Senin, 28 Oktober 2013
MAKALAH KEPERAWATAN
SISTEM PERKEMIHAN
II
UROLITHIASIS
Oleh:
Kelompok
9
1.
Alfa Brilian (101.0005)
2.
Dwi Adi W. (101.0027)
3.
Lailiah Indri (101.0057)
4.
M. Zainudin (101.0063)
5.
Regent W. B. (101.0091)
6.
Verry Efriliyana (101.0111)
7.
Yanis Citra K (101.0117)
SEKOLAH TINGGI
ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
2012
BAB
2
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi
Saluran kemih terdiri dari ginjal yang
terus menerus membentuk kemih dan berbagai saluran dan reservoir yang
dibutuhkan untuk membawa kemih keluar tubuh.
Ginjal melakukan fungsi vital
sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah dengan mensekresi solut dan
air secara selektif. Kalau kedua ginjal karena sesuatu hal gagal melakukan
fungsinya maka kematian akan terjadi dalam waktu 3-4 minggu. Fungsi vital
ginjal dilakukan dengan filtrasi plasma darah melalui glomerulus diikuti dengan
reabsorbsi sejumlah solut dan air dalam jumlah yang tepat di sepanjang tubulus
ginjal. kelebihan solut dan air akan diekskresikan keluar tubuh sebagai kemih
melalui sistem pengumpul.
Ginjal merupakan organ yang berbentuk
seperti kacang, terletak di kedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan
sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena tertekan ke bawah
oleh hati. Katup atasnya terletak setinggi kosta kedua belas, sedangkan katup
atas ginjal kiri terletak setinggi kosta sebelas.
Kedua ureter merupakan saluran yang
panjangnya 10 sampai 12 inci, terbentang dari ginjal sampai kandung kemih.
Fungsi satu-satunya akan menyalurkan kemih ke kandung kemih. Kandung
kemih adalah satu kantung berotot yang dapat mengempis, terletak di belakang
simpisis pubis. Kandung kemih mempunyai tiga muara : dua muara ureter dan satu
muara uretra. Fungsi kandung kemih adalah sebagai tempat penyimpanan kemih
sebelum meninggalkan tubuh dan dibantu oleh uretra. Kandung kemih berfungsi
mendorong kemih keluar tubuh. Uretra adalah saluran kecil yang dapat
mengembang, berjalan dari kandung kemih sampai keluar tubuh. Panjangnya pada
wanita 1½ inci dan pada pria sekitar 8 inci. Muara uretra keluar tubuh disebut
meatus urinarius.
Hubungan Anatomi Ginjal
Ginjal terletak di bagian belakang abdomen
atas, di belakang peritoneum, di depan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot
besar, yaitu: transversus, abdominis, kuadratur lumborum dan psoas mayor.
Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal.
Kelenjar adrenal terletak di atas katup masing-masing ginjal.
Ginjal terlindung dengan baik dari trauma
langsung : di sebelah posterior dilindungi oleh kosta dan otot-otot yang
meliputi kosta, sedangkan di anterior dilindungi oleh bantalan usus yang tebal.
Kalau ginjal cedera, maka hampir selalu diakibatkan oleh kekuatan yang mengenai
kosta kedua belas, yang berputar ke dalam dan menjepit ginjal di antara kosta
sendiri dan korpus vertebrae lumbalis. Karena perlindungan yang sempurna
terhadap cedera langsung ini, maka ginjal dengan sendirinya sukar untuk diraba
dan juga sulit dicapai waktu pembedahan. Ginjal kiri yang ukurannya normal,
biasanya tidak teraba pada waktu pemeriksaan fisik karena dua pertiga atas
permukaan anterior ginjal tertutup oleh limpa. Kedua ginjal yang membesar
secara mencolok atau tergeser dari tempatnya dapat diketahui dengan palpasi.
Pada orang dewasa, ginjal panjangnya 12-13
cm, lebarnya 6 cm dan beratnya antara 120-150 gram. Ginjal mendapat darah langsung
dari percabangan aorta abdominalis yaitu arteri renalis. Satuan unit kerja
ginjal adalah nefron. Masing-masing ginjal memiliki struktur dan fungsi sama.
Setiap nefron terdiri dari kapsula Bowman, yang mengitari rumbai kapiler
glomerulus, tubulus proksimal, lengkung henle dan tubulus distal dan duktus
koligentes.
Pembuluh Darah Ginjal
Arteri
renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra lumbalis
dua. Vena renalis menyalurkan darah ke dalam vena inferior yang terletak di sebelah
kanan garis tengah, akibatnya verenalis kiri kira-kira dua kali lebih panjang
dari vena renalis kanan.
Saat arteria renalis masuk ke dalam hilus,
arteria tersebut bercabang dari arteria interlobaris yang berjalan diantara
piramid, selanjutnya membentuk arteria arkuta yang melengkung melintasi
basis-basis piramid arteri arkuta kemudian membentuk arteriola-arteriola
interlobaris yang tersusun paralel dalam korteks. (lihat gambar pembuluh darah
ginjal).
Aparatus Jukstaglomerulus
Dari tiap nefron bagian pertama dari
tubulus distal berasal dari medula sehingga terletak dalam sudut yang terbentuk
antara arteriol eferen dan aferen dari glomerulus nefron yang bersangkutan.
Pada lokasi ini sel-sel Jukstaglomerulus dinding arteriol eferen mengandung
sekresi yang diduga mengeluarkan renin. Renin merupakan enzim yang sangat
penting pada pengaturan tekanan darah.
Ultrafiltrasi Glomerulus
Pembentukan kemih dimulai dengan proses
filtrasi dalam korteks dan berlanjut selama bahan pembentukan kemih tersebut
mengalir melalui tubulus dan duktus pengumpul. Kemih yang terbentuk kemudian
mengalir ke dalam duktus papilaris belini, masuk kaliks minor, kaliks
mayor pelvis ginjal dan akhirnya meninggalkan ginjal melalui ureter menuju
kandung kemih. Dinding kaliks, pelvis dan ureter mengandung otot polos yang
berkontraksi secara berirama dan membantu mendorong kemih melalui saluran kemih
dengan gerakan peristaltik.
Fungsi ginjal adalah :
1.
Mempertahankan keseimbangan cairan tubuh.
2.
Mempertahankan kadar elektrolit plasma dalam rentang
normal.
3.
Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan
mengeluarkan kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3-.
4.
Mengeluarkan produk akhir nitrogen dan metabolisme
protein, terutama urea, asam urat dan kreatinin.
5.
Menghasilkan renin dalam pengaturan tekanan darah.
6.
Menghasilkan eritropoetin yang berperan dalam
pembentukan sel darah merah di sumsum tulang.
7.
Metabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
8.
Menghasilkan prostaglandin.
9.
Degradasi insulin.
2.2 Definisi
Urolithiasis adalah
adanya batu (kalkuli) di traktus urinarius (Brunner and Suddarth, 2002, hal.
1460).
Urolithiasis adalah
kalsifikasi dengan sistem urinari kalkuli, seringkali disebut batu ginjal. Batu dapat
berpindah ke ureter dan kandung kemih (Black, Joyce, 1997, hal. 1595).
2.3 Etiologi
Sampai saat sekarang penyebab terbentuknya
batu belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor predisposisi terjadinya batu,
yaitu :
a. Ginjal: Tubular
rusak pada nefron, mayoritas terbentuknya batu.
b. Immobilisasi:
Kurang gerakan tulang dan muskuloskeletal menyebabkan penimbunan kalsium.
Peningkatan kalsium di plasma akan meningkatkan pembentukan batu.
c. Infeksi: Infeksi
saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan menjadi inti
pembentukan batu.
d. Kurang minum
: Sangat potensial terjadi timbulnya pembentukan batu.
e. Pekerjaan: Dengan
banyak duduk lebih memungkinkan terjadinya pembentukan batu dibandingkan
pekerjaan seorang buruh atau petani.
f. Iklim: Tempat
yang bersuhu dingin (ruang AC) menyebabkan kulit kering
dan pemasukan cairan kurang. Tempat yang bersuhu panas misalnya di daerah
tropis, di ruang mesin menyebabkan banyak keluar keringat, akan mengurangi
produksi urin.
g. Diuretik : Potensial
mengurangi volume cairan dengan meningkatkan kondisi terbentuknya batu saluran
kemih.
h. Makanan: Kebiasaan
mengkonsumsi makanan tinggi kalsium seperti susu, keju, kacang polong, kacang
tanah dan coklat. Tinggi purin seperti : ikan, ayam, daging, jeroan. Tinggi
oksalat seperti : bayam, seledri, kopi, teh, dan vitamin D.
a. Teori inti
matriks
Terbentuknya
batu saluran kencing memerlukan adanya substansia organik sebagai inti.
Substansia organik ini terutama terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein A
yang akan mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentuk batu.
b. Teori
supersaturasi
Terjadi
kejenuhan substansia pembentuk batu dalam urine seperti sistin, santin, asam
urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya btauk.
c. Teori
presipitasi-kristalisasi
Perubahan pH
urine akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urine. Pada urine yang
bersifat asam akan mengendap sistin, santin, asam dan garam urat, sedangkan
pada urine yang bersifat alkali akan mengendap garam-garam fosfat.
2.3.2 Klasifikasi Batu
a. Batu kalsium
Terutama
dibentuk oleh pria pada usia rata-rata timbulnya batu adalah dekade ketiga.
Kebanyakan orang yang membentuk batu lagi dan interval antara batu-batu yang
berturutan memendek atau tetap konstan. Kandungan dari batu jenis ini terdiri
atas kalsium oksalat, kalsium fosfat atau campuran dari kedua jenis batu
tersebut. Faktor yang menyebabkan terjadinya batu kalsium adalah :
·
Hiperkalsiuria
Dapat
disebabkan oleh pembuangan kalsium ginjal primer atau sekunder terhadap
absorbsi traktus gastrointestinal yang berlebihan. Hiperkalsiuria absorptif
dapat juga disebabkan oleh hipofosfatemia yang merangsang produksi vitamin D3.
Tipe
yang kurang sering adalah penurunan primer pada reabsorbsi kalsium di
tubulus ginjal, yang mengakibatkan hiperkalsiuria di ginjal.
·
Hipositraturia
Sitrat
dalam urin menaikkan kelarutan kalsium dan memperlambat perkembangan batu
kalsium oxalat. Hipositraturia dapat terjadi akibat asidosis tubulus distal
ginjal, diare kronik atau diuretik tiazid.
·
Hiperoksalouria
Terdapat
pada 15% pasien dengan penyakit batu berulang (> 60 mg/hari). Hiperoksaluria
primer jarang terjadi, kelainana metabolisme kongenital yang merupakan autosan
resesif yang secara bermakna meningkatkan ekskresi oksalat dalam urin,
pembentukan batu yang berulang dan gagal ginjal pada anak.
b.
Batu asam urat
Batu asam
urat merupakan penyebab yang paling banyak dari batu-batu radiolusen di ginjal.
Batu-batu tersebut dapat terbentuk jika terdapat hiperurikosuria dan urin asam
yang menetap.
c.
Batu struvit
Sering
ditemukan dan potensial berbahaya. Batu ini terutama pada wanita, diakibatkan
oleh infeksi saluran kemih oleh bakteri-bakteri yang memiliki urease, biasanya
dari psesies proteus. Batu ini dapat tumbuh menjadi besar dan mengisi pelvis
ginjal dan kalises untuk menimbulkan suatu penampilan seperti “tanduk rusa
jantan”. Dalam urin, kristal struvit berbentuk prisma bersegi empat yang
menyerupai tutup peti mati.
2.4 Patofisiologi
Mekanisme terbentuknya batu pada saluran kemih atau
dikenal dengan urolitiasis belum diketahui secara pasti. Namun ada beberapa
faktor predisposisi terjadinya batu antara lain : Peningkatan konsentrasi
larutan urin akibat dari intake cairan yang kurang dan juga peningkatan
bahan-bahan organik akibat infeksi saluran kemih atau stasis urin menyajikan
sarang untuk pembentukan batu.
Supersaturasi elemen urin seperti kalsium, fosfat,
oxalat, dan faktor lain mendukung pembentukan batu meliputi : pH urin yang
berubah menjadi asam, jumlah solute dalam urin dan jumlah cairan urin.
Masalah-masalah dengan metabolisme purin mempengaruhi pembentukan batu asam
urat. pH urin juga mendukung pembentukan batu. Batu asam urat dan batu cystine
dapat mengendap dalam urin yang asam. Batu kalsium fosfat dan batu struvite
biasa terdapat dalam urin yang alkalin. Batu oxalat tidak dipengaruhi oleh pH
urin.
Imobilisasi yang lama akan menyebabkan pergerakan
kalsium menuju tulang akan terhambat. Peningkatan serum kalsium akan menambah
cairan yang akan diekskresikan. Jika cairan masuk tidak adekuat maka penumpukan
atau pengendapan semakin bertambah dan pengendapan ini semakin kompleks
sehingga terjadi batu.
Batu yang terbentuk dalam saluran kemih sangat
bervariasi, ada batu yang kecil dan batu yang besar. Batu yang kecil dapat
keluar lewat urin dan akan menimbulkan rasa nyeri, trauma pada saluran kemih
dan akan tampak darah dalam urin. Sedangkan batu yang besar dapat menyebabkan
obstruksi saluran kemih yang menimbulkan dilatasi struktur, akibat dari
dilatasi akan terjadi refluks urin dan akibat yang fatal dapat timbul
hidronefrosis karena dilatasi ginjal.
Kerusakan pada struktur ginjal yang lama akan
mengakibatkan kerusakan pada organ-organ dalam ginjal sehingga terjadi gagal
ginjal kronis karena ginjal tidak mampu melakukan fungsinya secara normal. Maka
dapat terjadi penyakit GGK yang dapat menyebabkan kematian.
2.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius
bergantung pada adanya obstruksi, infeksi dan edema. Ketika batu menghambat
aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan
distensi piala ginjal serta ureter proksimal.
Infeksi (pielonefritis dan sistitis yang disertai
menggigil, demam dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus
menerus. Beberapa batu menyebabkan sedikit gejala namun secara perlahan merusak
unit fungsional (nefron) ginjal. Manifestasi yang paling menonjol adalah nyeri
yang luar biasa dan ketidak nyamanan.
Keluhan yang disampaikan pasien
tergantung pada letak batu, besar batu dan penyulit yang telah terjadi. Pada
pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok di daerah kosto-vertebra,
teraba ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis, ditemukan tanda-tanda
gagal ginjal, retensi urine dan jika disertai infeksi didapatkan
demam/menggigil.
a) Batu di piala
ginjal
Mungkin
berkaitan dengan sakit yang dalam dan terus menerus di area kostovertebral.
Hematuria dan piuria dapat dijumpai. Nyeri yang berasal dari area renal
menyebar secara anterior dan pada wanita kebawah mendekati kandung kemih
sedangkan pada pria mendekati testis. Bila nyeri mendadak menjadi akut,
disertai nyeri tekan diseluruh area kostovertebral, dan muncul mual dan muntah,
maka pasien sedang mengalami episode kolik renal. Diare dan ketidaknyamanan
abdominal dapt terjadi. Gejala gastrointestinal ini akibat dari refleks
renointestinal dan proksimitas anatomik ginjal ke lambung, pankreas, dan usus
besar.
b) Batu yang
terjebak di ureter
Menyebabkan
gelombang nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik yang menyebar ke paha dan
genitalia. Pasien sering merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit urin yang keluar,
dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasif batu. Kelompok gejala ini
disebut kolik ureteral. Umumnya, pasien akan mengeluarkan batu dengan diameter
0,5 sampai 1 cm secara spontan. Batu dengan diameter 1 cm biasanya harus
diangkat atau dihancurkan sehingga dapat diangkat atau dikeluarkan secara
spontan.
c) Batu di
kandung kemih
Biasanya
menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan
hematuri. Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih akan terjadi
retensi urine. Jika infeksi berhubungan dengan adanya batu, maka kondisi ini
jauh lebih serius, disertai sepsis yang mengancam kehidupan pasien.
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan
sedimen urine menunjukan adanya lekosit, hematuria dan dijumpai kristal-kristal
pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya adanya
pertumbuhan kuman pemecah urea.
Pemeriksaan
faal ginjal bertujuan mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal
dan untuk mempersipkan pasien menjalani pemeriksaan foto PIV. Perlu juga
diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai penyebab timbulnya batu salran
kemih (kadar kalsium, oksalat, fosfat maupun urat dalam darah dan urine).
Pembuatan foto polos abdomen
bertujuan melihat kemungkinan adanya batu radio-opak dan paling sering dijumpai
di atara jenis batu lain. Batu asam urat bersifat non opak (radio-lusen).
Pemeriksaan
pieolografi intra vena (PIV) bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi
ginjal. Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi opak atau batu non
opak yang tidak tampak pada foto polos abdomen.
Ultrasongrafi
dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV seperti pada
keadaan alergi zat kontras, faal ginjal menurun dan pada pregnansi. Pemeriksaan
ini dapat menilai adanya batu di ginjal atau buli-buli (tampak sebagai echoic
shadow), hidronefrosis, pionefrosis atau pengkerutan ginjal.
