. Hal yang dikwatirkan dalam penggunaan prosedur two-stages ini adalah pemakaian kulit untuk memperbaiki uretra. Pada dekad terakhir abad ke 20, kulit dikatakan sebagai jaringan yang kurang baik untuk menggantikan uretra karena angka terjadinya striktur utera sangat tinggi akibat pemakaian tersebut. Hal ini menjadi alasan mengapa prosedur twostages yang menggunakan mukosa buccal memberikan hasil jangka panjang yang lebih baik. Dikenal tiga tahapan atau teknik dalam prosedur multistage yaitu prosedur Byas, Modifikasi kecil dan Teknik Belt-Fuqua.

Prosedur Byas
Pada tahap pertama dilakukan chordectomi dan defek pada kulit ventral ditutup dengan menyambungkan kedua belah preputium. Tahap kedua (uretroplasti) idealnya dilakukan setelah 6 bulan atau lebih. Pembuatan neouretra harus disesuaikan dengan ukuran uretra yang sudah ada.

Modifikasi kecil
Jika tidak tersedia kulit yang cukup untuk uretroplasti, penis dapat ditanamkan pada skrotum. Setelah 4 bulan penis kemudian dibebaskan dari skrotum, dimana sebagian dari kulit skrotum telah menutupi bagian ventral penis.

Teknik Belt-Fuqua
Setelah melepaskan chordee dengan insisi buttonhole, preputium selanjutnya di putar ke ventral dengan ujung glans melewati insisi buttonhole yang telah dibuat, lalu di jahit dengan baik sehingga tersisa sebagian besar kulit pada distal meatus. Enam bulan kemudian, uretra dibentuk dengan menggunakan kulit preputim yang tersisa, kemudian dibuat saluran/terowongan ke dalam glans.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian
1.      Identitas
·         Usia                 : ditemukan saat lahir
·         Jenis kelamin     : hipospadia merupakan anomaly uretra yang paling sering terjadi pada laki-laki dengan angka kemunculan 1:250 dari kelahiran hidup. (Brough, 2007)
2.      Keluhan Utama
Lubang penis tidak terdapat diujung penis, tetapi berada dibawah atau didasar penis, penis melengkung kebawah, penis tampak seperti berkerudung karena adanya kelainan pada kulit dengan penis, jika berkemih anak harus duduk.(Muslihatum, 2010)
3.      Riwayat Kesehatan
·         Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya lubang kencing yang tidak pada tempatnya sejak lahir dan tidak diketahui dengan pasti penyebabnya.
·         Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya penis yang melengkung kebawah adanya lubang kencing tidak pada tempatnya sejak lahir.
4.      Riwayat Kongenital
a.       Penyebab yang jelas belum diketahui.
b.      Dihubungkan dengan penurunan sifat genetik.
c.       Lingkungan polutan teratogenik.
d.      (Muscari, 2005)
5.      Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran: Hipospadia terjadi karena adanya hambatan penutupan uretra penis pada kehamilan minggu ke-10 sampai minggu ke-14. (Markum, 1991)
6.      Activity Daily Life
a.       Nutrisi            : Tidak ada gangguan
b.      Eliminasi        : anak laki-laki dengan hipospadia akan mengalami kesukaran dalam mengarahkan aliran urinnya, bergantung pada keparahan anomali, penderita mungkin perlu mengeluarkan urin dalam posisi duduk. Konstriksi lubang abnormal menyebabkan obstruksi urin parsial dan disertai oleh peningkatan insiden ISK. (Brough, 2007)
c.       Hygiene Personal       : Dibantu oleh perawat dan keluarga
d.      Istirahat dan Tidur     : Tidak ada gangguan
7.      Pemeriksaan Fisik
a.       Sistem kardiovaskuler
Tidak ditemukan kelainan
b.      Sistem neurologi
Tidak ditemukan kelainan
c.       Sistem pernapasan
Tidak ditemukan kelainan
d.      Sistem integumen
Tidak ditemukan kelainan
e.       Sistem muskuloskletal
Tidak ditemukan kelainan
f.       Sistem Perkemihan
Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau pembesaran pada ginjal.
·         Kaji fungsi perkemihan
·         Dysuria setelah operasi
g.      Sistem Reproduksi
Adanya lekukan pada ujung penis
·         Melengkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi
·         Terbukanya uretra pada ventral
·         Pengkajian setelah pembedahan : pembengkakan penis, perdarahan, drinage. (Nursalam, 2008)

