Minggu, 06 Oktober 2013

Asuhan Keperawatan Glomerulonefritis

Posted by Aira Kanya | Minggu, 06 Oktober 2013 | Category: |

Makalah Sistem Perkemihan 2
ASUHAN KEPERAWATAN
GLOMERULONEFRITIS









Disusun oleh :

Diah Ayu Saputri                ( 101.0021 )
Eka Wahyuni M.                 ( 101.0033 )
Ira Kurniawati                     ( 101.0053 )
Linda Prima Sari                 ( 101.0061 )
Prakoda Bagus S.                ( 101.0085 )
Shanti Dyah P.                     ( 101.0105 )


                  


Program Studi S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Surabaya
Tahun Ajaran 2013



2.1  Anatomi dan Fisiologi Nefron
Ada sekitar 1 juta nefron pada setiap ginjal di mana apabila dirangkai akan mencapai panjang 145 km (85 mil). Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru, oleh karena itu pada keadaan trauma ginjal atau proses penuaan akan terjadi penurunan jumlah nefron secara bertahap di mana jumlah nefron yang berfungsi akan menurun sekitar 10% setiap 10 tahun, jadi pada usia 80 tahun jumlah nefron yang berfungsi 40% lebih sedikit daripada usia 40 tahun. Penurunan fungsi ini tidak mengancam jiwa karena perubahan adaptif sisa nefron dalam mengeluarkan produk sisa yang tepat ( Guyton, 1997 ).
Nefron terdiri atas glomerulus yang akan dilalui sejumlah cairan untuk difiltrasi dari darah dan tubulus yang panjang di mana cairan yang difiltrasi diubah menjadi urine dalam perjalanannya menuju pelvis ginjal. Glomerulus tersusun dari suatu jaringan kapiler glomerulus yang becabang dan beranastomosis, mempunyai tekanan hidrostatik tinggi (kira-kira 60 mmHg) bila dibandingkan dengan jaringan kapiler lainnya. Kapiler glomerulus dilapisi oleh sel-sel epitel dan seluruh glomerulus dibungkus dalam kapsula bowman.

Cairan yang difiltrasi dari kapiler glomerulus mengalir ke dalam kapsula bowman dan kemudian masuk ke tubulus proksimal, yang terletak pada korteks ginjal. Dari tubulus proksimal, cairan mengalir ke ansa henle yang masuk ke dalam medula renal. Setiap lengkung terdiri atas cabang desenden dan asenden. Binding atau ikatan cabang desenden dan ujung cabang asenden yang paling rendah sangat tipis, oleh karena itu disebut bagian tipis dari ansa henle. Ujung cabang asenden tebal merupakan bagian yang pendek, yang sebenarnya merupakan plak pada dindingnya dan dikenal sebagai makula densa. Setelah makula densa, cairan memasuki tubulus distal yang terletak pada korteks renal, seperti tubulus proksimal.
Tubulus ini kemudian dilanjutkan dengan tubulus distal menuju ke duktus koligentes tunggal besar yang turun ke medula dan bergabung membentuk duktus yang lebih besar secara progresif yang akhirnya mengalir menuju pelvis renal melalui ujung papila renal.
Meskipun setiap nefron mempunyai semua komponen tetapi tetap terdapat perbedaan, bergantung pada berapa dalamnya letak nefron pada massa ginjal. Nefron yang memiliki glomerulus dan terletak di luar korteks disebut nefron kortikal, nefron tersebut mempunyai ansa henle pendek yang hanya menembus ke dalam medula dengan jarak dekat. Setiap segmen-segmen distal nefron bertanggung jawab terhadap : reabsorpsi seluruh substrat organik yang masuk tubulus, reabsorpsi 90% lebih dari air yang difiltrasi, dan sekresi air dan produk sisa ke tubulus yang hilang pada saat proses filtrasi.
Kira-kira 20-30% nefron mempunyai glomerulus yang terletak di korteks renal sebelah dalam dekat medula dan disebut nefron jukstamedular. Nefron ini mempunyai ansa henle yang panjang dan masuk sangat dalam ke medula. Pada beberapa tempat semua berjalan menuju ujung papila renal.
Struktur vaskular yang menyerupai nefron jukstamedular juga berbeda dengan yang menyuplai nefron kortikal. Pada nefron kortikal, seluruh sistem tubulus dikelilingi oleh jarinag kapiler peritubular yang luas. 
Pada nefron jukstamedular, arteriol eferen panjang akan meluas dari glomerulus turun ke bawah menuju medula bagian luar dan kemudian membagi diri menjadi kapiler peritubulus khusus yang disebut vasa rekta, yang meluas ke bawah menuju medula dan terletak berdampingan dengan ansa henle. Seperti ansa henle, vasa rekta kembali menuju korteks dan mengalirkan isinya ke dalam vena kortikal.

2.1.1 Aliran Darah

Ginjal menerima sekitar 1.200 ml darah per menit atau 21% dari curah jantung. Aliran darah yang sangat besar ini tidak ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi yang berlebihan, tetapi agar ginjal dapat secara terus-menerus menyesuaikan komposisi darah. Dengan menyesuaikan komposisi darah, ginjal mampu mempertahankan volume darah, memastikan keseimbangan natrium, klorida, kalium, kalsium, fosfat, pH, serta membuang produk metabolisme sebagai urea.
Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilum bersama dengan ureter dan vena renalis, kemudian bercabang-cabang secara progresif membentuk arteri interlobaris, arteri arkuata, arteri interlobularis (arteri radialis), dan arteriol aferen, yang menuju ke kapiler glomerulus. Dalam glomerulus di mana sejumlah besar cairan dan zat terlarut kecuali protein plasma difiltrasi untuk memulai pembentukan urine.
Ujung distal kapiler dari setiap glomerulus bergabung untuk membentuk arteriol eferen, yang menuju jaringan kapiler kedua yaitu kapiler peritubular yang mengelilingi tubulus ginjal.
Sirkulasi ginjal ini bersifat unik karena memiliki dua bentuk kapiler, yaitu kapiler glomerulus dan kapiler peritubulus, yang diatur dalam suatu rangkaian dan dipisahkan oleh arteriol eferen yang membantu untuk mengatur tekanan hidrostatik dalam kedua perangkat kapiler. 
Tekanan hidrostatik yang tinggi pada kapiler glomerulus (kira-kira 60 mmHg) menyebabkan filtrasi cairan yang cepat, sedangkan tekanan hidrostatik yang jauh lebih rendah pada kapiler peritubulus (kira-kira 13 mmHg) menyebabkan reabsorbsi cairan yang cepat. Dengan mengatur resistensi arteriol aferen dan eferen, ginjal dapat mengatur tekanan hidrostatik kapiler glomerulus dan kapiler peritubulus, dengan demikian mengubah laju filtrasi glomerulus dan reabsorpsi tubulus sebagai respon terhadap kebutuhan homeostatik tubuh (Guyton, 1997).
Kapiler peritubulus mengosongkan isinya ke dalam pembuluh sistem vena, yang berjalan secara paralel dengan pembuluh arteriol dan secara progresif membentuk vena interlobularis, vena arkuata, vena interlobaris, dan vena renalis yang meninggalkan ginjal di samping arteri renalis dan ureter.   