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan
dari penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu, menentukan jenis batu,
mencegah kerusakan nefron, mengendalikan infeksi, dan mengurangi obstruksi yang
terjadi.
Pengurangan nyeri.
Tujuan segera dari penanganan kolik renal atau ureteral adalah untuk mengurangi
nyeri sampai penyebabnya dapat dihilangkan; morfin atau meperiden diberikan
untuk mencegah syok dan sinkop akibat nyeri yang luar biasa. Mandi air panas
atau air hangat di area panggul dapat bermanfaat. Cairan diberikan, kecuali
pasien mengalami muntah atau menderita gagal jantung kongestif atau kondisi
lain yang memerlukan pembatasan cairan. Ini meningkatkan tekanan hidrostatik
pada ruang dibelakang batu sehingga mendorong pasase batu tersebut ke bawah.
Masukan cairan sepanjang hari mengurangi konsentrasi kristaloid urin,
mengencerkan urin dan menjamin haluaran urin yang besar.
Pengangkatan Batu. Pemeriksaan
sitoskopik dan pasase kateter ureteral kecil untuk menghilangkan batu yang
menyebabkan obstruksi (jika mungkin), akan segera mengurangi tekanan belakang
pada ginjal dan mengurangi nyeri.
Ketika
batu telah ditemukan, analisis kimiawi dilakukan untuk menentukan komposisinya.
Analisis dapat membuktikan indikasi yang jelas mengenai penyakit yang
mendasari. Sebagai contoh, batu kalsium oksalat atau kalsium fosfat biasanya
menunjukkan adanya gangguan metabolisme kalsium atau oksalat, sedangkan batu
urat menunjukkan adanya gangguan metabolisme asam urat. Batu struvit (batu
infeksi) terdapat sekitar 15% dari seluruh batu urinarius. Agens antibakterial
spesifik diberikan jika terjadi infeksi.
Terapi Nutrisi Dan Medikasi. Terapi
nutrisi berperan penting dalam mencegah batu renal. Masukan cairan yang adekuat
dan menghindari makanan tertentu dalam diet
yang merupakan bahan utama pembentuk batu (misal kalsium) efektif untuk
mencegah pembentukan batu atau lebih jauh meningkatkan ukuran batu yang telah
ada. Setiap pasien batu renal harus minum paling sedikit 8 gelas air sehari
untuk mempertahankan urin encer, kecuali dikontraindikasikan.
Batu Kalsium. Kebanyakan
batu mengandung kalsium yang berkombinasi dengan fosfat atau substansi lain.
Pada pasien ini, pengurangan kandungan kalsium dan fosfor dalam diet dapat
membantu mencegah pembentukan batu lebih lanjut. Urin dapat menjadi asam dengan
pemakaian medikasi seperti amonium klorida atau asam asetohidroksamik.
Natrium
selulosa fosfat telah dilaporkan efektif dalam mencegah batu kalsium. Agens ini
mengikat kalsium yang berasal dari makanan dalam saluran intestinal, mengurangi
jumlah kalsium yang diabsorbsi kedalam sirkulasi. Jika peningkatan produksi
parathormon (menyebabkan peningkatan kadar kalsium serum dalam darah dan urin)
merupakan faktor yang menyebabkan pembentukan batu, terapi diuretik menggunakan
thiazide mungkin efektif dalam mengurangi kalsium ke dalam urin dan menurunkan
kadar parathormon.
Batu Fosfat. Diet
rendah fosfor dapat diresepkan untuk pasien yang memiliki batu fosfat. Untuk
mengatasi kelebihan fosfor, jeli aluminium hidroksida dapat diresepkan karena
agens ini bercampur dengan fosfor, dan mengekskresikannya melalui saluran
intestinal bukan ke sistem urinarius.
Batu Urat.
Untuk
mengatasi batu urat, pasien diharuskan diet rendah purin untuk mengurangi
ekskresi asam urat dalam urin. Makanan tinggi purine (kerang, ikan hering,
asparagus, jamur, dan jeroan) harus dihindari, dan protein lain harus dibatasi.
Allopurinol (Zyloprim) dapat diresepkan untuk mengurangi kadar asam urat serum
dan ekskresi asam urat ke dalam urin. Urin dibasakan. Untuk batu sistin, diet
rendah protein diresepkan, urin dibasakan, dan penisilamin diberikan untuk
mengurangi jumlah sistin dalam urin.
Batu Oksalat.
Untuk batu oksalat, urin encer dipertahankan dengan pembatasan masukan oksalat.
Makanan yang harus dihindari mencakup sayuran hijau berdaun banyak; kacang,
seledri, gula bit, buah beri hitam, kelembak; coklat; teh, kopi, dan kacang
tanah.
Jika
batu tidak dapat keluar secara spontan atau jika terjadi komplikasi, modalitas
penanganan mencakup terapi gelombang kejut ekstrakorporeal, pengangkatan batu
perkutan, atau ureteroskopi.
Lithotripsi
Gelombang Kejut Ekstrakorporeal. Lithotripsi gelombang
kejut ekstrakorporeal (ESWL) adalah prosedur noninvasif yang digunakan untuk
menghancurkan batu di kaliks ginjal. Sebuah batu tersebut pecah menjadi bagian
yang kecil seperti pasir, sisa-sisa batu tersebut dikeluarkan secara spontan.
Pada
ESWL, atau lithotripsi, amplitudo tekanan berenirgi tinggi dari gelombang kejut
dibangkitkan melalui suatu pelepasan energi yang kemudian disalurkan ke air dan
jaringan lunak. Ketika gelombang kejut menyentuh substansu yang intensitasnya
berbeda (batu renal), tekanan gelombang mengakibatkan permukaan batu pecah.
Pengulangan gelombang kejut ke batu akhirnya menyebabkan batu tersebut menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil. Bagian yang lebih kecil ini diekskresikan ke
dalam urin, biasanya tanpa kesulitan.
Kebutuhan
anestesia pada prosedur ini bergantung pada tipe lithotripsi yang digunakan,
ditentukan oleh jumlah dan intensitas gelombang kejut yang disalurkan.
Rata-rata penanganan adalah antara 1000-3000 gelombang kejut. Bangkitan awal
lithotripsi memerlukan anestesi lokal dan anestesi umum. Namun demikian, pabrik
lithotripsi menyatakan bahwa mayoritas pasien yang ditangani dengan produk
mereka tidak atau sedikit memerlukan anestesi.
Meskipun
gelombang kejut biasanya tidak merusak jaringan lain, ketidaknyamanan akibat
syok multipel dapat terjadi. Pasien diobservasi akan adanya obstruksi dan
infeksi akibat hambatan di traktus urinarius oleh serpihan batu. Seluruh urin
disaring setelah prosedur; kerikil atau pasir yang dikeluarkan dikirim ke
laboratorium untuk analisis kimia. Beberapa penanganan mungkin diperlukan untuk
menjamin pemecahan batu.
Meskipun
lithotripsi merupakan penanganan yang mahal, tetapi terapi ini telah menurunkan
lama rawat dan hemat karena prosedur invasif untuk mengangkat batu yang dapat
dihindari.
Penyuluhan
pasien. ESWL terbukti efektif pada
pasien rawat jalan; oleh karena itu perawat harus menyediakan instruksi
perawatan di rumah dan pentingnya tindak lanjut. Pasien didorong untuk
meningkatkan masukan cairan untuk memfasilitasi pasase serpihan batu, yang
mungkin terjadi 6 minggu sampai beberapa bulan setelah prosedur. Pasien dan
keluarga diinstruksikan mengenai tanda dan gejala yang menunjukkan adanya
komplikasi, seperti demam, penuruna haluaran urin, dan nyeri. Perawat juga
perlu menjelaskan kepada pasien akan kemungkinan hematuria (diantisipasi untuk
semua pasien), namun hal ini dapat hilang dalam waktu 24 jam. Pasien dipantau
dengan cermat oleh dokter untuk menjamin bahwa penanganan efektif dan tanpa
komplikasi, seperti obstruksi, infeksi, hematoma renal, atau hipertensi.
Karena
risiko kambuh yang tinggi perawat harus
memberikan pelajaran mengenai batu ginjal dan cara mencegah
kekambuhannya. Instruksi mengenai diet kalsium, asam urat dan oksalat yang
tepat diberikan, tergantung dari komposisi batu.
Metode Endurologi
Pengangkatan Batu. Bidang endurologi menggabungkan
keterampilan ahli radiologi dan urologi untuk mengangkat batu renal tanpa
pembedahan mayor. Nefrostomi perkutadapat dikurangi n (nefrolitotomi perkutan)
dilakukan, dan nefroskop dimasukkan ke traktus perkutan yang sudah dilebarkan
ke dalam parenkim renal. Batu dapat diangkat dengan forseps atau jaring,
tergantung dari ukurannya. Selain itu, alat ultrasound dapat dimasukkan melalui
selang nefrostomi disertai pemakaian gelombang ultrasonik untuk menghancurkan
batu. Serpihan batu dan debu batu diirigasi dan diisap keluar dari duktus
kolektikus. Batu yang besar selanjutnya dapat dikurangi dengan disintegrasi
ultrasonik dan diangkat dengan forsep atau jaring.
2.8 Proses Keperawatan
2.8.1
Pengkajian
Pasien
yang diduga mengalami batu ginjal dikaji terhadap adanya nyeri dan ketidak
nyamanan. Keparahan dan lokasi nyeri ditentukan bersamaan dengan radiasi nyeri.
Pasien juga dikaji akan adanya gejala yang berhubungan seperti mual, muntah, diare,
dan distensi abdomen. Pengkajian keperawatan mencakup observasi tanda-tanda
infeksi traktus urinarius (menggigil, demam, disuria, sering berkemih, dan
hesitancy) dan obstruksi (berkemih sering dengan jumlah urin sedekit, oliguria,
anuria). Selain itu, urin diobservasi akan adanya darah dan di saring untuk
kemungkinan adanya batu atau kerikil.
Riwayat difokuskan pada factor predisposisi
penyebab terbentuknya batu di traktus urinarius atau factor pencetus episode
kolik renal atau ureteral. Factor predisposisi terbentuknya batu mencakup
riwayat adanya batu dalam keluarga, kanker atau gangguan pada sum-sum tulang,
atau diet tinggi kalsium atau purine. Factor yang dapat mencetuskan pembentukan
batu pada pasien yang terkena batu ginjal mencakup episode dehidrasi,
imobilisasi yang lama, dan infeksi. Pengetahuan pasien tentang batu renal dan
upaya untuk mencegah kejadian dan kekambuhan juga di kaji.
2.8.2
Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan
pada data pengkajian, diagnose keperawatan pada batu renal mencakup yang berikut
:
a. Nyeri b/d inflamasi, obstruksi dan abrasi urinarius.
b. Kurang pengetahuan tentang pencegahan kekambuhan
batu renal
2.8.3
Intervensi Keperawatan
Mengurangi
nyeri. Pengurangan segera terhadap nyeri yangparah akibat coliks renal atau
ureteral dilakukan dengan analgesic narkotik.
Pemberian secara
intra vena atau intra muscular dapat diresepkan untuk mengurangi nyeri dengan
cepat. Pasien didorong dan dibantu untuk berbaruing pada posisi yang nyaman.
Jika aktivitas dapat mengurangi nyeri, pasien dibantu untuk ambulasi. Nyeri
dipantau dengan ketat, dan meningkatkan nyeri segera dilaporkan ke dokter,
sehingga nyeri dapat dikurangi dan ditangani.pasien disiapkan untuk menjalani
penanganan lain (mis., litotripsi, pengangkatan batu perkutan, ureteroskopi, atau
pembedahan). Jika nyeri sangat parah dan tidak hilang serta batu tidak dapat
keluar dengan spontan.
Pendidikan pasien.
Karena batu diketahui akan terjadi kembali, pasien didorong untuk mengikuti
program untuk menghindari berkurangnya pembentukan batu. Satu segi pencegahan
adalah untuk mempertahankan masukan cairan, karena batu mudah terbentuk dalam
urin konsentrasi tinggi. Pasien yang menunjukkan keccenderungan untuk membentuk
batu hharus minum cukup cairan
mengeluarkan 3000-4000 ml urin tiap 24 jam, mematuhi resep diet, dan
menghindari peningkatan suhu lingkungan yang mendadak,yang dapat menyebabkan
menurunnya jumlah urin. Kegiatan dan aktivitas yang menimbuklkan keringat
berlebih dapat menyebabkan dehidrasi berat untuk sementara.,oleh karena itu
maukan cairan harus ditingkatkan. Cairan yang cukup harus dikonsumsi pada sore
hari untuk mencegah urin menjadi pekat. Kultur urin dilakukan tiap 1-2 bulan
pada tahun pertama dan kemudian secara periodic.kekambuhan infeksi traktus urinarius ditangani dengan
tepat.
Karena imobilisasi
lamam memperlambat drainase urin dan merrubah metabolism kalsium, peniingkatan
mobilitas dianjurkan jika mungkin. Selain itu, ingestivitamin (terutama vitamin
D) dan mineral dianjurkan.
Jika litotripsi,
pengangkatan batu perkutan, ureteroskopi atau prosedur bedah lain untuk
mengangkat batu telah dilakukan, pasien telah dijelaskan tentang tanda dan
gejala komplikasi dan perlunya untuk melaporkannya ke dokter. Pentingnya tindak
lanjut untuk mengkaji fungsi ginjal dan untuk menjamin bahwa penghancuran atau
pengangkatan batu ginjal berhasil baik ditekankan pada pasien dan keluarga.
Jika medikasi diberikan untuk mencegah pembentukan batu, kerja dan pentingnya
medikasi dijelaskan kepada pasien. Selain itu, informasi yang rinci mengenai
makanan yang harus dimakan atau dihindari dijelaskan secara verbal atau
tertulis.pasien diinstruksikan untuk memantau pH urin dan menilai hasilnya.
Karena tingginya resiko kambuh, maka pasien diajarkan mengenai tanda dan gejala
pembentukan batu, obstruksi dan infeksi serta pentingnya untuk segerea
melaporkan hal tersebut.
2.8.4
Evaluasi Keperawatan
Hasil yang diharapkan :
1.
Menunjukkan berkurangnya nyeri .
2.
Menunjukkan peningkatan perilaku sehat untuk mencegah kekambuhan.
a.
Mengkonsumsi cairan dalam jumlah besar (10-12 gelas setiap hari).
b.
Melakukan aktivitas yang sesuai.
c.
Mengkonsumsi diet yang diresepkan untuk mengurangi faktor predisposisi
pembentukan batu.
d.
Mengidentifikasi gejala yang harus dilaporkan ke tenaga kesehatan (demam,
menggigil, nyeri panggul, hematuria).
e.
Memantau pH urin sesuai anjuran.
f.
Mematuhi medikasi seperti yang
dianjurkan untuk mengurangi pembentukan batu.
3.
Tidak adanya komplikasi.
a.
Tidak memperlihatkan tanda sepsis dan infeksi.
b.
Berkemih sebanyak 200-400 ml urin jernih tanpa mengandung sel darah merah
setiap kali berkemih.
c.
Melaporkan tidak adanya disuria, frekuensi dan hesitansi.
d.
Memperlihatkan suhu normal.
2.8.5
Discharge Planning
Untuk membantu pemulihan
pasca bedah atau tindakan:
a.
Anjurkan untuk banyak minum untuk
mempercepat pengeluaran partikel-partikel batu.
b.
Jelaskan bahwa mungkin akan ada darah yang
terdapat dalam urine selama beberapa minggu.
c.
Anjurkan pasien untuk sering berjalan demi
membantu keluarnya pecahan-pecahan batu.
d.
Ajarkan tentang penggunaan obat analgetik
yang masih diperlukan untuk mengurangi nyeri kolik yang menyertai keluarnya
pecahan batu.
Untuk mencegah terbentuknya
kembali batu tersebut:
a.
Anjurkan untuk diet yang berhubungan
dengan jenis batu : hindari kalsium dan fosfor yang berlebihan untuk batu
kalsium oksalat, turunkan konsumsi purin (daging, ikan dan unggas) untuk batu
asam urat.
b.
Anjurkan patuh terhadap terapi sesuai
instruksi dokter, seperti diuretik untuk menurunkan ekresi kalsium dalam urine.
Alopurinol untuk menurunkan pembentukan asam urat d-penisilamin untuk menurunkan
konsentrasi sistin dan natrium bikarbonat untuk membasakan urine.
c.
Anjurkan aktivitas yang menahan beban dan
hindari tirah baring yang terlalu lama, yang akan mengubah metabolisme kalsium.
d.
Beritahukan semua pasien dengan penyakit
batu untuk minum cukup banyak air agar volume urinnya mencapai 2000-3000 cc
atau lebih setiap 24 jam.
BAB
3
MALPRAKTEK
1.1 Pengertian Malpraktek
Malpraktek mempakan istilah yang
sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal”
mempunyai arti salah sedangkan “praktek” mempunyai arti pelaksanaan atau
tindakan, sehingga malpraktek berarti pelaksanaan atau tindakan yang salah.
Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut
dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka
pelaksanaan suatu profesi.
Sedangkan definisi malpraktek profesi
kesehatan adalah kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk mempergunakan
tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien,
yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
dilingkungan yang sama.