3.2.Diagnosa Keperawatan
PRE OPERASI
1.      Ansietas (anak dan orang tua) yang behubungan dengan proses pembedahan (uretroplasti).
POST OPERASI
2.      Nyeri berhubungan dengan pembedahan.
3.      Resiko infeksi (traktus urinarius) yang berhubungan dengan pemasangan kateter.
4.      Ansietas (orang tua) yang berhubungan dengan penampilan penis anak setelah pembedahan.
5.      Defisit pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.

3.3.Intervensi
PRE OPERASI
1.      Ansietas (anak dan orang tua) yang behubungan dengan proses pembedahan (uretroplasti)
Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan 2x24 jam diharapkan anak dan orang tua mengalami penurunan rasa cemas yang ditandai oleh ungkapan pemahaman tentang prosedur bedah
Intervensi:
a.       Kaji ansietas yang dikeluhkan atau yang dirasakan pasien
R: mengetahui tingkat kecemasan yang terjadi pada pasien
b.      Jelaskan pada anak dan orang tua tentang prosedur bedah dan perawatan pasca operasi yang diharapkan. Gunakan gambar dan boneka ketika menjelaskan prosedur kepada anak. Jelaskan bahwa pembedahan dilakukan dengan cara memperbaiki letak muara uretra. Jelaskan juga kateter urine menetap akan dipasang, dan bahwa anak perlu direstrein untuk mencegah supaya anak tidak berusaha melepas kateter. Beri tahu mereka bahwa anak mungkin dipulangkan dengan keadaan terpasang kateter.
R: menjelaskan rencana pembedahan dan pasca operasi membantu meredakan rasa cemas dan takut, dengan membiarkan anak dan orang tua mengantisipasi dan mempersiapkan peristiwa yang akan terjadi. Simulasi dengan mempergunakan gambar dan boneka untuk menjelaskan prosedur dapat membuat anak memahami konsep yang rumit.
c.       Beri kesempatan pada anak atau orang tua untuk bertanya
R: memberikan jawaban yang dapat membuat tenang, dan terhindar dari kecemasan
d.      Beri anak kesempatan untuk mengekspresikan rasa takut dan fantasinya dengan menggunakan boneka dan wayang.
R: mengekspresikan rasa takut memungkinkan anak menghilangkan rasa takutnya, dan memberi anda kesempatan untuk mengkaji tingkat kognitif dan kemampuan untuk memahami kondisi, serta perlunya pembedahan. (Speer,2007:168)

POST OPERASI
2.      Nyeri berhubungan dengan proses pembedahan
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2x24jam diharapkan anak akan memperlihatkan peningkatan rasa nyaman yang ditandai oleh menangis, gelisah, dan ekspresi nyeri berkurang.
Intervensi:
a.       Kaji nyeri yang ada
R: mengetahui tingkat nyeri, skala dan lokasi dari nyeri yang ada
b.      Memberikan terapi pengalihan perhatian atau relaksasi
R: mengalihkan perasaan pasien untuk tidak merasakan nyeri yang dirasakan
c.       Kolaborasi dalam pemberian analgesic sesuai program
R: pemberian obat analgesik untuk meredahkan nyeri
d.      Pastikan kateter anak dipasang dengan benar,serta bebas dari simpul
R: penempatan kateter yang tidak tepat dapat menyebabkan nyeri akibat drainase yang tidak adekuat,atau gesekan akibat tekanan pada balon yang digembungkan. (Speer,2007)