2.1.2 Pembentukan urine

Kecepatan ekskresi berbagai zat dalam urine menunjukkan jumlah ketiga proses ginjal, yaitu filtrasi glomerulus, reabsorpsi zat dari tubulus renal ke dalam darah, dan sekresi zat dari darah ke tubulus renal.

2.1.3 Filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi

Pembentukan urine dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan yang bebas protein dari kapiler glomerulus ke kapsula bowman. Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali untuk protein difiltrasi secara bebas sehingga konsentrasinya pada filtrat glomerulus dalam kapsula bowman hampir sama dengan dalam plasma. Ketika cairan yang telah difiltrasi ini meninggalkan kapsula bowman dan mengalir melewati tubulus, cairan diubah dalam oleh reabsorbsi air dan zat terlarut spesifik yang kembali ke dalam darah atau oleh sekresi zat-zat lain dari kapiler peritubulus ke dalam tubulus.
Produksi urine akan emelihara homeostatis tubuh dengan meregulasi volume dan komposisi dari darah. Proses ini berupa ekskresi dan eliminasi dari berbagai larutan, terutama hasil sisa metabolisme yang meliputi hal - hal berikut ini :
Urea. Urea merupakan hasil sisa yang banyak diproduksi. Sebanyak 21 gram urea dihasilkan manusia setiap harinya terutama pada saat pemecahan asam amino.Kreatinin. Kreatinin dihasilkan di dalam jaringan muskuloskeletal pada saat pemecahan kreatin fosfat yang digunakan untuk membentuk energi yang tinggi pada kontraksi otot. Tubuh manusia menghasilkan sekitar 1,8 gram kreatinin setiap hari dan hampir semua dikeluarkan di dalam urine.Asam urat. Asam urat dibentuk pada saat daur ulang basa nitrogen dari molekul RNA. Tubuh manusia menghasilkan sekitar 480 mg asam urat setiap harinya.
Produk sisa harus diekskresi dalam larutan sehingga proses eliminasi juga akan mengalami kehilangan air. Kedua ginjal mampu memproduksi konsentrasi urine dengan konsentrasi osmotik 1.200 - 1.400 mOsm/L, melebihi empat kali konsentrasi plasma. Apabila kedua ginjal tidak mampu untuk mengonsentrasikan produk filtrasi dari filtrasi glomerulus, kehilangan cairan yang banyak akan berakibat fatal di mana terjadi dehidrasi pada beberapa jam kemudian. Untuk memenuhi hal tersebut, ginjal memerlukan tiga proses berbeda, yaitu sebagai berikut :
Filtrasi. Pada saat filtrasi, tekanan darah akan menekan air untuk menembus membran filtrasi. Pada ginjal, membran filtrasi terdiri atas glomerulus, endotelium, lamina densa, dan celah filtrasi.Reabsorpsi. Reabsorpsi adalah perpindahan air dan larutan dari filtrat, emlintasi epitel tubulus dan ke dalam cairan peritubular. Kebanyakan material yang diserap kembali adalah nutrien gizi yang diperlukan tubuh. Dengan kata lain, elektrolit, seperti ion natrium, klorida, dan bikarbonat, direabsorbsi dengan sangat baik sehingga hanya sejumlah kecil saja yang tampak dalam urine. Zat nutrisi tertentu, seperti asam amino dan glukosa, direabsorpsi secara lengkap dari tubulus dan tidak muncul dalam urine meskipun sejumlah besar zat tersebut difiltrasi oleh kapiler glomerulus.Sekresi. Sekresi adalah transportasi larutan dari peritubulus ke epitel tubulus dan menuju cairan tubulus. Sekresi merupakan proses penting sebab filtrasi tidak mengeluarkan seluruh material yang dibuang dari plasma. Sekresi menjadi metode penting untuk membuang beberapa material, seperti berbagai jenis obat yang dikeluarkan ke dalam urine.
Pada saat yang sama, kedua ginjal akan memastikan cairan yang hilang tidak berisi substrat organik yang bermanfaat, seperti glukosa, asam amino yang banyak terdapat di dalam plasma darah. Material yang berharga ini harus diserap kembali dan ditahan untuk digunakan oleh jaringan lain. 

Setiap proses filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus diatur menurut kebutuhan tubuh. Sebagai contoh, jika terdapat kelebihan natrium dalam tubuh, laju filtrasi natrium meningkat dan sebagian kecil natrium hasil filtrasi akan direabsorpsi menghasilkan peningkatan ekskresi natrium urine.
Pada banyak zat, laju filtrasi dan reabsorpsi relative sangat tinggi terhadap laju ekskresi. Oleh karena itu, pengaturan yang lemah terhadap filtrasi atau  reabsorpsi dapat menyebabkan perubahan yang relative besar dalam ekskresi ginjal. Sebagai contoh, kenaikan laju filtrasi glomerulus (GFR) yang hanya 10% (dari 180 menjadi 198 liter per hari) akan menaikkan volume urine 13 kali lipat (dari1,5 menjadi 19,5 liter per hari) jika reabsorpsi tubulus tetap konstan.
Pada kenyataannya, perubahan filtrasi glomerulus dan reabsorpsi tubulus selalu bekerja dengan cara terkoordinasi untuk menghasilkan perubahan yang sesuai pada ekskresi ginjal (Guyton,1997). Keseluruhan dari proses di atas akan menghasilkan cairan yang berbeda dari cairan tubuh lainnya.

2.1.4 Filtrasi glomerulus

Filtrasi glomerulus adalah proses di mana sekitar 20% plasma masuk ke kapiler glomerulus menembus kapiler untuk masuk ke ruang interstisium, kemudian ke dalam kapsula bowman. Pada ginjal yang sehat, sel darah merah atau protein plasma hamper tidak ada yang mengalami filtrasi.
Proses filtrasi menembus glomerulus serupa dengan yang terjadi pada proses filtrasi di seluruh kapiler lain. Hal yang berbeda pada ginjal adalah bahwa kapiler glomerulus sangat permeable terhadap air dan zat-zat terlarut yang berukuran kecil. Tidak seperti kapiler lain, gaya yang mendorong filtrasi plasma menembus kapiler glomerulus ke dalam kapsula bowman lebih besar dari gaya yang mendorong reabsorpsi cairan kembali ke kapiler. Dengan demikian, terjadi filtrasi bersih cairan ke dalam ruang bowman. Cairan ini kemudian masuk dan berdifusi ke dalam kapsula bowman dan memulai perjalanannya ke seluruh nefron. Pada glomerulus, adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan osmotic koloid pada kedua sisi kapiler menyebabkan terjadinya perpindahan cairan.