Malpraktek juga dapat diartikan
sebagai tidak terpenuhinya perwujudan hak-hak masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan yang baik, yang biasa terjadi dan dilakukan oleh oknum yang tidak mau
mematuhi aturan yang ada karena tidak memberlakukan prinsip-prinsip
transparansi atau keterbukaan, dalam arti, harus menceritakan secarajelas
tentang pelayanan yang diberikan kepada konsumen, baik pelayanan kesehatan
maupun pelayanan jasa lainnya yang diberikan. Dalam memberikan pelayanan wajib
bagi pemberi jasa untuk menginformasikan kepada konsumen secara lengkap dan
komprehensif semaksimal mungkin. Namun, penyalahartian malpraktek biasanya
terjadi karena ketidaksamaan persepsi tentang malpraktek.
Guwandi (1994) mendefinisikan
malpraktik sebagai kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk menerapkan
tingkat keterampilan dan pengetahuannya di dalam memberikan pelayanah
pengobatan dan perawatan terhadap seorang pasien yang lazim diterapkan dalam
mengobati dan merawat orang sakit atau terluka di lingkungan wilayah yang sama.
Ellis dan Hartley (1998) mengungkapkan
bahwa malpraktik merupakan batasan yang spesifik dari kelalaian (negligence)
yang ditujukan pada seseorang yang telah terlatih atau berpendidikan yang
menunjukkan kinerjanya sesuai bidang tugas/pekerjaannya.
1.2 Malparaktek dalam Keperawatan
Banyak kemungkinan
yang dapat memicu perawat melakukan kelalaian atau malpraktik. Perawat dan
masyarakat pada umumnya tidak dapat membedakan antara kelalaian dan malpraktik. Walaupun
secara nyata jelas penbedaannya sebagaimana telah diuraikan terdahulu.
Malpraktik lebih spesifik dan terkait dengan status profesional seseorang
misalnya perawat, dokter atau penasehat hukum.
Menurut Vestal, K.W. (1995) mengatakan bahwa untuk mengatakan secara pasti malpraktik ,apabila penggugat dapat menunjukkan dibawah ini :
a. Duty. Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan
kewajibanya yaitu kewajiban untuk mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya
untuk menyembuhkan atau setidak-tidaknya meringankan beban penderitaan
pasiennya berdasarkan stadar profesi. Hubungan perawat-klien menunjukkan bahwa melakukan kewajiban berdasarkan
standar keperawatan.
b. Breach of the duty. Pelanggaran
terjadi sehubungan dengan kewajibannya artinya menyimpang dari apa yang
seharusnya dilakukan menurut standar profesinya.Pelanggaran yang terjadi
terhadap pasien (misalnya kegagalan dalam memenuhi standar keperawatan yang
ditetapkan sebagai kebijakan rumah sakit.
c. Injury. Seseorang mengalami injury atau kerusakan (damage) yang dapat
dituntut secara hukum (misalnya pasien mengalami cedera sebagai akibat
pelanggaran. Keluhan nyeri, atau adanya penderitaan atau stress emosi dapat
dipertimbangkan sebagai akibat cedera hanya jika terkait dengan cedera fisik).
d. Proximate caused. Pelanggaran
terhadap kewajibannya menyebabkan/terkait dengan injury yang dialami (misalnya
cedera yang terjadi secara langsung berhubungan dengan pelanggaran terhadap kewajiban
perawat terhadap pasien).
Sebagai penggugat,
harus mampu menunjukkan bukti pada setiap elemen dari keempat elemen di atas.
Jika semua elemen itu dapat dibuktikan hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi
malpraktik, dan perawat berada pada tuntutan malpraktik. Terhadap tuntutan
malpraktik, pelanggaran dapat bersifat pelanggaran :
A. Pelanggaran etika profesi.
Terhadap pelanggaran ini sepenuhnya
oleh organisasi profesi (Majelis Kode Etik Keperawatan) sebagaimana tercamtum
pada pasal 26 dan 27 Anggaran Dasar
PPNI. Sebagaimana halnya doter, maka perawat pun merupakan tenaga
kesehatan yang preofesional yang menghadapi banyak masalah moral/etik sepanjang
melaksanakan praktik profesional. Beberapa masalah etik yang sering terjadi pada tenaga keperawatan antara lain moral
unpreparedness, moral blindness, amoralism, dan moral fanatism. Untuk menangani masalah etika yang terjadi pada tenaga keperawatan
dilakukan organisasi profesi keperawatan (PPNI) melalui Majelis Kode Etik
Keperawatan.
B. Sanksi administratif.
Berdasarkan Keppres No.56 tahun 1995
dibentuk Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) dalam rangka pemberian perlindungan yang seimbang dan objetif
kepada tenaga kesehatan dan masyarakat penerima pelayanan kesehatan. MDTK bertugas meneliti dan menentukan ada
atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan MDTK akan dilaporkan kepada pejabat kesehatan
berwenang untuk mengambil tindakan disiplin terhadap tenaga kesehatan dengan
memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tindakan sebagaimana
yang dimaksud tidak mengurangi ketentuan pada :pasal 54 ayat
(1) dan ayat (2) UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan, yaitu : (1). Terhadap tenaga kesehatan yang
melakukan kesalahan atau kelalaian dalammelaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin. (2). Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
Keanggotaan MDTK terdiri dari unsur Sarjana
Hukum, ahli kesehatan yang diwakili organisasi profesi di bidang kesehatan,
ahli agama, ahli psikologi, dan ahli sosiologi. Organisasi iniberada baik di
tingkat pusat, juga ditingkat Propinsi. Sejauh ini di Sulawesi Selatan belum
terbentuk MDTK.
C. Pelanggaran hukum.
Pelanggaran dapat bersifat perdata maupun pidana. Pelanggaran yang bersifat perdata sebagaimana pada UU No.23 tahun 1992 pada pasal 55 ayat
(1) dan ayat (2) berbunyi:
(1) Setiap orang berhak atas ganti
rugi akibat kesdalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga
kesehatan.
(2). Ganti rugi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku..
Hal yang berhubungan
dengan ganti rugi dapat bersifat negosiasi atau
diselesaikan melalui pengadilan. Pelanggaran yang bersifat pidana
sebagaimana pada UU No.23 tahun 1992 pada Bab X (Ketentuan Pidana) berupa pidana penjara dan atau pidana
denda, atau sebagimana pada pasal 61 dan 62 UU No. 8
tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, berbunyi :
Pasal 61 : Penentuan
pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya.
Pasal 62 :
(1). Pelaku usaha yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, pasal 8, Pasal 10, Pasal 13 ayat
(2), Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal
18 dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling
banyak Rp.2.000.000.000.00 (dua miliar rupiah).
(2). Pelaku usaha yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1)
huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
atau pidana denda banyak Rp. 500.000.000.00 (lima ratus
juta rupiah).
(3). Terhadap
pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.
1.3 Bidang Pekerjaan Perawat yang
Berisiko Melakukan Kesalahan
Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area dimana
perawat berisiko melakukan kesalahan yaitu Pada tahap pengkajian keperawatan (assessment
errors),Perencanaan keperawatan (planning errors), dan tindakan
intervensi keperawatan (interventionerrors). Untuk lebih jelasnya dapat
diuraikan sebagai berikut :
a. Assessment errors,
Termasuk kegagalan mengumpulkan data/informasi tentang pasien
secara adekuat, atau kegagalan mengidentifikasi informasi yang diperlukan
seperti data hasil pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda vital, atau keluhan
pasien yang membutuhkan tindakan segera. Kegagalan dalam pengumpulan data akan
berdampak pada ketidaktepatan menetapkan diagnosa keperawatan dan lebih lanjut
akan mengakibatkan dalam kesalahan/ketidaktepatan dalam tindakan.
Untuk menghindari kesalahan
ini, perawat seharusnya dapat mengumpulkan data dasar secara komprehensif dan
mendasar.
b. Planning errors,
termasuk :
1. Kegagalan mencatat masalah pasien dan kelalaian
menuliskan dalan rencana keperawatan.
2. Kegagalan mengkomunikasikan secara efektif rencana
keperawatan yang telah dibuat (misalnya menggunakan bahasa dalam rencana
keperawatan dimana perawat yang lain tidak memahami dengan pasti).
3. Kegagalan memberikan asuhan keperawatan secara
berkelanjutan yang disebabkan kurangnya informasi yang diperoleh dari rencana
keperawatan.
4. Kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti
oleh pasien.
Untuk mencegah kesalahan
tersebut diatas, jangan hanya megira-ngira dalam membuat rencana keperawatan
tanpa dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya. Seharusnya dalam menulisan harus
dengan pertimbangan yang jelas dengan berdasarkan masalah pasien. Bila dianggap perlu, lakukan modifikasi rencana berdasarkan data
baru yang terkumpul. Rencana harus realistik, berdasarkan standar yang telah ditetapkan termasuk pertimbangan yang
diberikan oleh pasien.
Komunikasikan secara jelas baik secara
lisan maupun dengan tulisan.Bekerja berdasarkan rencana dan dilakukan secara
hati-hati instruksi yang ada. Setiap pendapatnya perlu divalidasi dengan
teliti.
c. Intervention errors
Termasuk kegagalan menginterpretasikan
dan melaksanakan tindakan kolaborasi, kegagalan melakukan asuhan keperawatan
secara hati-hati, kegagalan mengikuti/mencatat order/perintah dari dokter atau
dari supervisor. Kesalahan pada
tindakan keperawatan yang sering terjadi adalah kesalahan dalam membaca
perintah/order, mengidentifikasi pasien sebelum dilakukan tindakan/prosedur,
memberikan obat, dan terapi pembatasan (restrictive therapy).Dari
seluruh kegiatan ini yang paling berbahaya nampaknya
pada tindakan pemberian obat, oleh karena itu perlunya komunikasi baik diantara
anggota tim kesehatan maupun terhadap pasien dan keluarganya.
Untuk menghindari kesalahan
ini, sebaiknya rumah sakit tetap melaksanakan program pendidikan berkelanjutan
(Continuing Nursing Education).
1.4 Pencegahan Adanya Tuntutan
Malpraktik
Sangat perlu
bagi seorang perawat berupaya melakukan sesuatu guna mencegah terjadinya
tuntutan malpraktik yaitu upaya mempertahankan standar pelayanan/asuhan yaqng
berkualitas tinggi. Hal ini dilakukan dalam pekerjaan sebagai perawat yaitu
meningkatkan kemampuan dalam praktik keperaweatan dan menciptakan iklim yang
dapat mendorong peningkatan praktik keperawatan., yaitu :
a. Kesadaran diri (self-awareness).
Yaitu mengidentifikasi dan memahami
pada diri sendiri tentang kekutan dan kelamahan dalam praktik keperawatan. Bila
terindentifikasi akan kelemahan yang dimiliki maka berusahalah untuk mencari
penyelesaiannya. Beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu melalui pendidikan,
pengalaman langsung, atau berdiskusi dengan teman sekerja/kolega.
Apabila berhubungan seorang
supervisor, sebaiknya bersikap terbuka akan kelemahannnya dan jangan menerima tanggung jawab dimana perawat
yang bersangkutan belum siap untuk itu. Jangan menerima suatu jabatan
atau pekerjaan kalau menurut kriteria yang ada tidak dapat dipenuhi.
b. Beradaptasi terhadap tugas yang diemban.
Tenaga keperawatan yang diberika tugas pada suatu unit
perawatan dimana dia merasa kurang berpengalaman dalam merawat pasien yang ada
di unit tersebut, maka sebaiknya perawat perlu mengikuti program
orientasi/program adaptasi di unit tersebut. Perawat perlu berkonsultasio dengan
perawat senior yang aa diunit terbut.
c. Mengikuti kebijakan dan prosedur yang
ditetapkan.
Seorang perawat dalam melaksanakan tugasnya harus
sealu mempertimbangkan kebijakan dan prosedur yang berlaku di unit tersebut.
Ikuti kebijakan dan prosedur yang berlaku secara cermat, misalnya
kebijakan/prosedur yang berhubungan dengan pemberian obat pada pasien.
d. Mengevaluasi kebijakan dan prosedur yang
berlaku.
Ilmu pengetahuan dan tehnologi keperawatan bersifat
dinamis artinya berkembang secara terus menerus. Dalam perkembangannya,
kemungkinan kebijakan dan prosedur yang ada diperlukan guna menyesuaikan dengan
perkembangan yang terjadi. Oleh krena itu itu ada kebutuhan untuk menyeuaikan
kebijakan dan proseudr atau protokol tertentu. Untuk itu merupakan tanggung
jawab perawat profesional bekerja guna mempertahankan mutu pelayanan sesuai
dengan tuntutan perkembangan.
e. Pendokumentasian.
Pencatatan perawat dapat dikatakan sesuatu yang unit
dalam tatanan pelayanan kesehatan, karena kegiatan ini dilakukan selama 24 jam. Aspa yang dicatat oleh
perawat merupakan faktor yang krusial guna menghindari
suatu tuntutan. Dokumentasi dalam suatu pencatatan adalah laporan tentang
pengamatan yang dilakukan, keputusan yang diambil, kegiatan yang dilakukan, dan
penilaian terhadap respon pasien.
Oleh karena setiap kasus ditentukan
adanya fakta yang mednkung suatu tuntutan, maka diperlukan pencatatan yang
jelas dan relevan. Pencatatan diperlukan secara jelas, benar, dan jelas sehingga dapat dipahami.
Vestal,
K.W (1995) memberikan pedoman guna mencegah terjadinya
malpraktik, sebagai berikut :
a) Berikan kasih sayang kepada pasien
sebagaimana anda mengasihi diri sendiri.Layani pasien dan keluarganya dengan
jujur dan penuh rasa hormat.
b) Gunakan pengetahuan keperawatan untuk
menetapkan diagnosa keperawatan yang tepat dan laksanakan intervensi
keperawatan yang diperlukan. Perawatmempunyai kewajiban untuk menyusun
pengkajian dan melaksanakan pengkajian dengan benar.
c) Utamakan kepentingan pasien. Jika tim
kesehatan lainnya ragu-ragu terhadap tindakan yang akan dilakukan atau kurang
merespon terhadap perubahan kondisi pasien, diskusikan bersama dengan tim
keperawatan guna memberikan masukan yang diperlukan bagi tim kesehatan lainnya.
d) Tanyakan saran/order yang diberikan oleh
dokter jika : Perintah tidak jelas,masalah itu ditanyakan oleh pasien atau
pasien menolak, tindakan yang meragukan atau tidak tepat sehubungan dengan
perubahan dari kondisi kesehatan pasien. Terima perintah dengan jelas dan
tertulis.
e) Tingkatkan kemampuan anda secara terus
menerus, sehingga pengetahuan/kemampuan yang dimiliki senantiasa up-to-date.
Ikuti perkemangan yang terbaru yang terjadi di lapangan pekerjaan dan
bekerjalah berdasarkan pedoman yang berlaku.
f) Jangan melakukan tindakan dimana tindakan itu belum anda
kuasai.
g) Laksanakan asuhan keperawatan berdasarkan model proses keperawatan.
Hindari kekurang hati-hatian dalam memberikan asuhan
keperawatan.
h) Catatlah rencana keperawatan dan respon
pasien selama dalam asuhan keperawatan. Nyatakanlah secara jelas dan lengkap.
Catatlah sesegera mungkin fakta yang anda observasi secara jelas.
i)
Lakukan
konsultasi dengan anggota tim lainnya. Biasakan bekerja berdasarkan kebijakan
organisasi/rumah sakit dan prosedur tindakan yang berlaku.
j)
Pelimpahan
tugas secara bijaksana, dan ketahui lingkup tugas masing-masing. Jangan pernah
menerima atau meminta orang lain menerima tanggung jawab yang tidak dapat anda
tangani.
1.5 Contoh Kasus Malpraktek dalam
Penanganan Urolithiasis
1.
BATAM, batamtoday - LSM Gerakan Bersama Rakyat (Gebrak)
memberikan perhatian khusus korban dugaan malpraktek, Raya Nainggolan (48),
pasien Rumah Sakit (RS) Awal Bros yang tewas dengan kondisi kulit di sekujur
tubuh melepuh, pada Jumat (19/10/2012) sekitar pukul 08.30 WIB. Kulit di
sekujur tubuh korban melepuh yang diduga akibat setelah mengonsumsi obat resep
dokter yang diberikan oleh dokter M. Alwi di RS Awal Bross.
Selain menyampaikan ungkapan bela sungkawa atas kejadian
yang menimpa korban, Ketua LSM Gebrak Uba Ingan Sigalingging juga mendesak IDI
Batam menuntaskan kasus dugaan malpraktek di Rumah Sakit Awal Bros ini.
Uba, yang mengaku memiliki pengalaman panjang
memperjuangkan keadilan dalam hal dugaan malpraktek di rumah sakit yang sama,
juga menyarankan keluarga korban membawa kasus ini ke ranah hukum, dan tidak
semata-mata pada kode etik kedokteran saja. "Dugaan malpraktek ini harus
diusut tuntas. Dengan tuntasnya masalah ini, kita harapkan para dokter, yang
dianggap sebagai profesi terhormat, ke depan agar lebih profesional sehingga
tidak ada lagi warga lainnya menjadi korban malpraktek. Ini juga akan
memberikan rasa keadilan bagi keluarga korban," kata Uba kepada
batamtoday, Rabu (24/10/2012).