3.      Resiko infeksi (traktus urinarius) yang berhubungan dengan pemasangan kateter
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2x24jam diharapkan anak tidak mengalami infeksi yang ditandai oleh hasil urinalisis normal dan suhu tubuh kurang dari 37,8oC
Intervensi:
a.       Pertahankan kantong drainase kateter dibawah garis kandung kemih dan pastikan bahwa selang tidak terdapat simpul dan kusut.
R: mempertahankan kantong drainase tetap pada posisi ini mencegah infeksi dengan mencegah urine yang tidak steril mengalir balik ke dalam kandung kemih
b.      Gunakan tekni aseptic ketika mengosongkan kantong kateter
R: teknik aseptic mencegah kontaminan masuk kedalam traktus urinarius
c.       Pantau urine anak untuk pendeteksian kekeruhan atau sedimentasi. Juga periksa balutan bedah setiap 4 jam, untuk mengkaji bila tercium bau busuk atau drainase purulen; laporkan tanda-tanda tersebut kepada dokter dengan segera
R: tanda ini dapat mengindikasikan infeksi
d.      Anjurkan anak untuk minum sekurang-kurangya 60 ml/jam
R: peningkatan asupan cairan dapat mengencerkan urine dan mendorong untuk berkemih
e.       Beri obat antibiotic profilaktik sesuai program, untuk membantu mencegah infeksi. Pantau anak untuk efek terapeutik dan efek samping
R: pemantauan yang demikian membantu menentukan kemanjuran obat antibiotic dan toleransi anak terhadap obat tersebut. (Speer,2007)

4.      Ansietas (orang tua) yang berhubungan dengan penampilan penis anak setelah pembedahan
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2x24jam diharapkan  orang tua akan mengalami penurunan rasa cemas yang ditandai oleh pengungkapan perasaan mereka tentang kelainan anak.

Intervensi:
a.       Anjurkan orang tua untuk mengekspresikan perasaan dan kekhawatiran mereka tentang ketidaksempurnaan fisik anak. Fokuskan pada pertanyaan tentang seksualitas dan reproduksi.
R: membiarkan orang tua mengekspresikan perasaan serta kekhawatiran mereka, dapat memberikan perasaan didukung dan dimengerti sehingga mengurangi rasa cemas mereka. Mereka cenderung merasa sangat khawatir terhadap efek kelainan, pada aspek seksualitas dan reproduksi.
b.      Bantu orang tua melalui proses berduka yang normal
R: proses berduka memungkin orang tua dapat melalui kecemasan dan perasaan distress mereka.
c.       Rujuk orang tua kepada kelompok pendukung yang tepat, jika diperlukan
R: kelompok pendukung dapat membantu orang tua mengatasi ketidaksempurnaan fisik anak.
d.      Apabila memungkinkan, jelaskan perlunya menjalani pembedahan multiple, dan jawab setiap pertanyaan yang muncul dari orang tua
R: perbaikan yang sudah dilakukan melaui pembedahan perlu berlangsung secara bertahap. Dengan mendiskusikan hal ini dengan orang tua dan member kesempatan mengekspresiakan perasan mereka dapat mengurangi kecemasan. (Speer,2007)

5.      Defisit pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2x24jam diharapkan orang tua mengekspresikan pemahaman tentang instruksi perawatan di rumah, dan mendemonstrasikan prosedur perawatan dirumah
Intervensi:
a.       Ajarkan orang tua tanda serta gejala infeksi saluran kemih atau infeksi pada area insisi, termasuk peningkatan suhu, urine keruh, dan drainase purulen dari insisi
R: mengetahui tanda dan gejala infeksi mendorong orang tua mencari pertolongan medis ketika membutuhkannya
b.      Ajarkan orang tua cara merawat kateter dan penis, termasuk membersihkan daerah sekeliling kateter, mengosongkan kantong drainase dan memfiksasi kateter; jelaskan pentingnya memantau warna serta kejernihan urine
R: informasi semacam ini dapat meningkatkan kepatuhan terhadap penatalaksanaan keperawatan di rumah dan membantu mencegah kateter lepas serta infeksi
c.       Anjurkan orang tua untuk mencegah anak untuk tidak mengambil posisi mengangkang, saat mengendarai sepeda atau menunggang kuda
R: posisi mengangkang dapat menyebabkan kateter terlepas dan merusak area operasi
d.      Apabila dibutuhkan, ajarkan orang tua tentang tujuan dan penggunaan obat antibiotik serta obat-obatan, untuk spasme kandung kemih (meperidin hidroklorida [Demerol], asetaminofen[Tylenol]); jelaskan juga perincian tentang pemberian, dosis dan efek samping
R: obat analgesic dapat mengendalikan rasa nyeri. Spasme kandung kemih dapat terjadi akibat iritasi kandung kemih. Dengan mengetahui efek samping mendorong orang tua mencari pertolongan medis ketika membutuhkan.