2.1.5 Kecepatan filtrasi glomerulus 

Kecepatan filtrasi glomerulus (Glomerular Filtration Rate atau GFR) didefinisikan sebagai volume filtrate yang masuk kedalam kapsula bowman per satuan waktu. GFR relative konstan dan member indikasi kuat mengenai kesehatan ginjal. GFR bergantung pada empat gaya yang menentukan filtrasi dan reabsorpsi (tekanan kapiler, tekanan cairan interstisium, tekanan osmotic koloid plasma, dan tekanan osmotic koloid cairan interstisium).
Dengan demikian, setiap perubahan dalam gaya-gaya ini dapat mengubah GFR. Selain itu, GFR juga bergantung pada berapa luas permukaan glomerulus yang tersedia untuk filtrasi. Jadi, penurunan luas permukaan glomerulus akan menurunkan GFR.
Nilai rata-rata untuk GFR pada seorang pria dewasa adalah 180 liter per hari (125 ml per menit).volume plasma normal adalah sekitar 3 liter (dari volume darah total sebesar 5 liter). Plasma difiltrasi oleh ginjal sekitar 60 kali sehari atau sekitar berjumlah 180 liter dan untuk menjaga keseimbangan cairan dari 180 liter cairan per hari yang difiltrasi ke dalam kapsula bowman hanya sekitar 1,5 liter per hari diekskresikan dari tubuh sebagai urine.
Klirens ginjal (renal clearance) suatu bahan mengacu kepada konsentrasi bahan tersebut yang secara total dibersihkan dari darah untuk kemudian masuk ke dalam urine dalam satuan waktu (Corwin,2001).

2.1.6 Kontrol fisiologis filtrasi glomerulus dan aliran darah ginjal

Untuk mempertahankan fungsinya, suplai darah ke ginjal perlu mendapat aliran yang seimbang agar ginjal dapat  bertahan, serta untuk mengontrol volume plasma dan elektrolit. Perubahan aliran darah ginjal dapat meningkatkan atau menurunkan tekanan hidrostatik glomerulus yang memengaruhi GFR.
Ginjal memiliki beberapa mekanisme untuk mengontrol aliran darah ginjal. Mekanisme ini membantu dalam mempertahankan fungsi ginjal dan GFR  konstan walaupun terjadi perubahan tekanan darah sistemik. Aliran darah ginjal dikontrol oleh mekanisme intrarenal dan ekstrarenal. 
Mekanisme intrarenal mencakup kemampuan inheren arteriol aferen dan eferen untuk berdilatasi dan berkonstriksi, yang dapat menentukan seberapa banyak darah yang mengalir melintasi ginjal. Kemampuan inheren disebut otoregulasi.
Mekanisme ekstrarenal yang mengatur aliran darah ginjal mencakup efek langsung peningkatan atau penurunan tekanan arteri rerata dan efek susunan saraf simpatis. Mekanisme ketiga yang mengatur aliran darah yang memiliki komponen intrarenal dan ekstrarenal adalah hormon yang dihasilkan oleh ginjal. Hormon ini tidak saja memengaruhi aliran darah ginjal, tetapi juga sirkulasi sistemik. Hormon ini, disebut renin yang bekerja melalui pembentukan suatu vasokonstriktor kuat yang disebut dengan angiotensin II.

2.1.7 Otoregulasi

Otoregulasi adalah respons intrinsic otot polos vascular terhadap perubahan tekanan darah. Seperti banyak arteriol lain, sel-sel otot polos  arteriol aferen dan eferen berespons terhadap peregangan dengan konstriksi reflex. Apabila tekanan darah sistemik meningkat, maka peregangan pada arteriol  aferen meningkat. Peregangan tersebut  menyebabkan arteriol berkonstriksi sehingga aliran darah berkurang dan tekanan darah ginjal kembali ke normal. Sebaliknya, apabila tekanan darah sistemik menurun, maka peregangan pada arteriol aferen dan eferen berkurang, kemudian arteriol berespons dengan melakukan relaksasi dan dilatasi untuk meningkatkan aliran darah.
Dengan adanya otoregulasi, maka aliran darah ginjal menetap relative konstan walaupun terjadi perubahan tekanan darah yang besar antara 80 mmHg dan 180 mmHg. Oleh karena adanya otoregulasi arteriol aferen, GFR relative tidak berubah walaupun terjadi perubahan tekanan darah yang mencolok. Apabila tekanan darah arteri rerata meningkat, maka otoregulasi ginja menyebabkan tekanan hidrostatik glomerulus tetap relative konstan. Akibatnya, GFR juga relative konstan. Batas bawah otoregulasi, 80 mmHg untuk tekanan arteri rerata, dicapai lebih sering daripada batas atas. Dengan demikian, GFR dapat turun pada keadaan hipotensi berat. 

2.2  Konsep Dasar Glomerulonefritis

2.2.1 Glomerulonefritis Akut
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak pada kedua ginjal. Peradangan akut glomerulus  terjadi akibat pengendapan kompleks antigen antibody di kapiler-kapiler glomerulus. Kompleks biasanya terbentuk 7-10 hari setelah infeksi faring atau kulit oleh streptokokus ( glomerulonefritis pascastreptokokus), tetapi dapat juga timbul setelah infeksi lain. Glomerulonefritis akut lebih sering terjadi pada laki-laki (2:1) , walaupun dapat terjadi pada semua usia, tetapi biasanya berkembang pada anak-anak dan sering pada usia 6-10 tahun.
Glomerulonefritis akut (GNA) ialah suatu reaksi imunologic pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu. Yang sering ialah infeksi karena kuman streptokokus. Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur 3-7 tahun dan lebih sering mengenai anak pria dibandingkan dengan anak wanita (Ngastiyah, 1997, hal.294). Glomerulonefritis akut dapat dihasilkan dari penyakit sistemik atau penyakit glomerulus primer, tapi glomerulonefritis akut post streptococcus (juga diketahui sebagai glomerulonefritis proliferatif akut) adalah bentuk keadaan yang sebagian besar terjadi. Infeksi dapat berasal dari faring atau kulit dengan streptococcus beta hemolitik A adalah yang biasa memulai terjadinya keadaan yang tidak teratur ini. Stapilococcus atau infeksi virus seperti hepatitis B, gondok, atau varicela (chickenpox) dapat berperan penting untuk glomerulonefritis  akut pasca infeksi yang serupa (Porth,2005). Glomerulonefritis akut paling sering ditemukan pada anak laki – laki berusia tiga hingga tujuh tahun meskipun penyakit ini dapat terjadi pada segala usia. Hingga 95 % anak – anak dan 70 % dewasa akan mengalami pemulihan total. Pada pasien lain, khususnya yang berusia lanjut, dapat terjadi progresivitas penyakit ke arah gagal ginjal kronis dalam tempo beberapa bulan saja.