LSM Gebrak, kata Uba, siap memberikan pendampingan pada
keluarga korban guna mendapatkan rasa keadilan dalam kasus dugaan malpraktek
yang hingga merenggut nyawa korban Raya Nainggolan. "Kita juga akan bawa
kasus ini ke Komisi IX DPR-RI yang membidangi kesehatan," imbuhnya.
Dugaan malpraktek ini sendiri berawal ketika korban Raya
Nainggolan menjalani operasi batu ginjal di RS Awal Bros pada Rabu, 13 Juni
2012 lalu. Selesai menjalani operasi, kondisi Raya pun masih biasa aja tanpa
ada keganjilan atau penyakit lain yang dideritanya.
Namun pada Senin, 20 Agustus 2012, Raya kembali menjalani
operasi untuk mencabut selang yang ditanam di dalam tubuhnya saat operasi
pertama. Setelah itu, dokter M Alwi selaku dokter yang menangani penyakit Raya
memberikan resep obat untuk penyembuhan. Namun, obat berdasarkan resep dokter
itu bukan malah menyehatkan, melainkan awal malapetaka bagi kehidupan Raya.
"Saya disuruh beli obat pakai resep. Tapi obat itu
bukan menyehatkan malah membuat semua kulit suami saya melepuh dan
terklupas," ungkap Dorismeri Silalahi (44), istri korban, yang ditemui
portal ini di rumah duka, Jumat (19/10/2012) lalu.
Adapun resep yang diduga merenggut nyawa korban, antara
lain Cefat, Aloris, Neurobion, Ketorolac, Gentamycin dan Novaigin. Setelah
mengkonsumsi obat tersebut, seluruh kulit korban melepuh seperti habis
terbakar. "Habis makan obat itu, suami saya langsung demam tinggi,
gatal-gatal, dan kulitnya mulai memerah dan melepuh," terang Dorismeri
lagi. Dorismeri yang merasa ada keanehan dengan kondisi kesehatan suaminya,
langsung melarikan Raya kembali ke RS Awal Bross. Di rumah sakit tersebut,
kondisi Raya makin parah.
"Hal ini sudah saya pertanyakan langsung sama pihak
rumah sakit maupun dokter. Mereka bilang suami saya terkena penyakit gula.
Sementara, dokter kulit mengatakan suami saya alergi obat berdasarkan resep
tersebut. Sampai akhirnya tewas, pihak RS Awal Bross sepertinya lepas tangan
tak ada tanggungjawab," paparnya. Ditambahkannya, dokter kulit di RS Awal
Bross yang mengatakan alergi obat adalah dr Arif. Dengan adanya pernyataan dr
Arif mengenai alergi obat yang diberikan kepada Raya, pihak keluarga
menyimpulkan, dr M. Alwi telah melakukan malpraktek terhadap Raya hingga tewas.
Tewasnya Raya Nainggolan, yang jasadnya dikebumikan di
Tempat Pemakaman Umum Seitemiang pada Minggu (21/10/2012) lalu, meninggalkan
duka mendalam bagi Dorismeri. Ia pun harus memikul beban berat untuk menghidupi
dan menyekolahkan 5 anak mereka.
Terkait dugaan malpraktek yang hingga menelan korban ini,
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Kepri, dr Tengku Afrizal Dahlan
mengatakan pihaknya akan segera memanggil dokter dr M Alwi dan manajemen RS
Awal Bros.
"Saya belum mendapatkan informasi tentang kasus ini
sebelumnya, untuk itu Kami dari IDI Kepri akan memanggil dokter yang
bersangkutan untuk mendapatkan keterangan penyebab kejadian," kata Tengku
Afrizal kepada batamtoday, Jumat (18/10/2012) malam. Tengku menambahkan, selama
ini pihak IDI hanya sebatas menunggu laporan dan pro-aktif dari masyarakat
terkait kasus serupa tentang adanya dugaan malpraktek yang terjadi di Kepri.
"Segera kita telusuri penyebab kejadian untuk mengetahui kronologis
bagaimana peristiwa itu terjadi," ujarnya lagi.
Hal senada juga disampaikan Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
Kota Batam. Ketua IDI Batam mengaku telah menghubungi pihak manajemen RS Awal
Bros untuk meminta data tindakan medis yang telah dilakukan dokter terhadap
pasien. "Saya telah menghubungi manajemen RS Awal Bros atas rekam medik
yang telah dilakukan dokter sejak proses awal hingga akhir. Kita belum
mendapatkan laporan mengenai kasus itu," ujar dr Salman kepada batamtoday,
Selasa (23/10/2012).
Salman menambahkan, data dari RS Awal Bros tersebut
nantinya akan menjadi bahan kajian bagi IDI Batam untuk mengetahui permasalahan
penyebab dugaan malpraktek itu. "Data itu nanti akan diuji oleh Majelis
Kehormatan Etik Kedokteran IDI Batam, apakah dokter tersebut telah melakukan
kesalahan atau tidak. Untuk itu kami perlu menyelidiki kasusnya sebelum
memberikan keterangan nanti," ujarnya.
2.
Liputan6.com, Jakarta: Bermaksud mengobati batu ginjal, Agus Subiantoro mengiyakan nasihat
dokter untuk dioperasi. Tapi, bukannya sembuh, beberapa waktu kemudian setelah
di-rontgen ketahuan ada kateter tertinggal di tubuhnya. Sang dokter yang lalai
itu bersedia mengoperasi dia kembali. Tapi, usulan itu ditolak. "Saya
masih trauma," kata pegawai negeri rendahan ini. Dan, Agus memilih jalur
hukum. Pria setengah baya itu melaporkan kasus malpraktik ini Kepolisian Resor
Bekasi pada 26 Maret silam.
Petaka ini terjadi dua tahun lampau. Kala itu, Agus berobat di Rumah Sakit
Umum Daerah Bekasi, Jawa Barat, karena sering susah buang air kecil dan besar.
Jika dipaksa akan terasa sakit. Hasil Rontgen dan Ultrasonography yang
disampaikan dokter Dwi Iswanto yang menanganinya menunjukkan ada batu ginjal
dalam kandung kencingnya. Batu ginjal tersebut berada di saluran menuju kantung
kemih. Dokter Dwi pun memutuskan agar Agus segera dioperasi.
Keputusan untuk dioperasi
terpaksa dilakukan. Meski, ayah tiga anak yang masih kecil-kecil ini sadar
butuh duit banyak untuk itu. Tapi, semua diiyakan dengan harapan tidak
menderita lagi. Setelah cuci darah, Agus dioperasi. Sampai di sini semuanya
berjalan lancar.
Keanehan justru menyeruak
setelah Agus selesai dioperasi. Agus masih merasa sakit. Dia juga tak bisa
segera pulang karena belum punya cukup uang. Untunglah ada teman yang berbaik
hati memberi pinjaman. Dokter Dwi juga mengingatkan dia masih ada batu ginjal
lain di tubuhnya. Artinya dia harus dioperasi lagi. "Ya dengan berat hati
saya tidak mengikuti untuk operasi yang kedua kalinya," kata dia.
Agus pun mencoba pengobatan
alternatif. Selama dua tahun pria bertubuh sedang ini rajin minum ramuan daun
kumis kucing dan kejibeling. Hasilnya, lumayan, ada butiran batu ginjal yang
ikut mengalir bersama air seninya. Tapi, rasa sakit masih mengganggu. Karena
sudah tak tahan, Agus memeriksakan diri ke dokter umum dan disuruh foto
Rontgen. "Pak batunya sudah bersih tapi ada benda asing dalam tubuh
Bapak," kata Agus menirukan ucapan dokter ketika membaca hasil Rotgennya.
Belakangan diketahui, benda
aneh yang terselip di tubuhnya itu adalah kateter berjenis j yang berperan
sebagai penghubung antara ginjal dengan kandung kencing sebelah kanan. Benda
ini semacam selang dengan diameter sekitar tiga milimeter dan panjang lebih
dari sejengkal orang dewasa. Sebenarnya Agus tak ambil pusing soal kateter itu.
Asal dokter memberitahunya sejak awal. "Saya sempat, yah, keluarga juga
sempat kaget," kata dia.
Dokter umum yang
memeriksanya menyarankan Agus untuk menemui dokter Dwi. Tapi, Agus kesulitan
menemui dokter Dwi yang ternyata sudah tidak bekerja lagi di RSUD Bekasi. Tapi,
dengan bantuan RS itu, Agus dapat bertemu dengan dr Dwi.
Semula, dokter dan RSUD
Bekasi menawarkan untuk menanggung operasi pengangkatan kateter tersebut.
Syaratnya operasi tetap dilakukan dokter Dwi. Agus menolak. Alasannya dia masih
tak bisa melupakan begitu saja penderitaan yang dialami setelah dioperasi
dokter Dwi. Pembicaraan pun buntu. Bahkan beberapa kali pertemuan tak
membuahkan kesepakatan apapun. Akhirnya, pria yang istrinya sedang hamil tua
itu melaporkan perkara ini ke polisi. Sementara itu, dokter Dwi Iswantoro yang
ditemuiSCTV di rumahnya di Jatibening II, Bekasi, menolak
memberikan keterangan. Sebab, menurut dia, kasus ini telah diserahkan ke Polres
Bekasi.
Agus tidak sendirian. Ada
sederet pasien yang menderita gara-gara keteledoran dokter. Tapi, sedikit yang
meneruskan kasus mereka ke pengadilan. Satu di antaranya adalah Nelly Andri
Kusumastuti. Perempuan ini mengeluhkan swanoma yang bersarang
di punggungnya, tapi dokter bedah anestesi RS Medistra Jakarta Selatan malah
membuat mata sebelah kanannya buta. Dia lantas menggugat ganti rugi Rp 2,45
miliar.
3.
JAKARTA. Seorang wanita mengadukan Rumah Sakit Mediros ke Polda Metro Jaya,
dengan tuduhan telah melakukan malpraktek. Karmawati Nonna Siregar (38)
didampingi kuasa hukumnya Hasudungan Banjar dalam surat pengaduan Nomor
LP/3082/K/XII/2008/SPK Unit III/11 Desember 2008, mengajukan pihak-pihak antara
lain Direktur Medik, Dokter Ahli Bedah dan Dokter Ahli Penyakit Dalam Rumah
Sakit Mediros yang dianggap telah melakukan kelalaian (malpraktek) sehingga
berakibat orang lain mengalami luka.
Karmawati yang datang melapor dengan menggunakan
kursi roda, kepada wartawan mengungkapkan, dirinya saat ini mengalami kegagalan
ginjal dan sering sakit-sakitan. Selain itu, anaknya yang kini berusia tiga
tahun lebih juga sering sakit-sakitan.Tuduhan terhadap RS Mediros yang
berlokasi di Jalan Perintis Kemerdekaan Jakarta Timur, berawal Juli 2004 saat
menjalani pemeriksaan oleh dokter Ahli Bedah Urologi, Bahriun Sipahutar.
"Saat itu dokter mengatakan saya mengidap batu
ginjal, dan diminta menjalani terapi penghancuran batu dengan sistem laser atau
extra toxiwave lithotripsy. Untuk itu saya dipasangi alat double G stain atau
pipa fleksibel kecil di saluran kemih," kata Karmawati, warga Sektor 4,
Blok Q2/12, RT07/29, Kelurahan Bahagia, Babelan Bekasi Utara.
Lebih lanjut, Karmawati menjalani rontgen dan dinyatakan batu ginjal telah dihancurkan, meski tetap harus rawat jalan, dengan penanganan dokter Ahli Penyakit Dalam, Arif Hendranoko."Pada 12 Februari 2005 saya dinyatakan positif hamil kedua. Namun saat itu saya masih harus mengkonsumsi obat antibiotik atas saran dokter arif, termasuk saat kontrol pada tanggal 9 Maret dan 9 April 2005," ujar Karmawati seraya menambahkan kalau saat itu dirinya sudah cemas akan akibat mengkonsumsi antibiotik saat hamil.
Lebih lanjut, Karmawati menjalani rontgen dan dinyatakan batu ginjal telah dihancurkan, meski tetap harus rawat jalan, dengan penanganan dokter Ahli Penyakit Dalam, Arif Hendranoko."Pada 12 Februari 2005 saya dinyatakan positif hamil kedua. Namun saat itu saya masih harus mengkonsumsi obat antibiotik atas saran dokter arif, termasuk saat kontrol pada tanggal 9 Maret dan 9 April 2005," ujar Karmawati seraya menambahkan kalau saat itu dirinya sudah cemas akan akibat mengkonsumsi antibiotik saat hamil.
September 2005, Karmawati melahirkan anaknya secara
prematur dengan operasi caesar. Kondisi anaknya yang saat dilahirkan hanya
berbobot 2.5 kg mengalami distress saluran pernafasan sehingga perlu dimasukkan
inkubator.
Dikisahkan pula bahwa, sejak melahirkan itu ia
mengalami sakit pada bagian punggung dengan air seninya berbau serta berwarna
keruh. "Hingga pada Oktober 2005 saya kembali memeriksakan diri ke RS
Mediros dan saat dilakukan USG, ternyata alat Double G masih tertanam di dalam
tubuh saya," ujar Karmawati. Hasil
USG tersebut lalu disampaikan kepada dokter Bahriun Sipahutar selaku yang
memasang alat tersebut, saat operasi penghancuran batu ginjal. "Dokter itu
hanya mengatakan lupa melepas alat itu karena kesibukannya," kata
Karmawati lagi.
Setelah alat tersebut dapat dilepas melalui operasi
bedah. Masalah yang dihadapi Karmawati belum lagi selesai, karena dirinya masih
kerap diserang rasa sakit, sehingga ia memeriksakannya ke Rumah Sakit Harapan
di Bekasi, yang kemudian melakukan USG. "Hasil USG menyebutkan ginjal kiri
saya sudah tidak berfungsi lagi," ujar Karmawati.
Sementara itu, mengenai pasal pengaduan pemalsuan,
Hasudungan mengungkapkan, pihak RS Mediros telah menunjukkan surat pernyataan
yang ditandatangani Karmawati dan suaminya, Jansen Sagala, bahwa mereka tidak
akan mengajukan tuntutan. "Setelah kami konfrontasikan dengan Karmawati
dan suaminya, mereka mengaku tidak pernah menandatangani surat pernyataan
apapun. Karena itu, RS Mediros kami adukan juga telah melakukan
pemalsuan," ujar Hasudungan.
Staf Sekretariat RS Mediros, Sari, yang dihubungi melalui telefon, menyatakan pihak RS belum dapat memberi pernyataan apapun atas pengaduan Karmawati ke Polda Metro Jaya tersebut. "Kami belum bisa memberi keterangan apapun. Keterangan resmi hanya dikeluarkan oleh pihak Direksi," ujarnya
Staf Sekretariat RS Mediros, Sari, yang dihubungi melalui telefon, menyatakan pihak RS belum dapat memberi pernyataan apapun atas pengaduan Karmawati ke Polda Metro Jaya tersebut. "Kami belum bisa memberi keterangan apapun. Keterangan resmi hanya dikeluarkan oleh pihak Direksi," ujarnya
BAB
4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Urolithiasis adalah
kalsifikasi dengan sistem urinari kalkuli, seringkali disebut batu ginjal. Batu dapat
berpindah ke ureter dan kandung kemih. Batu saluran kemih dapat ditemukan
sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter,
buli-buli dan uretra.
Manifestasi
klinis adanya batu dalam traktus urinarius bergantung pada adanya obstruksi,
infeksi dan edema. Manifestasi yang paling menonjol adalah nyeri yang luar
biasa dan ketidak nyamanan.
Mekanisme
terbentuknya batu pada saluran kemih atau dikenal dengan urolitiasis belum
diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor predisposisi terjadinya batu
antara lain : Peningkatan konsentrasi larutan urin akibat dari intake cairan
yang kurang dan juga peningkatan bahan-bahan organik akibat infeksi saluran
kemih atau stasis urin menyajikan sarang untuk pembentukan batu.
Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan
kelalaian atau malpraktik. Perawat dan masyarakat pada umumnya tidak dapat membedakan antara
kelalaian dan malpraktik. Walaupun secara nyata jelas penbedaannya sebagaimana
telah diuraikan terdahulu. Malpraktik lebih spesifik dan terkait dengan status
profesional seseorang misalnya perawat, dokter atau penasehat hukum.
4.2 Saran
Semoga
makalah ini bermanfaat bagi masyarakat yang menderita urolithiasis maupun yang
tidak menderita. Serta bagi tenaga kesehatan yang lain. Agar kedepannya dapat
meminimalisasi tingkat kejadian urolithiasis serta tindakan malpraktik. Sehingga
status kesehatan masyarakat meningkat.
DAFTAR
PUSTAKA
Brunner and Suddarth’s (2002). Buku
Ajar Keperawatan Medical Bedah. (Edisi kedelapan). Jakarta : EGC.BAB
2
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi
Saluran kemih terdiri dari ginjal yang
terus menerus membentuk kemih dan berbagai saluran dan reservoir yang
dibutuhkan untuk membawa kemih keluar tubuh.