BAB 4
PENUTUP

4.1. Simpulan
Hipospadia berasal dari dua kata yaitu ‘hypo’ yang berarti di bawah dan spadon yang berarti keratan yang panjang. Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan dimana meatus uretra eksterna berada di bagian permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal (ujung glanss penis) (Arif Mansjoer, 2000). hipospadia adalah suatu kelainan bawaan sejak lahir dimana lubang uretra terdapat di penis bagian bawah bukan diujung penis. Klasifikasi Hypospadia adalah tipe glandulan (balantik) yaitu meatus terletak pada pangkal penis, tipe distal penil yaitu meatus terletak pada distal penis, tipe penil yaitu meatus terletak antara perineal dan scrotum, tipe scrotal yaitu meatus terletak di scratum, tipe perineal yaitu meatus terletak di perineal.

4.2. Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan diharapkan dapat memahami dan mengetahui penyebab, bahaya serta cara penanganan hipospadia secara tepat sehingga dalam melakukan tindakan keperawatan di masa mendatang dapat memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang sudah ditetapkan. Selain itu dapat memberikan pendidikan kesehatan penanganan pertama pada pasien dengan hipospadia.



DAFTAR PUSTAKA

Alatas, Husein dkk. 2002. Buku Ajar Nefrologi Anak. Jakarta: Penerbit Behrman
Barlow, Sheilla dan Weller, Barbara F. 1985. Pediatric Nursing. Jakarta : Engish Langue Book Society
Brough, Helen. 2007. Rujukan Cepat Pediatri Dan Kesehatan Anak. Jakarta: EGC
Laurence S. Baskin. 2006. Cambridge Pediatric Surgery & Urology 2nd edHypospadias . New York : Cambridge University Press
Lissauer,Tom.2006. At a Glance Neonatologi. Jakarta: Penerbit Erlangga
Markum, A H.1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Mary E. Adelsberger, Daniel D. Smeak. 2009. Repair of extensive perineal hypospadias in a Boston terrier using tubularized incised plate urethroplasty. University of Pennsylvania.
Miroslav L. Djordjevic, Sava V. Perovic, Zoran Slavkovic, Nenad Djakovic. 2006. Longitudinal Dorsal Dartos Flap for Prevention of Fistula after a Snodgrass Hypospadias Procedure. European Association of Urology.
Mosby Price,Sylvia Anderson. 1995. Pathofisiologi. Jakarta: EGC
Mosby Suriadi SKp, dkk. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : Fajar   Interpratama
Muscari, Mary E. 2005. Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC
Muslihatum, Wafi Nur .2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta: Penerbit Fitramaya
Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M. 1995. Pathofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit, Jakarta : EGC
Richard E. 2010. Esensi Pediatri. Jakarta:EGC
Suriadi dan Yuliani,Rita. 2001. Askep Pada Anak,edisi 1. Jakarta : Fajar Interpretama
Smelzer, Suzane. 2002. Keperawatan Medikal Bedak,edisi 8. Jakarta : EGC
Short, J R. 2011. Sinopsis Pediatri. Tanggerang: Binarupa Aksara Publisher
Speer, Kathleen Morgan.2007. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

Currently have 0 komentar:


Leave a Reply