2.2.2 Glomerulonefritis Kronik

Glomerulonefritis Kronik adalah suatu kelainan yang terjadi pada beberapa penyakit, dimana terjadi kerusakan glomeruli dan kemunduran fungsi ginjal selama bertahun-tahun.
Glomerulus kronis adalah suatu kondisi peradangan yang lama dari sel-sel glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun setelah cidera dan peradangan glomerulus subklinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urine) dan proteinuria (protein dalam urine) ringan.
Glomerulonefritis kronik adalah kategori heterogen  dari penyakit dengan berbagai kasus. Semua bentuk gambaran sebelumya dari glomerulonefritis dapat meningkat menjadi keadan kronik. Kadang- kadang glomerulonefritis pertama dilihat sebagai sebuah proses kronik. (Lucman and sorensens, 1993, page.1496)
Pasien dengan penyakit ginjal (glomerulonefritis) yang dalam pemeriksaan urinnya masih selalu terdapat hematuria dan proteinuria dikatakan menderita glomerulonefritis kronik. Hal ini terjadi karena eksaserbasi berulang dari glomerulonefritis akut yang berlangsung dalam beberapa waktu beberapa bulan/tahun, karena setiap eksaserbasi akan menimbulkan kerusakan pada ginjal yang berkibat gagal ginjal (Ngastiyah, 1997)
Menurut Price dan Wilson (1995, hal. 831) Glomerulonefritis kronik (GNK) ditandai oleh kerusakan glomerulus secara progresif lambat akibat glomerulonefritis yang sudah berlangsung lama. 
Glomerulonefritis kronis merupakan penyakit yang berjalan progresif lambat dan ditandai oleh inflamasi, sklerosis, pembentukan parut, dan akhirnya gagal ginjal. Biasanya penyakit ini baru terdeteksi setelah berada pada fase progresif yang biasanya bersifat ireversibel.

2.2.3 Glomerulonefritis Progresif Cepat

Glomurulonefritis progresif cepat adalah peradangan glomerulus yang terjadi sedemikian cepat sehingga terjadi penurunan GFR 50% dalam 3bulan setelah awitan penyakit. Glomerulonefritis progresif cepat ( rapid progressive glomerulonephritis, RPGN ) yang juga dinamakan glomerulonefritis sub akut, kresentik, atau ekstrakapiler. Penyakit ini bisa bersifat idiopatik atau disertai dengan penyakit glomerulus proliferatif, seperti glomerulonefritis pascastreptokokal.

2.3  Etiologi

Faktor penyebab Glomerulonefritis Akut yang mendasari terjadinya sindrom ini secara luas dapat dibagi menjadi kelompok infeksi dan noninfeksi. Infeksi sreptokokus terjadi sekitar 5-10% pada orang dengan radang tenggorokan dan 25% pada mereka dengan infeksi kulit. Penyebab nonstretokokus, meliputi bakteri , virus dan parasit. Sedangkan yang termasuk noninfeksi adalah penyakit sistemik multisystem ,seperti pada lupus eritematosus sistemik (SLE), vaskulitis, sindrom Goodpasture , granulomatosis Wegener. Kondisi penyebab lainnya adalah kondisi sindrom Gillain-Barre.
Penyebab Glomerulonefritis kronik yang sering adalah diabetes melitus dan hipertensi kronik. Kedua penyakit ini berkaitan dengan cidera glomerulus yang bermakna dan berulang. Hasil akhir dari peradangan tersebut adalah pembentukan jaringan parut dan menurunnya fungsi glomerulus. Kerusakan glomerulus sering diikuti oleh atrofi tubulus.
Glomerulonefritis progresif cepat dapat terjadi akibat perburukan glomerulonefritis akut, suatu penyakit autoimun, atau tanpa diketahui sebabnya (idiopatik).