Ginjal melakukan fungsi vital
sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah dengan mensekresi solut dan
air secara selektif. Kalau kedua ginjal karena sesuatu hal gagal melakukan
fungsinya maka kematian akan terjadi dalam waktu 3-4 minggu. Fungsi vital
ginjal dilakukan dengan filtrasi plasma darah melalui glomerulus diikuti dengan
reabsorbsi sejumlah solut dan air dalam jumlah yang tepat di sepanjang tubulus
ginjal. kelebihan solut dan air akan diekskresikan keluar tubuh sebagai kemih
melalui sistem pengumpul.
Ginjal merupakan organ yang berbentuk
seperti kacang, terletak di kedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan
sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena tertekan ke bawah
oleh hati. Katup atasnya terletak setinggi kosta kedua belas, sedangkan katup
atas ginjal kiri terletak setinggi kosta sebelas.
Kedua ureter merupakan saluran yang
panjangnya 10 sampai 12 inci, terbentang dari ginjal sampai kandung kemih.
Fungsi satu-satunya akan menyalurkan kemih ke kandung kemih. Kandung
kemih adalah satu kantung berotot yang dapat mengempis, terletak di belakang
simpisis pubis. Kandung kemih mempunyai tiga muara : dua muara ureter dan satu
muara uretra. Fungsi kandung kemih adalah sebagai tempat penyimpanan kemih
sebelum meninggalkan tubuh dan dibantu oleh uretra. Kandung kemih berfungsi
mendorong kemih keluar tubuh. Uretra adalah saluran kecil yang dapat
mengembang, berjalan dari kandung kemih sampai keluar tubuh. Panjangnya pada
wanita 1½ inci dan pada pria sekitar 8 inci. Muara uretra keluar tubuh disebut
meatus urinarius.
Hubungan Anatomi Ginjal
Ginjal terletak di bagian belakang abdomen
atas, di belakang peritoneum, di depan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot
besar, yaitu: transversus, abdominis, kuadratur lumborum dan psoas mayor.
Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal.
Kelenjar adrenal terletak di atas katup masing-masing ginjal.
Ginjal terlindung dengan baik dari trauma
langsung : di sebelah posterior dilindungi oleh kosta dan otot-otot yang
meliputi kosta, sedangkan di anterior dilindungi oleh bantalan usus yang tebal.
Kalau ginjal cedera, maka hampir selalu diakibatkan oleh kekuatan yang mengenai
kosta kedua belas, yang berputar ke dalam dan menjepit ginjal di antara kosta
sendiri dan korpus vertebrae lumbalis. Karena perlindungan yang sempurna
terhadap cedera langsung ini, maka ginjal dengan sendirinya sukar untuk diraba
dan juga sulit dicapai waktu pembedahan. Ginjal kiri yang ukurannya normal,
biasanya tidak teraba pada waktu pemeriksaan fisik karena dua pertiga atas
permukaan anterior ginjal tertutup oleh limpa. Kedua ginjal yang membesar
secara mencolok atau tergeser dari tempatnya dapat diketahui dengan palpasi.
Pada orang dewasa, ginjal panjangnya 12-13
cm, lebarnya 6 cm dan beratnya antara 120-150 gram. Ginjal mendapat darah langsung
dari percabangan aorta abdominalis yaitu arteri renalis. Satuan unit kerja
ginjal adalah nefron. Masing-masing ginjal memiliki struktur dan fungsi sama.
Setiap nefron terdiri dari kapsula Bowman, yang mengitari rumbai kapiler
glomerulus, tubulus proksimal, lengkung henle dan tubulus distal dan duktus
koligentes.
Pembuluh Darah Ginjal
Arteri
renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra lumbalis
dua. Vena renalis menyalurkan darah ke dalam vena inferior yang terletak di sebelah
kanan garis tengah, akibatnya verenalis kiri kira-kira dua kali lebih panjang
dari vena renalis kanan.
Saat arteria renalis masuk ke dalam hilus,
arteria tersebut bercabang dari arteria interlobaris yang berjalan diantara
piramid, selanjutnya membentuk arteria arkuta yang melengkung melintasi
basis-basis piramid arteri arkuta kemudian membentuk arteriola-arteriola
interlobaris yang tersusun paralel dalam korteks. (lihat gambar pembuluh darah
ginjal).
Aparatus Jukstaglomerulus
Dari tiap nefron bagian pertama dari
tubulus distal berasal dari medula sehingga terletak dalam sudut yang terbentuk
antara arteriol eferen dan aferen dari glomerulus nefron yang bersangkutan.
Pada lokasi ini sel-sel Jukstaglomerulus dinding arteriol eferen mengandung
sekresi yang diduga mengeluarkan renin. Renin merupakan enzim yang sangat
penting pada pengaturan tekanan darah.
Ultrafiltrasi Glomerulus
Pembentukan kemih dimulai dengan proses
filtrasi dalam korteks dan berlanjut selama bahan pembentukan kemih tersebut
mengalir melalui tubulus dan duktus pengumpul. Kemih yang terbentuk kemudian
mengalir ke dalam duktus papilaris belini, masuk kaliks minor, kaliks
mayor pelvis ginjal dan akhirnya meninggalkan ginjal melalui ureter menuju
kandung kemih. Dinding kaliks, pelvis dan ureter mengandung otot polos yang
berkontraksi secara berirama dan membantu mendorong kemih melalui saluran kemih
dengan gerakan peristaltik.
Fungsi ginjal adalah :
1.
Mempertahankan keseimbangan cairan tubuh.
2.
Mempertahankan kadar elektrolit plasma dalam rentang
normal.
3.
Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan
mengeluarkan kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3-.
4.
Mengeluarkan produk akhir nitrogen dan metabolisme
protein, terutama urea, asam urat dan kreatinin.
5.
Menghasilkan renin dalam pengaturan tekanan darah.
6.
Menghasilkan eritropoetin yang berperan dalam
pembentukan sel darah merah di sumsum tulang.
7.
Metabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
8.
Menghasilkan prostaglandin.
9.
Degradasi insulin.
2.2 Definisi
Urolithiasis adalah
adanya batu (kalkuli) di traktus urinarius (Brunner and Suddarth, 2002, hal.
1460).
Urolithiasis adalah
kalsifikasi dengan sistem urinari kalkuli, seringkali disebut batu ginjal. Batu dapat
berpindah ke ureter dan kandung kemih (Black, Joyce, 1997, hal. 1595).
2.3 Etiologi
Sampai saat sekarang penyebab terbentuknya
batu belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor predisposisi terjadinya batu,
yaitu :
a. Ginjal: Tubular
rusak pada nefron, mayoritas terbentuknya batu.
b. Immobilisasi:
Kurang gerakan tulang dan muskuloskeletal menyebabkan penimbunan kalsium.
Peningkatan kalsium di plasma akan meningkatkan pembentukan batu.
c. Infeksi: Infeksi
saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan menjadi inti
pembentukan batu.
d. Kurang minum
: Sangat potensial terjadi timbulnya pembentukan batu.
e. Pekerjaan: Dengan
banyak duduk lebih memungkinkan terjadinya pembentukan batu dibandingkan
pekerjaan seorang buruh atau petani.
f. Iklim: Tempat
yang bersuhu dingin (ruang AC) menyebabkan kulit kering
dan pemasukan cairan kurang. Tempat yang bersuhu panas misalnya di daerah
tropis, di ruang mesin menyebabkan banyak keluar keringat, akan mengurangi
produksi urin.
g. Diuretik : Potensial
mengurangi volume cairan dengan meningkatkan kondisi terbentuknya batu saluran
kemih.
h. Makanan: Kebiasaan
mengkonsumsi makanan tinggi kalsium seperti susu, keju, kacang polong, kacang
tanah dan coklat. Tinggi purin seperti : ikan, ayam, daging, jeroan. Tinggi
oksalat seperti : bayam, seledri, kopi, teh, dan vitamin D.
a. Teori inti
matriks
Terbentuknya
batu saluran kencing memerlukan adanya substansia organik sebagai inti.
Substansia organik ini terutama terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein A
yang akan mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentuk batu.
b. Teori
supersaturasi
Terjadi
kejenuhan substansia pembentuk batu dalam urine seperti sistin, santin, asam
urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya btauk.
c. Teori
presipitasi-kristalisasi
Perubahan pH
urine akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urine. Pada urine yang
bersifat asam akan mengendap sistin, santin, asam dan garam urat, sedangkan
pada urine yang bersifat alkali akan mengendap garam-garam fosfat.
2.3.2 Klasifikasi Batu
a. Batu kalsium
Terutama
dibentuk oleh pria pada usia rata-rata timbulnya batu adalah dekade ketiga.
Kebanyakan orang yang membentuk batu lagi dan interval antara batu-batu yang
berturutan memendek atau tetap konstan. Kandungan dari batu jenis ini terdiri
atas kalsium oksalat, kalsium fosfat atau campuran dari kedua jenis batu
tersebut. Faktor yang menyebabkan terjadinya batu kalsium adalah :
·
Hiperkalsiuria
Dapat
disebabkan oleh pembuangan kalsium ginjal primer atau sekunder terhadap
absorbsi traktus gastrointestinal yang berlebihan. Hiperkalsiuria absorptif
dapat juga disebabkan oleh hipofosfatemia yang merangsang produksi vitamin D3.
Tipe
yang kurang sering adalah penurunan primer pada reabsorbsi kalsium di
tubulus ginjal, yang mengakibatkan hiperkalsiuria di ginjal.
·
Hipositraturia
Sitrat
dalam urin menaikkan kelarutan kalsium dan memperlambat perkembangan batu
kalsium oxalat. Hipositraturia dapat terjadi akibat asidosis tubulus distal
ginjal, diare kronik atau diuretik tiazid.
·
Hiperoksalouria
Terdapat
pada 15% pasien dengan penyakit batu berulang (> 60 mg/hari). Hiperoksaluria
primer jarang terjadi, kelainana metabolisme kongenital yang merupakan autosan
resesif yang secara bermakna meningkatkan ekskresi oksalat dalam urin,
pembentukan batu yang berulang dan gagal ginjal pada anak.
b.
Batu asam urat
Batu asam
urat merupakan penyebab yang paling banyak dari batu-batu radiolusen di ginjal.
Batu-batu tersebut dapat terbentuk jika terdapat hiperurikosuria dan urin asam
yang menetap.
c.
Batu struvit
Sering
ditemukan dan potensial berbahaya. Batu ini terutama pada wanita, diakibatkan
oleh infeksi saluran kemih oleh bakteri-bakteri yang memiliki urease, biasanya
dari psesies proteus. Batu ini dapat tumbuh menjadi besar dan mengisi pelvis
ginjal dan kalises untuk menimbulkan suatu penampilan seperti “tanduk rusa
jantan”. Dalam urin, kristal struvit berbentuk prisma bersegi empat yang
menyerupai tutup peti mati.
2.4 Patofisiologi
Mekanisme terbentuknya batu pada saluran kemih atau
dikenal dengan urolitiasis belum diketahui secara pasti. Namun ada beberapa
faktor predisposisi terjadinya batu antara lain : Peningkatan konsentrasi
larutan urin akibat dari intake cairan yang kurang dan juga peningkatan
bahan-bahan organik akibat infeksi saluran kemih atau stasis urin menyajikan
sarang untuk pembentukan batu.
Supersaturasi elemen urin seperti kalsium, fosfat,
oxalat, dan faktor lain mendukung pembentukan batu meliputi : pH urin yang
berubah menjadi asam, jumlah solute dalam urin dan jumlah cairan urin.
Masalah-masalah dengan metabolisme purin mempengaruhi pembentukan batu asam
urat. pH urin juga mendukung pembentukan batu. Batu asam urat dan batu cystine
dapat mengendap dalam urin yang asam. Batu kalsium fosfat dan batu struvite
biasa terdapat dalam urin yang alkalin. Batu oxalat tidak dipengaruhi oleh pH
urin.
Imobilisasi yang lama akan menyebabkan pergerakan
kalsium menuju tulang akan terhambat. Peningkatan serum kalsium akan menambah
cairan yang akan diekskresikan. Jika cairan masuk tidak adekuat maka penumpukan
atau pengendapan semakin bertambah dan pengendapan ini semakin kompleks
sehingga terjadi batu.
Batu yang terbentuk dalam saluran kemih sangat
bervariasi, ada batu yang kecil dan batu yang besar. Batu yang kecil dapat
keluar lewat urin dan akan menimbulkan rasa nyeri, trauma pada saluran kemih
dan akan tampak darah dalam urin. Sedangkan batu yang besar dapat menyebabkan
obstruksi saluran kemih yang menimbulkan dilatasi struktur, akibat dari
dilatasi akan terjadi refluks urin dan akibat yang fatal dapat timbul
hidronefrosis karena dilatasi ginjal.
Kerusakan pada struktur ginjal yang lama akan
mengakibatkan kerusakan pada organ-organ dalam ginjal sehingga terjadi gagal
ginjal kronis karena ginjal tidak mampu melakukan fungsinya secara normal. Maka
dapat terjadi penyakit GGK yang dapat menyebabkan kematian.
2.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius
bergantung pada adanya obstruksi, infeksi dan edema. Ketika batu menghambat
aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan
distensi piala ginjal serta ureter proksimal.
Infeksi (pielonefritis dan sistitis yang disertai
menggigil, demam dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus
menerus. Beberapa batu menyebabkan sedikit gejala namun secara perlahan merusak
unit fungsional (nefron) ginjal. Manifestasi yang paling menonjol adalah nyeri
yang luar biasa dan ketidak nyamanan.
Keluhan yang disampaikan pasien
tergantung pada letak batu, besar batu dan penyulit yang telah terjadi. Pada
pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok di daerah kosto-vertebra,
teraba ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis, ditemukan tanda-tanda
gagal ginjal, retensi urine dan jika disertai infeksi didapatkan
demam/menggigil.
a) Batu di piala
ginjal
Mungkin
berkaitan dengan sakit yang dalam dan terus menerus di area kostovertebral.
Hematuria dan piuria dapat dijumpai. Nyeri yang berasal dari area renal
menyebar secara anterior dan pada wanita kebawah mendekati kandung kemih
sedangkan pada pria mendekati testis. Bila nyeri mendadak menjadi akut,
disertai nyeri tekan diseluruh area kostovertebral, dan muncul mual dan muntah,
maka pasien sedang mengalami episode kolik renal. Diare dan ketidaknyamanan
abdominal dapt terjadi. Gejala gastrointestinal ini akibat dari refleks
renointestinal dan proksimitas anatomik ginjal ke lambung, pankreas, dan usus
besar.
b) Batu yang
terjebak di ureter
Menyebabkan
gelombang nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik yang menyebar ke paha dan
genitalia. Pasien sering merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit urin yang keluar,
dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasif batu. Kelompok gejala ini
disebut kolik ureteral. Umumnya, pasien akan mengeluarkan batu dengan diameter
0,5 sampai 1 cm secara spontan. Batu dengan diameter 1 cm biasanya harus
diangkat atau dihancurkan sehingga dapat diangkat atau dikeluarkan secara
spontan.
c) Batu di
kandung kemih
Biasanya
menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan
hematuri. Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih akan terjadi
retensi urine. Jika infeksi berhubungan dengan adanya batu, maka kondisi ini
jauh lebih serius, disertai sepsis yang mengancam kehidupan pasien.
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan
sedimen urine menunjukan adanya lekosit, hematuria dan dijumpai kristal-kristal
pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya adanya
pertumbuhan kuman pemecah urea.
Pemeriksaan
faal ginjal bertujuan mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal
dan untuk mempersipkan pasien menjalani pemeriksaan foto PIV. Perlu juga
diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai penyebab timbulnya batu salran
kemih (kadar kalsium, oksalat, fosfat maupun urat dalam darah dan urine).
Pembuatan foto polos abdomen
bertujuan melihat kemungkinan adanya batu radio-opak dan paling sering dijumpai
di atara jenis batu lain. Batu asam urat bersifat non opak (radio-lusen).
Pemeriksaan
pieolografi intra vena (PIV) bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi
ginjal. Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi opak atau batu non
opak yang tidak tampak pada foto polos abdomen.
Ultrasongrafi
dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV seperti pada
keadaan alergi zat kontras, faal ginjal menurun dan pada pregnansi. Pemeriksaan
ini dapat menilai adanya batu di ginjal atau buli-buli (tampak sebagai echoic
shadow), hidronefrosis, pionefrosis atau pengkerutan ginjal.
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan
dari penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu, menentukan jenis batu,
mencegah kerusakan nefron, mengendalikan infeksi, dan mengurangi obstruksi yang
terjadi.
Pengurangan nyeri.
Tujuan segera dari penanganan kolik renal atau ureteral adalah untuk mengurangi
nyeri sampai penyebabnya dapat dihilangkan; morfin atau meperiden diberikan
untuk mencegah syok dan sinkop akibat nyeri yang luar biasa. Mandi air panas
atau air hangat di area panggul dapat bermanfaat. Cairan diberikan, kecuali
pasien mengalami muntah atau menderita gagal jantung kongestif atau kondisi
lain yang memerlukan pembatasan cairan. Ini meningkatkan tekanan hidrostatik
pada ruang dibelakang batu sehingga mendorong pasase batu tersebut ke bawah.
Masukan cairan sepanjang hari mengurangi konsentrasi kristaloid urin,
mengencerkan urin dan menjamin haluaran urin yang besar.
Pengangkatan Batu. Pemeriksaan
sitoskopik dan pasase kateter ureteral kecil untuk menghilangkan batu yang
menyebabkan obstruksi (jika mungkin), akan segera mengurangi tekanan belakang
pada ginjal dan mengurangi nyeri.
Ketika
batu telah ditemukan, analisis kimiawi dilakukan untuk menentukan komposisinya.
Analisis dapat membuktikan indikasi yang jelas mengenai penyakit yang
mendasari. Sebagai contoh, batu kalsium oksalat atau kalsium fosfat biasanya
menunjukkan adanya gangguan metabolisme kalsium atau oksalat, sedangkan batu
urat menunjukkan adanya gangguan metabolisme asam urat. Batu struvit (batu
infeksi) terdapat sekitar 15% dari seluruh batu urinarius. Agens antibakterial
spesifik diberikan jika terjadi infeksi.
Terapi Nutrisi Dan Medikasi. Terapi
nutrisi berperan penting dalam mencegah batu renal. Masukan cairan yang adekuat
dan menghindari makanan tertentu dalam diet
yang merupakan bahan utama pembentuk batu (misal kalsium) efektif untuk
mencegah pembentukan batu atau lebih jauh meningkatkan ukuran batu yang telah
ada. Setiap pasien batu renal harus minum paling sedikit 8 gelas air sehari
untuk mempertahankan urin encer, kecuali dikontraindikasikan.
Batu Kalsium. Kebanyakan
batu mengandung kalsium yang berkombinasi dengan fosfat atau substansi lain.
Pada pasien ini, pengurangan kandungan kalsium dan fosfor dalam diet dapat
membantu mencegah pembentukan batu lebih lanjut. Urin dapat menjadi asam dengan
pemakaian medikasi seperti amonium klorida atau asam asetohidroksamik.
Natrium
selulosa fosfat telah dilaporkan efektif dalam mencegah batu kalsium. Agens ini
mengikat kalsium yang berasal dari makanan dalam saluran intestinal, mengurangi
jumlah kalsium yang diabsorbsi kedalam sirkulasi. Jika peningkatan produksi
parathormon (menyebabkan peningkatan kadar kalsium serum dalam darah dan urin)
merupakan faktor yang menyebabkan pembentukan batu, terapi diuretik menggunakan
thiazide mungkin efektif dalam mengurangi kalsium ke dalam urin dan menurunkan
kadar parathormon.
Batu Fosfat. Diet
rendah fosfor dapat diresepkan untuk pasien yang memiliki batu fosfat. Untuk
mengatasi kelebihan fosfor, jeli aluminium hidroksida dapat diresepkan karena
agens ini bercampur dengan fosfor, dan mengekskresikannya melalui saluran
intestinal bukan ke sistem urinarius.
Batu Urat.
Untuk
mengatasi batu urat, pasien diharuskan diet rendah purin untuk mengurangi
ekskresi asam urat dalam urin. Makanan tinggi purine (kerang, ikan hering,
asparagus, jamur, dan jeroan) harus dihindari, dan protein lain harus dibatasi.
Allopurinol (Zyloprim) dapat diresepkan untuk mengurangi kadar asam urat serum
dan ekskresi asam urat ke dalam urin. Urin dibasakan. Untuk batu sistin, diet
rendah protein diresepkan, urin dibasakan, dan penisilamin diberikan untuk
mengurangi jumlah sistin dalam urin.
Batu Oksalat.
Untuk batu oksalat, urin encer dipertahankan dengan pembatasan masukan oksalat.
Makanan yang harus dihindari mencakup sayuran hijau berdaun banyak; kacang,
seledri, gula bit, buah beri hitam, kelembak; coklat; teh, kopi, dan kacang
tanah.
Jika
batu tidak dapat keluar secara spontan atau jika terjadi komplikasi, modalitas
penanganan mencakup terapi gelombang kejut ekstrakorporeal, pengangkatan batu
perkutan, atau ureteroskopi.
Lithotripsi
Gelombang Kejut Ekstrakorporeal. Lithotripsi gelombang
kejut ekstrakorporeal (ESWL) adalah prosedur noninvasif yang digunakan untuk
menghancurkan batu di kaliks ginjal. Sebuah batu tersebut pecah menjadi bagian
yang kecil seperti pasir, sisa-sisa batu tersebut dikeluarkan secara spontan.
Pada
ESWL, atau lithotripsi, amplitudo tekanan berenirgi tinggi dari gelombang kejut
dibangkitkan melalui suatu pelepasan energi yang kemudian disalurkan ke air dan
jaringan lunak. Ketika gelombang kejut menyentuh substansu yang intensitasnya
berbeda (batu renal), tekanan gelombang mengakibatkan permukaan batu pecah.
Pengulangan gelombang kejut ke batu akhirnya menyebabkan batu tersebut menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil. Bagian yang lebih kecil ini diekskresikan ke
dalam urin, biasanya tanpa kesulitan.
Kebutuhan
anestesia pada prosedur ini bergantung pada tipe lithotripsi yang digunakan,
ditentukan oleh jumlah dan intensitas gelombang kejut yang disalurkan.
Rata-rata penanganan adalah antara 1000-3000 gelombang kejut. Bangkitan awal
lithotripsi memerlukan anestesi lokal dan anestesi umum. Namun demikian, pabrik
lithotripsi menyatakan bahwa mayoritas pasien yang ditangani dengan produk
mereka tidak atau sedikit memerlukan anestesi.
Meskipun
gelombang kejut biasanya tidak merusak jaringan lain, ketidaknyamanan akibat
syok multipel dapat terjadi. Pasien diobservasi akan adanya obstruksi dan
infeksi akibat hambatan di traktus urinarius oleh serpihan batu. Seluruh urin
disaring setelah prosedur; kerikil atau pasir yang dikeluarkan dikirim ke
laboratorium untuk analisis kimia. Beberapa penanganan mungkin diperlukan untuk
menjamin pemecahan batu.
Meskipun
lithotripsi merupakan penanganan yang mahal, tetapi terapi ini telah menurunkan
lama rawat dan hemat karena prosedur invasif untuk mengangkat batu yang dapat
dihindari.
Penyuluhan
pasien. ESWL terbukti efektif pada
pasien rawat jalan; oleh karena itu perawat harus menyediakan instruksi
perawatan di rumah dan pentingnya tindak lanjut. Pasien didorong untuk
meningkatkan masukan cairan untuk memfasilitasi pasase serpihan batu, yang
mungkin terjadi 6 minggu sampai beberapa bulan setelah prosedur. Pasien dan
keluarga diinstruksikan mengenai tanda dan gejala yang menunjukkan adanya
komplikasi, seperti demam, penuruna haluaran urin, dan nyeri. Perawat juga
perlu menjelaskan kepada pasien akan kemungkinan hematuria (diantisipasi untuk
semua pasien), namun hal ini dapat hilang dalam waktu 24 jam. Pasien dipantau
dengan cermat oleh dokter untuk menjamin bahwa penanganan efektif dan tanpa
komplikasi, seperti obstruksi, infeksi, hematoma renal, atau hipertensi.
Karena
risiko kambuh yang tinggi perawat harus
memberikan pelajaran mengenai batu ginjal dan cara mencegah
kekambuhannya. Instruksi mengenai diet kalsium, asam urat dan oksalat yang
tepat diberikan, tergantung dari komposisi batu.
Metode Endurologi
Pengangkatan Batu. Bidang endurologi menggabungkan
keterampilan ahli radiologi dan urologi untuk mengangkat batu renal tanpa
pembedahan mayor. Nefrostomi perkutadapat dikurangi n (nefrolitotomi perkutan)
dilakukan, dan nefroskop dimasukkan ke traktus perkutan yang sudah dilebarkan
ke dalam parenkim renal. Batu dapat diangkat dengan forseps atau jaring,
tergantung dari ukurannya. Selain itu, alat ultrasound dapat dimasukkan melalui
selang nefrostomi disertai pemakaian gelombang ultrasonik untuk menghancurkan
batu. Serpihan batu dan debu batu diirigasi dan diisap keluar dari duktus
kolektikus. Batu yang besar selanjutnya dapat dikurangi dengan disintegrasi
ultrasonik dan diangkat dengan forsep atau jaring.
2.8 Proses Keperawatan
2.8.1
Pengkajian
Pasien
yang diduga mengalami batu ginjal dikaji terhadap adanya nyeri dan ketidak
nyamanan. Keparahan dan lokasi nyeri ditentukan bersamaan dengan radiasi nyeri.
Pasien juga dikaji akan adanya gejala yang berhubungan seperti mual, muntah, diare,
dan distensi abdomen. Pengkajian keperawatan mencakup observasi tanda-tanda
infeksi traktus urinarius (menggigil, demam, disuria, sering berkemih, dan
hesitancy) dan obstruksi (berkemih sering dengan jumlah urin sedekit, oliguria,
anuria). Selain itu, urin diobservasi akan adanya darah dan di saring untuk
kemungkinan adanya batu atau kerikil.
Riwayat difokuskan pada factor predisposisi
penyebab terbentuknya batu di traktus urinarius atau factor pencetus episode
kolik renal atau ureteral. Factor predisposisi terbentuknya batu mencakup
riwayat adanya batu dalam keluarga, kanker atau gangguan pada sum-sum tulang,
atau diet tinggi kalsium atau purine. Factor yang dapat mencetuskan pembentukan
batu pada pasien yang terkena batu ginjal mencakup episode dehidrasi,
imobilisasi yang lama, dan infeksi. Pengetahuan pasien tentang batu renal dan
upaya untuk mencegah kejadian dan kekambuhan juga di kaji.
2.8.2
Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan
pada data pengkajian, diagnose keperawatan pada batu renal mencakup yang berikut
:
a. Nyeri b/d inflamasi, obstruksi dan abrasi urinarius.
b. Kurang pengetahuan tentang pencegahan kekambuhan
batu renal
2.8.3
Intervensi Keperawatan
Mengurangi
nyeri. Pengurangan segera terhadap nyeri yangparah akibat coliks renal atau
ureteral dilakukan dengan analgesic narkotik.
Pemberian secara
intra vena atau intra muscular dapat diresepkan untuk mengurangi nyeri dengan
cepat. Pasien didorong dan dibantu untuk berbaruing pada posisi yang nyaman.
Jika aktivitas dapat mengurangi nyeri, pasien dibantu untuk ambulasi. Nyeri
dipantau dengan ketat, dan meningkatkan nyeri segera dilaporkan ke dokter,
sehingga nyeri dapat dikurangi dan ditangani.pasien disiapkan untuk menjalani
penanganan lain (mis., litotripsi, pengangkatan batu perkutan, ureteroskopi, atau
pembedahan). Jika nyeri sangat parah dan tidak hilang serta batu tidak dapat
keluar dengan spontan.
Pendidikan pasien.
Karena batu diketahui akan terjadi kembali, pasien didorong untuk mengikuti
program untuk menghindari berkurangnya pembentukan batu. Satu segi pencegahan
adalah untuk mempertahankan masukan cairan, karena batu mudah terbentuk dalam
urin konsentrasi tinggi. Pasien yang menunjukkan keccenderungan untuk membentuk
batu hharus minum cukup cairan
mengeluarkan 3000-4000 ml urin tiap 24 jam, mematuhi resep diet, dan
menghindari peningkatan suhu lingkungan yang mendadak,yang dapat menyebabkan
menurunnya jumlah urin. Kegiatan dan aktivitas yang menimbuklkan keringat
berlebih dapat menyebabkan dehidrasi berat untuk sementara.,oleh karena itu
maukan cairan harus ditingkatkan. Cairan yang cukup harus dikonsumsi pada sore
hari untuk mencegah urin menjadi pekat. Kultur urin dilakukan tiap 1-2 bulan
pada tahun pertama dan kemudian secara periodic.kekambuhan infeksi traktus urinarius ditangani dengan
tepat.
Karena imobilisasi
lamam memperlambat drainase urin dan merrubah metabolism kalsium, peniingkatan
mobilitas dianjurkan jika mungkin. Selain itu, ingestivitamin (terutama vitamin
D) dan mineral dianjurkan.
Jika litotripsi,
pengangkatan batu perkutan, ureteroskopi atau prosedur bedah lain untuk
mengangkat batu telah dilakukan, pasien telah dijelaskan tentang tanda dan
gejala komplikasi dan perlunya untuk melaporkannya ke dokter. Pentingnya tindak
lanjut untuk mengkaji fungsi ginjal dan untuk menjamin bahwa penghancuran atau
pengangkatan batu ginjal berhasil baik ditekankan pada pasien dan keluarga.
Jika medikasi diberikan untuk mencegah pembentukan batu, kerja dan pentingnya
medikasi dijelaskan kepada pasien. Selain itu, informasi yang rinci mengenai
makanan yang harus dimakan atau dihindari dijelaskan secara verbal atau
tertulis.pasien diinstruksikan untuk memantau pH urin dan menilai hasilnya.
Karena tingginya resiko kambuh, maka pasien diajarkan mengenai tanda dan gejala
pembentukan batu, obstruksi dan infeksi serta pentingnya untuk segerea
melaporkan hal tersebut.
2.8.4
Evaluasi Keperawatan
Hasil yang diharapkan :
1.
Menunjukkan berkurangnya nyeri .
2.
Menunjukkan peningkatan perilaku sehat untuk mencegah kekambuhan.
a.
Mengkonsumsi cairan dalam jumlah besar (10-12 gelas setiap hari).
b.
Melakukan aktivitas yang sesuai.
c.
Mengkonsumsi diet yang diresepkan untuk mengurangi faktor predisposisi
pembentukan batu.
d.
Mengidentifikasi gejala yang harus dilaporkan ke tenaga kesehatan (demam,
menggigil, nyeri panggul, hematuria).
e.
Memantau pH urin sesuai anjuran.
f.
Mematuhi medikasi seperti yang
dianjurkan untuk mengurangi pembentukan batu.
3.
Tidak adanya komplikasi.
a.
Tidak memperlihatkan tanda sepsis dan infeksi.
b.
Berkemih sebanyak 200-400 ml urin jernih tanpa mengandung sel darah merah
setiap kali berkemih.
c.
Melaporkan tidak adanya disuria, frekuensi dan hesitansi.
d.
Memperlihatkan suhu normal.
2.8.5
Discharge Planning
Untuk membantu pemulihan
pasca bedah atau tindakan:
a.
Anjurkan untuk banyak minum untuk
mempercepat pengeluaran partikel-partikel batu.
b.
Jelaskan bahwa mungkin akan ada darah yang
terdapat dalam urine selama beberapa minggu.
c.
Anjurkan pasien untuk sering berjalan demi
membantu keluarnya pecahan-pecahan batu.
d.
Ajarkan tentang penggunaan obat analgetik
yang masih diperlukan untuk mengurangi nyeri kolik yang menyertai keluarnya
pecahan batu.
Untuk mencegah terbentuknya
kembali batu tersebut:
a.
Anjurkan untuk diet yang berhubungan
dengan jenis batu : hindari kalsium dan fosfor yang berlebihan untuk batu
kalsium oksalat, turunkan konsumsi purin (daging, ikan dan unggas) untuk batu
asam urat.
b.
Anjurkan patuh terhadap terapi sesuai
instruksi dokter, seperti diuretik untuk menurunkan ekresi kalsium dalam urine.
Alopurinol untuk menurunkan pembentukan asam urat d-penisilamin untuk menurunkan
konsentrasi sistin dan natrium bikarbonat untuk membasakan urine.
c.
Anjurkan aktivitas yang menahan beban dan
hindari tirah baring yang terlalu lama, yang akan mengubah metabolisme kalsium.
d.
Beritahukan semua pasien dengan penyakit
batu untuk minum cukup banyak air agar volume urinnya mencapai 2000-3000 cc
atau lebih setiap 24 jam.
BAB
3
MALPRAKTEK
1.1 Pengertian Malpraktek
Malpraktek mempakan istilah yang
sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal”
mempunyai arti salah sedangkan “praktek” mempunyai arti pelaksanaan atau
tindakan, sehingga malpraktek berarti pelaksanaan atau tindakan yang salah.
Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut
dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka
pelaksanaan suatu profesi.
Sedangkan definisi malpraktek profesi
kesehatan adalah kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk mempergunakan
tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien,
yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
dilingkungan yang sama.
Malpraktek juga dapat diartikan
sebagai tidak terpenuhinya perwujudan hak-hak masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan yang baik, yang biasa terjadi dan dilakukan oleh oknum yang tidak mau
mematuhi aturan yang ada karena tidak memberlakukan prinsip-prinsip
transparansi atau keterbukaan, dalam arti, harus menceritakan secarajelas
tentang pelayanan yang diberikan kepada konsumen, baik pelayanan kesehatan
maupun pelayanan jasa lainnya yang diberikan. Dalam memberikan pelayanan wajib
bagi pemberi jasa untuk menginformasikan kepada konsumen secara lengkap dan
komprehensif semaksimal mungkin. Namun, penyalahartian malpraktek biasanya
terjadi karena ketidaksamaan persepsi tentang malpraktek.