2.4  Patofisiologi

Pada Glomerulonefritis Akut terjadi perubahan structural pada bagian ginjal yang meliputi proliferasi seluler, proliferasi leukosit, terjadi hialinisasi atau sklerosis, serta terjadi penebalan membran basal glomerulus.
Proliferasi selular  menyebabkan peningkatan jumlah sel di glomerulus karena proliferasi endotel, mesangial dan epitel sel. Proliferasi tersebut dapat bersifat endokapiler ( yaitu dalam batas-batas dari kapiler glomerular) atau ekstrakapiler ( yaitu dalam ruang Bowman yang melibatkan sel-sel epitel ). Dalam proliferasi ekstrakapiler, proliferasi sel epitel pariental mengarah pada pembentukkan tertentu dari glumerulonefritis progresif cepat.
Terjadinya proliferasi leukosit ditujukan dengan adanya neutrofil dan monosit dalam lumen kapiler glumerolos dan sering menyertai proliferasi selular. Penebalan membrane basal glomerulus muncul terjadi pada dinding kapiler baik disisi endotel atau epitel membrane besar. Hialinisasi atau sklerosis pada glomerulonefritis menunjukkan cedera irreversibel.
Perubahan struktural ini diperantai oleh reaksi antigen antibodi agregat molekul (kompleks) dibentuk dan beredar ke seluruh tubuh. Beberapa dari kompleks ini terperangkap di glomerolus, suatu bagian penyaring ginjal dan mencetuskan respon peradangan.
Sehingga terjadi reaksi peradangan di glomerulus yang menyebabkan pengaktifan komplemen dan terjadi peningkatan aliran darah dan juga peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus serta filtrasi glomerulus. Protein-protein plasma dan sel darah merah bocor melalui edema diruang intertisium Bowman. Hal ini meningkatkan tekanan cairan intertisium, yang dapat menyebabkan kolapsnya setiap glomerulus daerah tersebut. Akhirnya , peningkatan tekanan cairan intertisium akan melawan filtrasi glomerulus lebih lanjut. Reaksi peradangan mengaktifkan komplemen yang menarik sel-sel darah putih dan trombosit ke glomerulus. Pada peradangan terjadi pengaktifan factorfaktor koagulasi yang dapat menyebabkan pengendapan fibrin , pembentukan jaringan parut dan hilangnya fungsi glomerulus. Membrane glomerulus menebal dan dapat menyebabkan penurunan GFR lebih lanjut.
Glomerulonefritis akut memiliki kecenderungan untuk berkembang menjadi Glomerulonefritis kronis.
Setelah kejadian berulang infeksi penyebab glomerulonefritis akut,  ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar seperlima ukuran normal, dan terjadi atas jaringan fibrosa yang luas. Korteks mengecil menjadi lapisan yang tebalnya 1 sampai 2 mm atau kurang. Berkas jaringan parut merusak sisa korteks menyebabkan permukaan ginjal kasar dan ireguler. Sejumlah glomeruli dan tubulusnya berubah menjadi jaringan parut, serta cabang - cabang arteri renal menebal. Perubahan ini terjadi dalam rangka untuk menjaga GFR dari nefron yang tersisa sehingga menimbulkan kosekuensi kehilangan fungsional nefron. Perubahan ini pada akhirnya akan menyebabkan kondisi glomerulosklerosis dan kehilangan nefron lebih lanjut.
Pada penyakit ginjal dini ( tahap 1 – 3 ), penurunan substansial dalam GFR dapat mengakibatkan henya sedikit peningkatan kadar serum kreatinin. Azotemia ( yaitu peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum ) terlihat ketika GFR menurun hingga kurang dari 60-70 mL/menit. Selain peningkatan BUN dan kadar kreatinin, beberapa kondisi lain juga memperberat kondisi klinik, meliputi : 
a. Penurunan produksi eritropoietin sehingga mengakibatkan anemia, b. Penurunan produksi vitamin D sehingga terjadi hipokalsemia, hiperparatiroidisme, hiperfosfstemia, dan osteodistrofi ginjal, c. Pengurangan ion hidrogen, kalium, garam, dan ekskresi air, mengakibatkan kondisi asidosis, hiperkalemia, hipertensi, dan edema, d. Disfungsi trombosit yang menyababkan peningkatan kecenderungan terjadinya pendarahan.
Pada Glomerulonefritis kronik akumulasi produk ureum yang mempengaruhi hampir semua sistem organ. Sehingga terjadi Uremia pada GFR sekitar 10 mL/menit yang kemudian berlanjut pada keadaan gagal ginjal terminal. Respons perubahan secara struktural dan fungsional memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang mengalami glomerulus kronis.
Glomerulonefritis progresif cepat berkaitan dengan proliferasi difus sel-sel gomerulus didalam ruang Bowman. Hal ini menimbulkan struktur yang berbentuk mirip bulan sabit yang merusak ruang Bowman. Kecepatan filtrasi glomerulus menurun sehingga terjadi gagal ginjal.
Sindrom Goodpasture adalah suatu jenis glomerulonefritis progresif cepat yang disebabkan oleh terbentuknya antibody yang melawan sel-sel glomerulus itu sendiri. Kapiler paru juga terkena. Terjadi pembentukan jaringan parut luas di gromelurus. Dalam beberapa minggu atau bulan sering terjadi gagal ginjal. Awitan penyakit ini sering kali tidak jelas atau bisa juga akut, disertai peradarahan paru-paru dan hemoptisis. Biasanya tidak didahului oleh penyakityang dapat memberikan kesan disebabkan oleh antibody autoimun terhadap membra basalis gromelurus yang timbul dalam darah penderita sendiri. 
Zat kompleks imun subendetol dapat dilihat dalam mikroskop elektron. Gambaran linier dan imunofluoresensi menimbulkan gudaan bahwa patogenesisnya adalah suatu mekanisme nefrotoksik imun. Endapan immunoglobulin juga ditemukan disepanjang membrane basalis alveolus paru-paru. Klien dapat dipertahankan hidup dengan hemodialisis, tetapi dapat juga meningga akibat perdarahan par-paru.
Respons perubahan patologis pada glomerulus secara fungsional akan memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang mengalami glmerulus progresif cepat.

2.5 Prognosis

Pada Glomerulonefritis Akut sebagian besar pasien dapat sembuh, tetapi 5% diantaranya mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7 - 10 setelah awal penyakit dengan menghilangnya sebab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum dan kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Potter dan kawan-kawan menemukan kelainan sediment urine yang menetap ( proteinuria dan hematuria ) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad.
Gejala fisik menghilang dalam minggu ke 2 atau ke 3, kimia darah menjadi normal pada minggu ke 2 dan hematuria mikroskopik atau makroskopik dapat menetap selama 4-6 minggu pada Glomerulonefritis Akut. LED meninggi terus sampai kira-kira 3 bulan, protein sedikit dalam urine dan dapat menetap untuk beberapa bulan. Eksaserbasi kadang-kadang terjadi akibat infeksi akut selama fase penyembuhan, tetapi umumnya tidak mengubah proses penyakitnya. Penderita yang tetap menunjukkan kelainan urine selama 1 tahun dianggap menderita penyakit glomerulonefritis kronik, walaupun dapat terjadi penyembuhan sempurna. LED digunakan untuk mengukur progresivitas penyakit ini, karena umumnya tetap tinggi pada kasus-kasus yang menjadi kronis. Diperkirakan 95 % akan sembuh sempurna, 2% meninggal selama fase akut dari penyakit ini dan 2% menjadi glomerulonefritis kronis.
Menurut Ngastiah ( 1997, hal.302 ) Glomerulonefritis kronik terjadi penurunan fungsi ginjal dan dapat berlangsung perlahan-lahan, tetapi kadang dapat berlangsung cepat sehingga berakhir dengan kematian, dalam 5 - 10 tahun kedepan tergantung pada kerusakan ginjal.

2.6  Manifestasi Klinis

Menurut Ngastiah (1997, Hal.296) gambaran klinik Glomerulonefritis Akut dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi sering juga pasien datang sudah dalam keadaan payah.  Gejala yang sering ditemukan adalah hematuria ( kencing berwarna merah seperti air daging). Kadang disertai edema ringan disekitar mata atau dapat juga seluruh tubuh. Umumnya terjadi edema berat bila terdapat oliguria dan gagal jantung. Hipertensi terdapat pada 60-70 % anak dengan GNA pada hari pertama dan akan kembali normal pada akhir minggu pertama juga. Jika terdapat kerusakan jaringan ginjal, tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen jika keadaan penyakitnya menjadi kronik. Hipertensi ini timbul karena vasospasme atau iskemia ginjal dan berhubungan dengan gejala serebrum serta kelainan jantung. Suhu badan umumnya tidak seberapa tinggi, tetapi dapat terjadi tinggi sekali pada hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, diare sering menyertai pasien GNA. Selama fase akut terdapat vasokonstriksi arteriola glomerulus yang mengakibatkan tekanan filtrasi menjadi kurang dan karena hal ini kecepatan filtrasi glomerulus pun menjadi kurang. Filtrasi air, garam, ureum dan zat-zat lainnya berkurang dan sebagai akibatnya kadar ureum dan kreatinin dalam darah meningkat. Fungsi tubulus relatif kurang terganggu. Ion natrium dan air di reabsorpsi kembali sehingga diuresis mengurang (timbul oliguria dan anuria) dan ekskresi natrium mengurang, ureum pun direabsorpsi kembali lebih dari biasa. Akibatnya terjadi insufisiensi ginjal akut dengan urema, hiperfosfatemia, hidremia, dan asidosis metabolik. Dari hasil studi kinis kejadian glomerulonefritis akut dapat sembuh sampai 90%, dengan fugsi ginjal normal dalam 60 hari.
Menurut Baughman (2000. Hal.196) Glomerulonefritis Akut pada bentuk penyakit yang lebih parah, dapat terjadi sakit kepala, malaise, edema fasial, dan nyeri hebat. Umumnya terjadi hipertensi ringan sampai berat dan nyeri tekan pada sudut kostovertebral (CVA).
Menurut Smeltzer (2001, hlm.1440) gejala Glomerulonefritis kronik bervariasi. Banyak pasien dengan penyakit yang telah parah memperlihatkan kondisi tanpa gejala sama sekali untuk beberapa tahun. Kondisi mereka secara insidental dijumpai ketika terjadi hipertensi atau peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum. Diagnosis dapat ditegakkan ketika perubahan vaskuler atau perdarahan retina ditemukan selama pemeriksaan mata. Indikasi pertama penyakit dapat berupa perdarahan hidung, stroke, atau kejang yng terjadi secara mendadak. Beberapa pasien hanya memberitahu bahwa tungkai mereka sedikit bengkak dimalam hari. Mayoritas pasien pasien juga mengalami gejala umum seperti kehilangan berat dan kekuatan badan, peningkatan iritabilitas, dan peningkatan berkemih dimalam hari (nokuria), sakit kepala, pusing, dan gangguan pencernaan umumnya terjadi.
Seiring dengan berkembangnya glomerulonefritis kronik, tanda dan gejala insufisiensi renal dan gagal ginjal kronik dapat terjadi. Pasien tampak sangat kurus, pigmen kulit tampak kuning keabu-abuan dan terjadi edema perifer (dependen) dan periorbital. Tekanan darah mungkin normal atau naik dengan tajam. Temuan pada retina mencakup hemoragi, adanya eksudat, arteriol menyempit dan berliku-liku, serta papiledema. Membran mukosa pucat karena anemia. Pangkal vena mengalami distensi akibat cairan yang berlebihan. 
Kardiomegali, irama galop, dan tanda gagal jantung kongestif lain dapat terjadi pada Glomerulonefritis kronik. Bunyi krekel dapat didengar di paru.
Neuropati perifer disertai hilangnya reflek tendon dan perubahan neurosensori muncul setelah penyakit Glomerulonefritis kronik. Pasien mengalami konfusi dan memperlihatkan rentang penyakit yang menyempit. Temuan lain mencakup perikarditis disertai friksi perikardial dan pulsus paradoksus (perbedaan tekanan darah lebih dari 10 mmHg selama inspirasi dan ekspirasi).
Glomerulonefritis Progresif Cepat, keluhan berhubungan dengan kondisi vaskulitis Anca (antineutrophil cytoplasmic antibodies) seperti flu di tandai dengan malaise, demam, arthralgias, mialgia, anoreksia, kehilangan berat badan. Setelah kondisi tersebut, keluhan yang paling umum adalah sakit perut, gangguan kulit denganadanya nodul atau ulserasi. Ketika terdapat keterlibatan saluran pernapasan atas, pasien mengeluh gejala sinusitis, batuk, dan hemoptosis.

2.7  Pencegahan

Pencegahan Glomerulonefritis Akut menurut Baughman (2000. Hal. 197), memberikan  jadwal evaluasi lanjut tentang tekanan darah, pemeriksaan urinalis untuk protein, dan pemeriksaan BUN dan kreatinin untuk menentukan apakah penyakit telah tereksaserbasi. Memberitahu dokter bila gejala gagal ginjal terjadi misalnya ; kelelahan, mual, muntah, penurunan haluaran urin. Anjurkan untuk mengobati infeksi dengan segera, serta rujuk ke perawat kesehatan komunitas yang di indikasikan untuk pengkajian dan deteksi gejala dini. 
Pencegahan Glomerulonefritis Kronik menurut Baughman, Diane C (2000,hal.1999), menganjurkan pasien dan keluarga tentang rencana pengobatan yang dianjurkan dan resiko ketidakpatuhan terhadap instruksi termasuk penjelasan dan penjadwalan untuk evaluasi tindak lanjut tekanan darah urinalisis untuk protein dan cast, darah terhadap BUN dan kreatinin. Rujuk pada perawat kesehatan rumah atau perawat yang bertugas di rumah untuk pengkajian yang seksama atas kemajuan pasien dan penyuuhan berlanjut tentang masalah-masalah yang harus dilaporkan. Pada pemberi asuhan keperawatan, diit yang dianjurkan dan modifikasi cairan, dan penyluhan tentang obat-obatan. Serta berikan bantuan pada klien dan keluarga serta dukungan mengenai dialisis dampak jangka panjang.

2.8  Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Glomerulonefritis Akut menurut Baughman (2000, Hal.197) bertujuan untuk memulihkan fungsi ginjal dan untuk mengobati komplikasi dengan cepat. Pemberian antibiotik Penisilin, untuk infeksi streptokokus residual, Preparat diuretik untuk keseimbangan cairan tubuh dan pemberian antihipertensi.
Pertukaran plasma ( plasmaferesis ) dan pengobatan dengan obat-obat steroid dan sitotoksik untuk mengurangi respon inflamasi, diberikan untuk progresif glomerulonefritis akut. Kadang diperlukan dialisis. Dan Tirah baring sangat diperlukan, selama fase akut sampai urine jernih dan BUN, kreatinin, dan tekanan darah kembali normal. Nutrisi diberikan berupa Diit protein dibatasi pada peningkatan BUN, Natrium dibatasi pada hipertensi, edema, dan gagal jantung kongestif, Karbohidrat untuk energi dan penurunan protein katabolisme, serta Cairan yang diberikan sesuai kehilangan cairan dan berat badan harian; masukan dan haluaran.  
Penatalaksanaan Glomerulonefritis Kronik bertujuan menurunkan resiko dari penurunan progresif fungsi ginjal. Penatalaksanaan tersebut berupa Diet rendah natrium dan pembatasan cairan. Protein dengan nilai biologis yang tinggi ( produk susu, telur, daging ) diberikan untuk mendukung status nutrisi yang baik pada klien. Kalori yang adekuat juga penting untuk menyediakan protein bagi pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Pemberian antimikroba bila terdapt infeksi traktus urinarius harus ditangani dengan tepat untuk mencegah kerusakan renal lebih lanjut. Diuretik diberikan untuk menurunkan edema dan hipertensi. Dialisis dimulai dengan mempertimbangkan terapi awal untuk menjaga agar kondisi fisik klien tetap optimal, mencegah ketidaksimbangan cairan dan elektrolit, dan mengurangi resiko komplikasi gagal ginjal.
Penatalaksanaan Glomerulonefritis Progresif cepat, dilakukan dengan pemberian terapi kombinasi kortikosteroid dan siklofosfamid, dialysis, adanya intervensi lain, yang digunakan secara luas dan dengan sukse di Eropa adalah substansi azathioprine untuk siklofosfamid setelah periode induksi 3 bulan. Azathioprine diberikan sebesar 2mg/kg secara oral dalam dosis tunggal harian. Hal ini berlangsung selama 6-12 bulan. Pemberian Methotrexate telah menggantikan siklofosfamid dalam pengobatan awal granulomatosis Wegener untuk penyakit ringan dan telah digunakan untuk perawatan setelah terapi induksi awal dengan siklofosfamid pada penyakit yang lebih berat. Dan Plasmapheresis dapat menjadi tambahan yang bermanfaat untuk terapi bagi pasien yang datang dengan gagal gijla berat (serum kreatinin >6mg/dL).



3.1  Asuhan Keperawatan
3.1.1 Asuhan Keperawatan Glomerulonefritis Akut
a. Pengkajian
Keluhan utama yang sering dikeluhkan bervariasi meliputi keluhan nyeri pada pinggang atau kostovertebra, miksi berdarah, wajah atau kaki bengkak, pusing atau keluhan badan cepat lelah.
Untuk komprehensifnya pengkajian, perawat menanyakan hal berikut :
  • Kaji apakah pada beberapa hari sebelumnya pasien mengalami demam, nyeri tenggorokan, dan batuk karena peradangan pada tenggorokan.
  • Kaji berapa lama edema pada kaki atau wajah.
  • Kaji adanya keluhan sesak napas
  • Kaji adanya penurunan frekuensi miksi dan urinr output
  • Kaji adanya perubahan warna urin menjadi lebih gelap seperti warna kola.
  • Kaji berapa lama keluhan penurunan nafsu makan dan gangguan gastrointestinal seperti mual dan muntah.
  • Kaji berapa lama keluhan miksi berdarah dan adanya perubahan urine output.
  • Kaji onset keluhan bengkak pada wajah dan kaki, apakah disertai dengan adanya keluhan pusing dan cepat lelah.
  • Kaji keluhan nyeri daerah pinggang atau kostovertebra secara PQRST
  • Kaji keluhan adanya memar dan perdarahan hidung yang bersifat rekuren.
  • Kaji adanya anoreksi dan penurunan berat badan pada pasien.
  • Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise.

Pada riwayat kesehatan dahulu, apakah pasien pernah menderita penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi sebelumnya. Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
Apakah adanya gangguan pada psikososiokultural yang dapat berupa adanya kelemahan fisik, miksi darah, serta wajah dan kaki yang bengkak akan memberikan dampak rasa cemas dan koping yang maladaptif pada pasien.
Perubahan fungsional meliputi proteinuria, hematuria, penurunan GFR  ( yaitu oligoanuria ), serta sedimen urine aktif dengan sel darah merah. Penurunan GFR dan retensi air akan memberikan manifestasi terjadinya ekspansi volume intravaskuler, edema, dan hipertensi sistemik.
Respons perubahan secara structural dan fungsional memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang mengalami glomerulus akut.

b. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien lemah dan terlihat sakit berat dengan tingkat kesadaran biasanya compos mentis, tetapi akan berubah apabila sistem saraf pusat mengalami gangguan sekunder dari penurunan perfusi jaringan otak dan kerusakan hantaran saraf sekunder dari abnormalitas elektrolit dan uremia. Pada TTV, sering didapatkan adanya perubahan pada fase awal  sering didapatkan suhu tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan, frekuensi meningkat sesuai dengan  peningkatan, frekuensi meningkat sesuai dengan peningkatan  suhu tubuh dan denyut nadi. Tekanan darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.
B1 ( Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola napas walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase akut. Pada fase lanjut sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas yang merupakan respons terhadap edema pulmoner dan adanya sindrom uremia.
B2 ( Blood)
Salah satu tanda khas glomerulonefritis adalah peningkatan tekanan darah sekunder dari retensi natrium dan air yang memebrikan dampak pada fungsi sistem kardiovaskuler dimana akan terjadi penurunan perfusi jaringan akibat tingginya beban sirkulasi. Pada kondisi azotemia berat, pada auskultasi perawat akan menemukan adanya function rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial sekunder dari sindrom uremik.
B3 ( Brain ) 
Didapatkan edema wajah terutama periorbital , konjungtiva anemis , sclera tidak ikterik dan mukosa mulut tidak mengalami peradangan. Status neurologis mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya azotemia pada sistem saraf pusat. Pasien beresiko kejang sekunder gangguan elektrolit.
B4 (Bladder)
Inspeksi. Terdapat edema pada ekstremitas dan wajah. Perubahan warna urine ouputseperti warna urine berwarna kola dari proteinuri, silinderi dan hematuri. Palpasi . Didapatkan adanya nyeri tekan ringan pada area kostovetebra. Perkusi. Perkusi pada sudut kostovertebra memebrikan stimulus nyeri ringan local disertai suatu penjalaran nyeri ke pinggang dan perut.
B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari edema tungkai atau edema wajah terutama pada periorbital , anemia dan penurunan perfusi perifer dan hipertensi.

c. Pengkajian Diagnostik Laboratorium
Pada Pemeriksaan urinalis ditemukan adanya hematuria ( darah dalam urine) mikroskopik atau makroskopik( gros). Urine tampak berwarna kola akibat sel darah merah dan butiran atau sedimen protein( lempengan sel darah merahmenunjukkan adanya cedera glomerular. Proteinuria ,terutama albumin juga akibat meningkatnya permeabilitas membrane glomerulus.
Kadar BUN dan kreatinin sering meningkat seiring dengan menurunnya urine output. Pasien dapat anemik akibat hilangnya sel darah  merah ke dalam urine dan perubahan mekanisme hematopoetik tubuh.

d. Pengkajian Diagnostik Medis
Tujuan terapi untuk mencegahnya terjadinya kerusakan ginjal lebih lanjut dan menurunkan risiko komplikasi. Risiko komplikasi yang mungkin ada, meliputi : Hipertensi ensefalopati, gagal jantung kongesif dan edema pulmoner. Hipertensi ensefalopati dianggap sebagai kondisi darurat medis dan terapi diarahkan untuk mengurangi tekanan darah tanpa mengganggu fungsi renal.
Untuk mencapai tujuan terapi, maka penatalaksanaan tersebut, meliputi hal-hal berikut :
  • Pemberian antimikroba derivate pensilin untuk mengobati  infeksi streptokokus
  • Diuretik dan antihipertensi untuk mengontrol hipertensi
  • Terapi cairan. Jika pasien dirawat di rumah sakit, maka intake dan ouput diukur secara cermat dan dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi kehilangan cairan dan berat badan harian.


e. Diagnosis Keperawatan 
  1. Aktual atau resiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium, peninngkatan aldosteron sekunder dari penurunan GFR.
  2. Risiko tinggi kejang berhubungan dengan kerusakan hantaran saraf sekunder dari abnormalitas elektrolit dan uremia.
  3. Nyeri berhubungan dengan respons inflamasi ,kontraksi otot sekunder, adanya inflamasi glomerulus
  4. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakadekuatan intake cairan nutrisi sekunder dari nyeri , ketidaknyamanan lambung dan intestinal.
  5. Gangguan Activity Daily Living (ADL) berhubungan edema ekstremitas, kelemahan fisik secara umum.
  6. Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit , ancaman , kondisi sakit dan perubahan kesehatan.


3.1.2 Asuhan Keperawatan Glomerulonefritis Kronis
a. Pengkajian
Glomerulonefritis kronik ditandai oleh kerusakan glomerulus secara progresif lambat akibat glomerulonefritis yang sudah berlangsung lama. Penyakit cenderung timbul tanpa diketahui asal usulnya, dan biasanya baru di temukan pada stadium yang sudah lanjut, ketika gejala - gejala insufisiensi ginjal timbul. Pada pengkajian di temukannya klien yang mengalami glomerulonefritis kronik bersifat insidental pada saat pemeriksaan di jumpai hipertensi atau peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum.
Pada beberapa klien hanya mengeluh bahwa tungkai mereka sedikit bengkak di malam hari dan pada sebagian besar klien mengeluh adanya kehilangan berat dan kekuatan badan, peningkatan iritabilitas, dan peningkatan berkemih di malam hari (nokturia). Sakit kepala, pusing, dan gangguan  pencernaan umumnya terjadi.

b. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien lemah dan terlihat sakit berat dengan tingkat kesadaran biasanya compos mentis, tetapi akan berubah apabila sistem saraf pusat mengalami gangguan sekunder dari penurunan perfusi jaringan otak dan kerusakan hantaran saraf sekunder dari abnormalitas elektrolit dan uremia. 
Pada TTV sering didapatkan adanya perubahan; pada fase awal sering didapatkan suhu tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan, frekuensi meningkat sesuai dengan peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi. Tekanan darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.
B1 ( Breathing ). 
Biasanya di dapatkan gangguan pola napas dan jalan napas yang merupakan respons terhadap edema pulmoner dan adanya sindrom uremia. Bunyi napa ronkhi biasanya di dapatkan pada kedua paru.
B2 ( Blood ). 
Pada pemeriksaan sistem kardiovaskular sering didaatkan adanya tanda perikarditis disertai friksi perikardial dan pulsus paradokus ( perbedaan tekanan darah lebih dari retansi natrium dan air yang memberikan dampak pada fungsi sistem kardiovaskular di mana akan terjadi penurunan perfusi jaringan akibat tingginya beban sirkulasi. Pangkal vena mengalami distensi akibat cairan yang berlebihan. Kardiomegali, irama galop, dan tanda gagal jantung kongesti lain dapat terjadi.
B3 ( Brain ). 
Klien mengalami konfusi dan memperlihatjan rentang perhatian yang menyempit. Temuan pada retina mencakup hemoragi, adanya eksudat, arteriol menyempit dan beriku - liku, serta papiedema. Neuropati perifer disertai hilangnya refleks tendon dan perubahan neurosensori muncul setelah penyakit tejadi. Pasien beresiko kejang sekunder gangguan elektrolit.
B4 ( Bladder ). 
Biasanya akan didapatkan tanda dan gejala insufiensi renal dan gagal ginjal kronik. Penurunan warna urine output seperti berwarna kola dari proteinuri, silinderuri, dan hematuri.
B5 ( Bowel ). 
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder dari bau mulut amonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering di dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
B6 ( Bone ). 
Klien tampak sangat kurus, pigmen kulit tampak kuning keabu - abuan dan terjadi edema perifer ( dependen ) dan periorbital. Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, kulit gatal, dan ada / berulangnya infeksi. Pruritus, demam ( sepsis, dehidrasi ), petekie, area ekimosis pada kulit, dan keterbatasan gerak sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.

c. Pengkajian Diagnostik
  1. Urinalisis didapatkan proteinuria, endapan urinarius ( hasil sekresi protein oleh tubulus yang rusak ), hematuria.
  2. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, masukan dari makanan dan medikasi, asidosis, dan katabolisme.
  3. Asidosis metabolik akibat sekresi asam oleh ginjal dan ketidakmampuan untuk regenerasi bikarbonat.
  4. Anemia akibat penurunan eritropoesis ( produksi sel darah merah)
  5. Hipoalbuminemia disertai edema akibat kehilangan protein melalui membran glomerulus yang rusak.
  6. Serum kalsium meningkat ( kalsium terikat pada fosfor untuk mengompensasi peningkatan kadar serum fosfor ).
  7. Hipermagnesemia akibat penurunan ekskresi dan ingesti antasid yang mengandung magnesium.
  8. Rontgen dada menunjukkan pembesaran jantung dan edema puloner.
  9. Elektrokardiogram mungkin normal namun dapat juga menunjukkan adanya hipertensi disertai hipertropi ventrikel kiri dan gangguan elektrolit, seperti hiperkalemia dan puncak gelombang T yang tinggi.


d. Diagnosis Keperawatan 
Dari hasil pengkajian di atas diagnosis keperawatan yang lazim di temukan, meliputi hal - hal berikut ini :
  1. Aktual / resiko tinggi pola napas tidak efektif b.d pengembangan paru tidak optimal, perembesan cairan, kongesti paru sekunder perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan interstisial dari edema paru dan respons asidosis metabolik.
  2. Aktual / resiko kelebihan volume cairan b.d penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium, peningkatan aldosteron sekunder dari penurunan GFR.
  3. Aktual / resiko tinggi penurunannya curah jantung b.d penurunan kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, konduksi elektikal sekunder penurunan p6, hiperkalemi, dan uremia.
  4. Aktual / resiko defisit neurologik b.d akibat dehidrasi seluler pada sel - sel otak sekunder dari peningkatan natrium di sikulasi otak.
  5. Aktual / resiko tinggi aritmia b.d gangguan konduksi elektrikal sekunder dari penurunan kalium sel.
  6. Aktual / resiko tinggi kejang b.d kerusakan hantaran saraf sekunder dari abnormalitas elektrolit dan uremia.


Lebih lengkapnya ...
Silakan download di Link di bawah ini : ( ~ login dulu di Google ya ... ! )












Currently have 1 komentar:

  1. Bagus bangat blognya (y)


Leave a Reply