Guwandi (1994) mendefinisikan
malpraktik sebagai kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk menerapkan
tingkat keterampilan dan pengetahuannya di dalam memberikan pelayanah
pengobatan dan perawatan terhadap seorang pasien yang lazim diterapkan dalam
mengobati dan merawat orang sakit atau terluka di lingkungan wilayah yang sama.
Ellis dan Hartley (1998) mengungkapkan
bahwa malpraktik merupakan batasan yang spesifik dari kelalaian (negligence)
yang ditujukan pada seseorang yang telah terlatih atau berpendidikan yang
menunjukkan kinerjanya sesuai bidang tugas/pekerjaannya.
1.2 Malparaktek dalam Keperawatan
Banyak kemungkinan
yang dapat memicu perawat melakukan kelalaian atau malpraktik. Perawat dan
masyarakat pada umumnya tidak dapat membedakan antara kelalaian dan malpraktik. Walaupun
secara nyata jelas penbedaannya sebagaimana telah diuraikan terdahulu.
Malpraktik lebih spesifik dan terkait dengan status profesional seseorang
misalnya perawat, dokter atau penasehat hukum.
Menurut Vestal, K.W. (1995) mengatakan bahwa untuk mengatakan secara pasti malpraktik ,apabila penggugat dapat menunjukkan dibawah ini :
a. Duty. Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan
kewajibanya yaitu kewajiban untuk mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya
untuk menyembuhkan atau setidak-tidaknya meringankan beban penderitaan
pasiennya berdasarkan stadar profesi. Hubungan perawat-klien menunjukkan bahwa melakukan kewajiban berdasarkan
standar keperawatan.
b. Breach of the duty. Pelanggaran
terjadi sehubungan dengan kewajibannya artinya menyimpang dari apa yang
seharusnya dilakukan menurut standar profesinya.Pelanggaran yang terjadi
terhadap pasien (misalnya kegagalan dalam memenuhi standar keperawatan yang
ditetapkan sebagai kebijakan rumah sakit.
c. Injury. Seseorang mengalami injury atau kerusakan (damage) yang dapat
dituntut secara hukum (misalnya pasien mengalami cedera sebagai akibat
pelanggaran. Keluhan nyeri, atau adanya penderitaan atau stress emosi dapat
dipertimbangkan sebagai akibat cedera hanya jika terkait dengan cedera fisik).
d. Proximate caused. Pelanggaran
terhadap kewajibannya menyebabkan/terkait dengan injury yang dialami (misalnya
cedera yang terjadi secara langsung berhubungan dengan pelanggaran terhadap kewajiban
perawat terhadap pasien).
Sebagai penggugat,
harus mampu menunjukkan bukti pada setiap elemen dari keempat elemen di atas.
Jika semua elemen itu dapat dibuktikan hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi
malpraktik, dan perawat berada pada tuntutan malpraktik. Terhadap tuntutan
malpraktik, pelanggaran dapat bersifat pelanggaran :
A. Pelanggaran etika profesi.
Terhadap pelanggaran ini sepenuhnya
oleh organisasi profesi (Majelis Kode Etik Keperawatan) sebagaimana tercamtum
pada pasal 26 dan 27 Anggaran Dasar
PPNI. Sebagaimana halnya doter, maka perawat pun merupakan tenaga
kesehatan yang preofesional yang menghadapi banyak masalah moral/etik sepanjang
melaksanakan praktik profesional. Beberapa masalah etik yang sering terjadi pada tenaga keperawatan antara lain moral
unpreparedness, moral blindness, amoralism, dan moral fanatism. Untuk menangani masalah etika yang terjadi pada tenaga keperawatan
dilakukan organisasi profesi keperawatan (PPNI) melalui Majelis Kode Etik
Keperawatan.
B. Sanksi administratif.
Berdasarkan Keppres No.56 tahun 1995
dibentuk Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) dalam rangka pemberian perlindungan yang seimbang dan objetif
kepada tenaga kesehatan dan masyarakat penerima pelayanan kesehatan. MDTK bertugas meneliti dan menentukan ada
atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan MDTK akan dilaporkan kepada pejabat kesehatan
berwenang untuk mengambil tindakan disiplin terhadap tenaga kesehatan dengan
memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tindakan sebagaimana
yang dimaksud tidak mengurangi ketentuan pada :pasal 54 ayat
(1) dan ayat (2) UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan, yaitu : (1). Terhadap tenaga kesehatan yang
melakukan kesalahan atau kelalaian dalammelaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin. (2). Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
Keanggotaan MDTK terdiri dari unsur Sarjana
Hukum, ahli kesehatan yang diwakili organisasi profesi di bidang kesehatan,
ahli agama, ahli psikologi, dan ahli sosiologi. Organisasi iniberada baik di
tingkat pusat, juga ditingkat Propinsi. Sejauh ini di Sulawesi Selatan belum
terbentuk MDTK.
C. Pelanggaran hukum.
Pelanggaran dapat bersifat perdata maupun pidana. Pelanggaran yang bersifat perdata sebagaimana pada UU No.23 tahun 1992 pada pasal 55 ayat
(1) dan ayat (2) berbunyi:
(1) Setiap orang berhak atas ganti
rugi akibat kesdalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga
kesehatan.
(2). Ganti rugi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku..
Hal yang berhubungan
dengan ganti rugi dapat bersifat negosiasi atau
diselesaikan melalui pengadilan. Pelanggaran yang bersifat pidana
sebagaimana pada UU No.23 tahun 1992 pada Bab X (Ketentuan Pidana) berupa pidana penjara dan atau pidana
denda, atau sebagimana pada pasal 61 dan 62 UU No. 8
tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, berbunyi :
Pasal 61 : Penentuan
pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya.
Pasal 62 :
(1). Pelaku usaha yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, pasal 8, Pasal 10, Pasal 13 ayat
(2), Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal
18 dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling
banyak Rp.2.000.000.000.00 (dua miliar rupiah).
(2). Pelaku usaha yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1)
huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
atau pidana denda banyak Rp. 500.000.000.00 (lima ratus
juta rupiah).
(3). Terhadap
pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.
1.3 Bidang Pekerjaan Perawat yang
Berisiko Melakukan Kesalahan
Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area dimana
perawat berisiko melakukan kesalahan yaitu Pada tahap pengkajian keperawatan (assessment
errors),Perencanaan keperawatan (planning errors), dan tindakan
intervensi keperawatan (interventionerrors). Untuk lebih jelasnya dapat
diuraikan sebagai berikut :
a. Assessment errors,
Termasuk kegagalan mengumpulkan data/informasi tentang pasien
secara adekuat, atau kegagalan mengidentifikasi informasi yang diperlukan
seperti data hasil pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda vital, atau keluhan
pasien yang membutuhkan tindakan segera. Kegagalan dalam pengumpulan data akan
berdampak pada ketidaktepatan menetapkan diagnosa keperawatan dan lebih lanjut
akan mengakibatkan dalam kesalahan/ketidaktepatan dalam tindakan.
Untuk menghindari kesalahan
ini, perawat seharusnya dapat mengumpulkan data dasar secara komprehensif dan
mendasar.
b. Planning errors,
termasuk :
1. Kegagalan mencatat masalah pasien dan kelalaian
menuliskan dalan rencana keperawatan.
2. Kegagalan mengkomunikasikan secara efektif rencana
keperawatan yang telah dibuat (misalnya menggunakan bahasa dalam rencana
keperawatan dimana perawat yang lain tidak memahami dengan pasti).
3. Kegagalan memberikan asuhan keperawatan secara
berkelanjutan yang disebabkan kurangnya informasi yang diperoleh dari rencana
keperawatan.
4. Kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti
oleh pasien.
Untuk mencegah kesalahan
tersebut diatas, jangan hanya megira-ngira dalam membuat rencana keperawatan
tanpa dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya. Seharusnya dalam menulisan harus
dengan pertimbangan yang jelas dengan berdasarkan masalah pasien. Bila dianggap perlu, lakukan modifikasi rencana berdasarkan data
baru yang terkumpul. Rencana harus realistik, berdasarkan standar yang telah ditetapkan termasuk pertimbangan yang
diberikan oleh pasien.
Komunikasikan secara jelas baik secara
lisan maupun dengan tulisan.Bekerja berdasarkan rencana dan dilakukan secara
hati-hati instruksi yang ada. Setiap pendapatnya perlu divalidasi dengan
teliti.
c. Intervention errors
Termasuk kegagalan menginterpretasikan
dan melaksanakan tindakan kolaborasi, kegagalan melakukan asuhan keperawatan
secara hati-hati, kegagalan mengikuti/mencatat order/perintah dari dokter atau
dari supervisor. Kesalahan pada
tindakan keperawatan yang sering terjadi adalah kesalahan dalam membaca
perintah/order, mengidentifikasi pasien sebelum dilakukan tindakan/prosedur,
memberikan obat, dan terapi pembatasan (restrictive therapy).Dari
seluruh kegiatan ini yang paling berbahaya nampaknya
pada tindakan pemberian obat, oleh karena itu perlunya komunikasi baik diantara
anggota tim kesehatan maupun terhadap pasien dan keluarganya.
Untuk menghindari kesalahan
ini, sebaiknya rumah sakit tetap melaksanakan program pendidikan berkelanjutan
(Continuing Nursing Education).
1.4 Pencegahan Adanya Tuntutan
Malpraktik
Sangat perlu
bagi seorang perawat berupaya melakukan sesuatu guna mencegah terjadinya
tuntutan malpraktik yaitu upaya mempertahankan standar pelayanan/asuhan yaqng
berkualitas tinggi. Hal ini dilakukan dalam pekerjaan sebagai perawat yaitu
meningkatkan kemampuan dalam praktik keperaweatan dan menciptakan iklim yang
dapat mendorong peningkatan praktik keperawatan., yaitu :
a. Kesadaran diri (self-awareness).
Yaitu mengidentifikasi dan memahami
pada diri sendiri tentang kekutan dan kelamahan dalam praktik keperawatan. Bila
terindentifikasi akan kelemahan yang dimiliki maka berusahalah untuk mencari
penyelesaiannya. Beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu melalui pendidikan,
pengalaman langsung, atau berdiskusi dengan teman sekerja/kolega.
Apabila berhubungan seorang
supervisor, sebaiknya bersikap terbuka akan kelemahannnya dan jangan menerima tanggung jawab dimana perawat
yang bersangkutan belum siap untuk itu. Jangan menerima suatu jabatan
atau pekerjaan kalau menurut kriteria yang ada tidak dapat dipenuhi.
b. Beradaptasi terhadap tugas yang diemban.
Tenaga keperawatan yang diberika tugas pada suatu unit
perawatan dimana dia merasa kurang berpengalaman dalam merawat pasien yang ada
di unit tersebut, maka sebaiknya perawat perlu mengikuti program
orientasi/program adaptasi di unit tersebut. Perawat perlu berkonsultasio dengan
perawat senior yang aa diunit terbut.
c. Mengikuti kebijakan dan prosedur yang
ditetapkan.
Seorang perawat dalam melaksanakan tugasnya harus
sealu mempertimbangkan kebijakan dan prosedur yang berlaku di unit tersebut.
Ikuti kebijakan dan prosedur yang berlaku secara cermat, misalnya
kebijakan/prosedur yang berhubungan dengan pemberian obat pada pasien.
d. Mengevaluasi kebijakan dan prosedur yang
berlaku.
Ilmu pengetahuan dan tehnologi keperawatan bersifat
dinamis artinya berkembang secara terus menerus. Dalam perkembangannya,
kemungkinan kebijakan dan prosedur yang ada diperlukan guna menyesuaikan dengan
perkembangan yang terjadi. Oleh krena itu itu ada kebutuhan untuk menyeuaikan
kebijakan dan proseudr atau protokol tertentu. Untuk itu merupakan tanggung
jawab perawat profesional bekerja guna mempertahankan mutu pelayanan sesuai
dengan tuntutan perkembangan.
e. Pendokumentasian.
Pencatatan perawat dapat dikatakan sesuatu yang unit
dalam tatanan pelayanan kesehatan, karena kegiatan ini dilakukan selama 24 jam. Aspa yang dicatat oleh
perawat merupakan faktor yang krusial guna menghindari
suatu tuntutan. Dokumentasi dalam suatu pencatatan adalah laporan tentang
pengamatan yang dilakukan, keputusan yang diambil, kegiatan yang dilakukan, dan
penilaian terhadap respon pasien.
Oleh karena setiap kasus ditentukan
adanya fakta yang mednkung suatu tuntutan, maka diperlukan pencatatan yang
jelas dan relevan. Pencatatan diperlukan secara jelas, benar, dan jelas sehingga dapat dipahami.
Vestal,
K.W (1995) memberikan pedoman guna mencegah terjadinya
malpraktik, sebagai berikut :
a) Berikan kasih sayang kepada pasien
sebagaimana anda mengasihi diri sendiri.Layani pasien dan keluarganya dengan
jujur dan penuh rasa hormat.
b) Gunakan pengetahuan keperawatan untuk
menetapkan diagnosa keperawatan yang tepat dan laksanakan intervensi
keperawatan yang diperlukan. Perawatmempunyai kewajiban untuk menyusun
pengkajian dan melaksanakan pengkajian dengan benar.
c) Utamakan kepentingan pasien. Jika tim
kesehatan lainnya ragu-ragu terhadap tindakan yang akan dilakukan atau kurang
merespon terhadap perubahan kondisi pasien, diskusikan bersama dengan tim
keperawatan guna memberikan masukan yang diperlukan bagi tim kesehatan lainnya.
d) Tanyakan saran/order yang diberikan oleh
dokter jika : Perintah tidak jelas,masalah itu ditanyakan oleh pasien atau
pasien menolak, tindakan yang meragukan atau tidak tepat sehubungan dengan
perubahan dari kondisi kesehatan pasien. Terima perintah dengan jelas dan
tertulis.
e) Tingkatkan kemampuan anda secara terus
menerus, sehingga pengetahuan/kemampuan yang dimiliki senantiasa up-to-date.
Ikuti perkemangan yang terbaru yang terjadi di lapangan pekerjaan dan
bekerjalah berdasarkan pedoman yang berlaku.
f) Jangan melakukan tindakan dimana tindakan itu belum anda
kuasai.
g) Laksanakan asuhan keperawatan berdasarkan model proses keperawatan.
Hindari kekurang hati-hatian dalam memberikan asuhan
keperawatan.
h) Catatlah rencana keperawatan dan respon
pasien selama dalam asuhan keperawatan. Nyatakanlah secara jelas dan lengkap.
Catatlah sesegera mungkin fakta yang anda observasi secara jelas.
i)
Lakukan
konsultasi dengan anggota tim lainnya. Biasakan bekerja berdasarkan kebijakan
organisasi/rumah sakit dan prosedur tindakan yang berlaku.
j)
Pelimpahan
tugas secara bijaksana, dan ketahui lingkup tugas masing-masing. Jangan pernah
menerima atau meminta orang lain menerima tanggung jawab yang tidak dapat anda
tangani.
1.5 Contoh Kasus Malpraktek dalam
Penanganan Urolithiasis
1.
BATAM, batamtoday - LSM Gerakan Bersama Rakyat (Gebrak)
memberikan perhatian khusus korban dugaan malpraktek, Raya Nainggolan (48),
pasien Rumah Sakit (RS) Awal Bros yang tewas dengan kondisi kulit di sekujur
tubuh melepuh, pada Jumat (19/10/2012) sekitar pukul 08.30 WIB. Kulit di
sekujur tubuh korban melepuh yang diduga akibat setelah mengonsumsi obat resep
dokter yang diberikan oleh dokter M. Alwi di RS Awal Bross.
Selain menyampaikan ungkapan bela sungkawa atas kejadian
yang menimpa korban, Ketua LSM Gebrak Uba Ingan Sigalingging juga mendesak IDI
Batam menuntaskan kasus dugaan malpraktek di Rumah Sakit Awal Bros ini.
Uba, yang mengaku memiliki pengalaman panjang
memperjuangkan keadilan dalam hal dugaan malpraktek di rumah sakit yang sama,
juga menyarankan keluarga korban membawa kasus ini ke ranah hukum, dan tidak
semata-mata pada kode etik kedokteran saja. "Dugaan malpraktek ini harus
diusut tuntas. Dengan tuntasnya masalah ini, kita harapkan para dokter, yang
dianggap sebagai profesi terhormat, ke depan agar lebih profesional sehingga
tidak ada lagi warga lainnya menjadi korban malpraktek. Ini juga akan
memberikan rasa keadilan bagi keluarga korban," kata Uba kepada
batamtoday, Rabu (24/10/2012).
LSM Gebrak, kata Uba, siap memberikan pendampingan pada
keluarga korban guna mendapatkan rasa keadilan dalam kasus dugaan malpraktek
yang hingga merenggut nyawa korban Raya Nainggolan. "Kita juga akan bawa
kasus ini ke Komisi IX DPR-RI yang membidangi kesehatan," imbuhnya.
Dugaan malpraktek ini sendiri berawal ketika korban Raya
Nainggolan menjalani operasi batu ginjal di RS Awal Bros pada Rabu, 13 Juni
2012 lalu. Selesai menjalani operasi, kondisi Raya pun masih biasa aja tanpa
ada keganjilan atau penyakit lain yang dideritanya.
Namun pada Senin, 20 Agustus 2012, Raya kembali menjalani
operasi untuk mencabut selang yang ditanam di dalam tubuhnya saat operasi
pertama. Setelah itu, dokter M Alwi selaku dokter yang menangani penyakit Raya
memberikan resep obat untuk penyembuhan. Namun, obat berdasarkan resep dokter
itu bukan malah menyehatkan, melainkan awal malapetaka bagi kehidupan Raya.
"Saya disuruh beli obat pakai resep. Tapi obat itu
bukan menyehatkan malah membuat semua kulit suami saya melepuh dan
terklupas," ungkap Dorismeri Silalahi (44), istri korban, yang ditemui
portal ini di rumah duka, Jumat (19/10/2012) lalu.
Adapun resep yang diduga merenggut nyawa korban, antara
lain Cefat, Aloris, Neurobion, Ketorolac, Gentamycin dan Novaigin. Setelah
mengkonsumsi obat tersebut, seluruh kulit korban melepuh seperti habis
terbakar. "Habis makan obat itu, suami saya langsung demam tinggi,
gatal-gatal, dan kulitnya mulai memerah dan melepuh," terang Dorismeri
lagi. Dorismeri yang merasa ada keanehan dengan kondisi kesehatan suaminya,
langsung melarikan Raya kembali ke RS Awal Bross. Di rumah sakit tersebut,
kondisi Raya makin parah.
"Hal ini sudah saya pertanyakan langsung sama pihak
rumah sakit maupun dokter. Mereka bilang suami saya terkena penyakit gula.
Sementara, dokter kulit mengatakan suami saya alergi obat berdasarkan resep
tersebut. Sampai akhirnya tewas, pihak RS Awal Bross sepertinya lepas tangan
tak ada tanggungjawab," paparnya. Ditambahkannya, dokter kulit di RS Awal
Bross yang mengatakan alergi obat adalah dr Arif. Dengan adanya pernyataan dr
Arif mengenai alergi obat yang diberikan kepada Raya, pihak keluarga
menyimpulkan, dr M. Alwi telah melakukan malpraktek terhadap Raya hingga tewas.
Tewasnya Raya Nainggolan, yang jasadnya dikebumikan di
Tempat Pemakaman Umum Seitemiang pada Minggu (21/10/2012) lalu, meninggalkan
duka mendalam bagi Dorismeri. Ia pun harus memikul beban berat untuk menghidupi
dan menyekolahkan 5 anak mereka.
Terkait dugaan malpraktek yang hingga menelan korban ini,
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Kepri, dr Tengku Afrizal Dahlan
mengatakan pihaknya akan segera memanggil dokter dr M Alwi dan manajemen RS
Awal Bros.
"Saya belum mendapatkan informasi tentang kasus ini
sebelumnya, untuk itu Kami dari IDI Kepri akan memanggil dokter yang
bersangkutan untuk mendapatkan keterangan penyebab kejadian," kata Tengku
Afrizal kepada batamtoday, Jumat (18/10/2012) malam. Tengku menambahkan, selama
ini pihak IDI hanya sebatas menunggu laporan dan pro-aktif dari masyarakat
terkait kasus serupa tentang adanya dugaan malpraktek yang terjadi di Kepri.
"Segera kita telusuri penyebab kejadian untuk mengetahui kronologis
bagaimana peristiwa itu terjadi," ujarnya lagi.
Hal senada juga disampaikan Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
Kota Batam. Ketua IDI Batam mengaku telah menghubungi pihak manajemen RS Awal
Bros untuk meminta data tindakan medis yang telah dilakukan dokter terhadap
pasien. "Saya telah menghubungi manajemen RS Awal Bros atas rekam medik
yang telah dilakukan dokter sejak proses awal hingga akhir. Kita belum
mendapatkan laporan mengenai kasus itu," ujar dr Salman kepada batamtoday,
Selasa (23/10/2012).
Salman menambahkan, data dari RS Awal Bros tersebut
nantinya akan menjadi bahan kajian bagi IDI Batam untuk mengetahui permasalahan
penyebab dugaan malpraktek itu. "Data itu nanti akan diuji oleh Majelis
Kehormatan Etik Kedokteran IDI Batam, apakah dokter tersebut telah melakukan
kesalahan atau tidak. Untuk itu kami perlu menyelidiki kasusnya sebelum
memberikan keterangan nanti," ujarnya.
2.
Liputan6.com, Jakarta: Bermaksud mengobati batu ginjal, Agus Subiantoro mengiyakan nasihat
dokter untuk dioperasi. Tapi, bukannya sembuh, beberapa waktu kemudian setelah
di-rontgen ketahuan ada kateter tertinggal di tubuhnya. Sang dokter yang lalai
itu bersedia mengoperasi dia kembali. Tapi, usulan itu ditolak. "Saya
masih trauma," kata pegawai negeri rendahan ini. Dan, Agus memilih jalur
hukum. Pria setengah baya itu melaporkan kasus malpraktik ini Kepolisian Resor
Bekasi pada 26 Maret silam.
Petaka ini terjadi dua tahun lampau. Kala itu, Agus berobat di Rumah Sakit
Umum Daerah Bekasi, Jawa Barat, karena sering susah buang air kecil dan besar.
Jika dipaksa akan terasa sakit. Hasil Rontgen dan Ultrasonography yang
disampaikan dokter Dwi Iswanto yang menanganinya menunjukkan ada batu ginjal
dalam kandung kencingnya. Batu ginjal tersebut berada di saluran menuju kantung
kemih. Dokter Dwi pun memutuskan agar Agus segera dioperasi.
Keputusan untuk dioperasi
terpaksa dilakukan. Meski, ayah tiga anak yang masih kecil-kecil ini sadar
butuh duit banyak untuk itu. Tapi, semua diiyakan dengan harapan tidak
menderita lagi. Setelah cuci darah, Agus dioperasi. Sampai di sini semuanya
berjalan lancar.
Keanehan justru menyeruak
setelah Agus selesai dioperasi. Agus masih merasa sakit. Dia juga tak bisa
segera pulang karena belum punya cukup uang. Untunglah ada teman yang berbaik
hati memberi pinjaman. Dokter Dwi juga mengingatkan dia masih ada batu ginjal
lain di tubuhnya. Artinya dia harus dioperasi lagi. "Ya dengan berat hati
saya tidak mengikuti untuk operasi yang kedua kalinya," kata dia.
Agus pun mencoba pengobatan
alternatif. Selama dua tahun pria bertubuh sedang ini rajin minum ramuan daun
kumis kucing dan kejibeling. Hasilnya, lumayan, ada butiran batu ginjal yang
ikut mengalir bersama air seninya. Tapi, rasa sakit masih mengganggu. Karena
sudah tak tahan, Agus memeriksakan diri ke dokter umum dan disuruh foto
Rontgen. "Pak batunya sudah bersih tapi ada benda asing dalam tubuh
Bapak," kata Agus menirukan ucapan dokter ketika membaca hasil Rotgennya.
Belakangan diketahui, benda
aneh yang terselip di tubuhnya itu adalah kateter berjenis j yang berperan
sebagai penghubung antara ginjal dengan kandung kencing sebelah kanan. Benda
ini semacam selang dengan diameter sekitar tiga milimeter dan panjang lebih
dari sejengkal orang dewasa. Sebenarnya Agus tak ambil pusing soal kateter itu.
Asal dokter memberitahunya sejak awal. "Saya sempat, yah, keluarga juga
sempat kaget," kata dia.
Dokter umum yang
memeriksanya menyarankan Agus untuk menemui dokter Dwi. Tapi, Agus kesulitan
menemui dokter Dwi yang ternyata sudah tidak bekerja lagi di RSUD Bekasi. Tapi,
dengan bantuan RS itu, Agus dapat bertemu dengan dr Dwi.
Semula, dokter dan RSUD
Bekasi menawarkan untuk menanggung operasi pengangkatan kateter tersebut.
Syaratnya operasi tetap dilakukan dokter Dwi. Agus menolak. Alasannya dia masih
tak bisa melupakan begitu saja penderitaan yang dialami setelah dioperasi
dokter Dwi. Pembicaraan pun buntu. Bahkan beberapa kali pertemuan tak
membuahkan kesepakatan apapun. Akhirnya, pria yang istrinya sedang hamil tua
itu melaporkan perkara ini ke polisi. Sementara itu, dokter Dwi Iswantoro yang
ditemuiSCTV di rumahnya di Jatibening II, Bekasi, menolak
memberikan keterangan. Sebab, menurut dia, kasus ini telah diserahkan ke Polres
Bekasi.
Agus tidak sendirian. Ada
sederet pasien yang menderita gara-gara keteledoran dokter. Tapi, sedikit yang
meneruskan kasus mereka ke pengadilan. Satu di antaranya adalah Nelly Andri
Kusumastuti. Perempuan ini mengeluhkan swanoma yang bersarang
di punggungnya, tapi dokter bedah anestesi RS Medistra Jakarta Selatan malah
membuat mata sebelah kanannya buta. Dia lantas menggugat ganti rugi Rp 2,45
miliar.
3.
JAKARTA. Seorang wanita mengadukan Rumah Sakit Mediros ke Polda Metro Jaya,
dengan tuduhan telah melakukan malpraktek. Karmawati Nonna Siregar (38)
didampingi kuasa hukumnya Hasudungan Banjar dalam surat pengaduan Nomor
LP/3082/K/XII/2008/SPK Unit III/11 Desember 2008, mengajukan pihak-pihak antara
lain Direktur Medik, Dokter Ahli Bedah dan Dokter Ahli Penyakit Dalam Rumah
Sakit Mediros yang dianggap telah melakukan kelalaian (malpraktek) sehingga
berakibat orang lain mengalami luka.
Karmawati yang datang melapor dengan menggunakan
kursi roda, kepada wartawan mengungkapkan, dirinya saat ini mengalami kegagalan
ginjal dan sering sakit-sakitan. Selain itu, anaknya yang kini berusia tiga
tahun lebih juga sering sakit-sakitan.Tuduhan terhadap RS Mediros yang
berlokasi di Jalan Perintis Kemerdekaan Jakarta Timur, berawal Juli 2004 saat
menjalani pemeriksaan oleh dokter Ahli Bedah Urologi, Bahriun Sipahutar.
"Saat itu dokter mengatakan saya mengidap batu
ginjal, dan diminta menjalani terapi penghancuran batu dengan sistem laser atau
extra toxiwave lithotripsy. Untuk itu saya dipasangi alat double G stain atau
pipa fleksibel kecil di saluran kemih," kata Karmawati, warga Sektor 4,
Blok Q2/12, RT07/29, Kelurahan Bahagia, Babelan Bekasi Utara.
Lebih lanjut, Karmawati menjalani rontgen dan dinyatakan batu ginjal telah dihancurkan, meski tetap harus rawat jalan, dengan penanganan dokter Ahli Penyakit Dalam, Arif Hendranoko."Pada 12 Februari 2005 saya dinyatakan positif hamil kedua. Namun saat itu saya masih harus mengkonsumsi obat antibiotik atas saran dokter arif, termasuk saat kontrol pada tanggal 9 Maret dan 9 April 2005," ujar Karmawati seraya menambahkan kalau saat itu dirinya sudah cemas akan akibat mengkonsumsi antibiotik saat hamil.
Lebih lanjut, Karmawati menjalani rontgen dan dinyatakan batu ginjal telah dihancurkan, meski tetap harus rawat jalan, dengan penanganan dokter Ahli Penyakit Dalam, Arif Hendranoko."Pada 12 Februari 2005 saya dinyatakan positif hamil kedua. Namun saat itu saya masih harus mengkonsumsi obat antibiotik atas saran dokter arif, termasuk saat kontrol pada tanggal 9 Maret dan 9 April 2005," ujar Karmawati seraya menambahkan kalau saat itu dirinya sudah cemas akan akibat mengkonsumsi antibiotik saat hamil.
September 2005, Karmawati melahirkan anaknya secara
prematur dengan operasi caesar. Kondisi anaknya yang saat dilahirkan hanya
berbobot 2.5 kg mengalami distress saluran pernafasan sehingga perlu dimasukkan
inkubator.
Dikisahkan pula bahwa, sejak melahirkan itu ia
mengalami sakit pada bagian punggung dengan air seninya berbau serta berwarna
keruh. "Hingga pada Oktober 2005 saya kembali memeriksakan diri ke RS
Mediros dan saat dilakukan USG, ternyata alat Double G masih tertanam di dalam
tubuh saya," ujar Karmawati. Hasil
USG tersebut lalu disampaikan kepada dokter Bahriun Sipahutar selaku yang
memasang alat tersebut, saat operasi penghancuran batu ginjal. "Dokter itu
hanya mengatakan lupa melepas alat itu karena kesibukannya," kata
Karmawati lagi.
Setelah alat tersebut dapat dilepas melalui operasi
bedah. Masalah yang dihadapi Karmawati belum lagi selesai, karena dirinya masih
kerap diserang rasa sakit, sehingga ia memeriksakannya ke Rumah Sakit Harapan
di Bekasi, yang kemudian melakukan USG. "Hasil USG menyebutkan ginjal kiri
saya sudah tidak berfungsi lagi," ujar Karmawati.
Sementara itu, mengenai pasal pengaduan pemalsuan,
Hasudungan mengungkapkan, pihak RS Mediros telah menunjukkan surat pernyataan
yang ditandatangani Karmawati dan suaminya, Jansen Sagala, bahwa mereka tidak
akan mengajukan tuntutan. "Setelah kami konfrontasikan dengan Karmawati
dan suaminya, mereka mengaku tidak pernah menandatangani surat pernyataan
apapun. Karena itu, RS Mediros kami adukan juga telah melakukan
pemalsuan," ujar Hasudungan.
Staf Sekretariat RS Mediros, Sari, yang dihubungi melalui telefon, menyatakan pihak RS belum dapat memberi pernyataan apapun atas pengaduan Karmawati ke Polda Metro Jaya tersebut. "Kami belum bisa memberi keterangan apapun. Keterangan resmi hanya dikeluarkan oleh pihak Direksi," ujarnya
Staf Sekretariat RS Mediros, Sari, yang dihubungi melalui telefon, menyatakan pihak RS belum dapat memberi pernyataan apapun atas pengaduan Karmawati ke Polda Metro Jaya tersebut. "Kami belum bisa memberi keterangan apapun. Keterangan resmi hanya dikeluarkan oleh pihak Direksi," ujarnya
BAB
4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Urolithiasis adalah
kalsifikasi dengan sistem urinari kalkuli, seringkali disebut batu ginjal. Batu dapat
berpindah ke ureter dan kandung kemih. Batu saluran kemih dapat ditemukan
sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter,
buli-buli dan uretra.
Manifestasi
klinis adanya batu dalam traktus urinarius bergantung pada adanya obstruksi,
infeksi dan edema. Manifestasi yang paling menonjol adalah nyeri yang luar
biasa dan ketidak nyamanan.
Mekanisme
terbentuknya batu pada saluran kemih atau dikenal dengan urolitiasis belum
diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor predisposisi terjadinya batu
antara lain : Peningkatan konsentrasi larutan urin akibat dari intake cairan
yang kurang dan juga peningkatan bahan-bahan organik akibat infeksi saluran
kemih atau stasis urin menyajikan sarang untuk pembentukan batu.
Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan
kelalaian atau malpraktik. Perawat dan masyarakat pada umumnya tidak dapat membedakan antara
kelalaian dan malpraktik. Walaupun secara nyata jelas penbedaannya sebagaimana
telah diuraikan terdahulu. Malpraktik lebih spesifik dan terkait dengan status
profesional seseorang misalnya perawat, dokter atau penasehat hukum.
4.2 Saran
Semoga
makalah ini bermanfaat bagi masyarakat yang menderita urolithiasis maupun yang
tidak menderita. Serta bagi tenaga kesehatan yang lain. Agar kedepannya dapat
meminimalisasi tingkat kejadian urolithiasis serta tindakan malpraktik. Sehingga
status kesehatan masyarakat meningkat.
DAFTAR
PUSTAKA
Brunner and Suddarth’s (2002). Buku
Ajar Keperawatan Medical Bedah. (Edisi kedelapan). Jakarta : EGC.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan
Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. (Buku 3).
Bandung : IAPK Padjajaran.
Noer, H.M, Sjaifoellah (1996). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (Jilid kedua, Edisi ketiga). Jakarta :
Balai Penerbit FKUI.
Price, Sylvia Anderson, Ph.D., R.N
(1995). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. (Edisi
keempat). Jakarta : EGC.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan
Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. (Buku 3).
Bandung : IAPK Padjajaran.
Noer, H.M, Sjaifoellah (1996). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (Jilid kedua, Edisi ketiga). Jakarta :
Balai Penerbit FKUI.
Price, Sylvia Anderson, Ph.D., R.N
(1995). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. (Edisi
keempat). Jakarta : EGC.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Currently have 0 komentar: