Senin, 16 Desember 2013
Kelompok 8 ASKEP ANOMALI KONGENITAL
Posted by Sistem Perkemihan 2 | Senin, 16 Desember 2013 | Category:
|
MAKALAH KEPERAWATAN
SISTEM PERKEMIHAN II
“PENATALAKSANAAN
ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN
ANOMALI KONGENITAL”
Oleh:
Kelompok
8
1.
Catarina Ruslina (101.0015)
2.
Elvis Kartika Siswoyo (101.0037)
3.
Ika Mahardini (101.0051)
4.
Meutia Cahaya (101.0069)
5.
Rifan Hendri (101.0093)
6.
Septiananingsih (101.0103)
SEKOLAH TINGGI
ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
2013
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kelainan
kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak
kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab
penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir.
Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh
kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu
seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang
dilahirkan dengan kelainan kongenitaI besar, umumnya akan dilahirkan sebagai
bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa
kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat,
kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya. Disamping
pemeriksaan fisik, radiologik dan laboratorik untuk menegakkan diagnose
kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula adanya diagnosisi pre/-
ante natal kelainan kongenital dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu
misalnya pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban dan darah janin.
Berikut ini
adalah contoh anomali kongenital pada saluran kemih yaitu agenesis ginjal bilateral maupun unilateral dan fimosis. Agenesis ginjal merupakan suatu kelainan kongenital dimana salah
satu (unilateral) atau kedua ginjal (Bilateral) tidak terbentuk. Fimosis adalah peyakit
menganggu saluran perkemihan atau eliminasi pada anak yang baru lahir. Penyebab
penyakit ini adalah infeksi bakteri yang menyerang pada penis bayi yang baru
lahir. Untuk mengetahui penjelasan
materi selanjutnya, akan dibahas pada bab selanjutnya.
1.2
Tujuan
1.2.1
Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan proses
pembelajaran mahasiswa diharapkan mampu mempraktekkan
pengelolaan pelayanan keperawatan secara profesional
dan mahasiswa dapat menerapkan konsep dasar dalam memberikan asuhan keperawatan
pada klien khususnya pada kasus Anomali Kongenital (agenesis
ginjal bilateral maupun unilateral dan fimosis ).
1.2.2
Tujuan Khusus
1)
Mengetahui konsep
dasar Anomali Kongenital
2)
Mengetahui
konsep dasar Agenesis Ginjal Bilateral maupun Unilateral.
3)
Mengetahui
konsep dasar Fimosis
4)
Mengetahui
asuhan keperawatan pada Anomali Kongenital
1.3
Manfaat
Adapun manfaat
dari penulisan makalah ini diharapkan nantinya mahasiswa mampu memahami dan
mengerti tentang konsep dasar dari Anomali
Kongenital beserta bagaimana Asuhan keperawatan yang
sesuai pada klien dengan Anomali
Kongenital.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1
Konsep Dasar Anomali Kongenital
2.1.1
Pengertian
Kelainan Bawaan (Kelainan Kongenital) adalah suatu kelainan pada
struktur, fungsi maupun metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika dia
dilahirkan. Sekitar 3-4% bayi baru lahir memiliki kelainan bawaan yang berat.
Beberapa kelainan baru ditemukan pada saat anak mulai tumbuh, yaitu sekitar
7,5% terdiagnosis ketika anak berusia 5 tahun, tetapi kebanyakan bersifat
ringan. (Mayor G. 2009).
Kelainan bawaan pada ginjal dan saluran kemih lebih sering
ditemukan dari pada kelainan bawaan pada bagian tubuh lainnya. Kelainan bawaan yang
menyumbat aliran air kemih menyebabkan air kemih tertahan dan hal ini bisa
menyebabkan infeksi atau pembentukan batu ginjal. Suatu kelainan bawaan pada
sistem kemih - kelamin bisa menyebabkan gangguan fungsi ginjal atau menyebabkan
kelainan fungsi seksual maupun kemandulan di kemudian hari.
2.1.2
Etiologi
Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui.
Pertumbuhan embryonal dan fetal dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor
lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan. Beberapa faktor etiologi
yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain:
1.
Kelainan Genetik dan Khromosom.
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan
berpengaruh atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan -kelainan ini
ada yang mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi
yang bersangkutan sebagai unsur dominan ("dominant traits") atau kadang-kadang
sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya
kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu
langkah-langkah selanjutya.
Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran , maka
telah dapat diperiksa kemingkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan
fetal serta telah dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa
contoh kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai sindroma down
(mongolism). Kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma turner.
2.
Faktor mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat
menyebabkan kelainan hentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor
predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya
deformitas suatu organ. Sebagai contoh deformitas organ tubuh ialah kelainan
talipes pada kaki sepcrti talipes varus, talipes valgus, talipes equinus dan
talipes equinovarus (clubfoot)
3.
Faktor infeksi.
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi
yang terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama
kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini dapat
menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan suatu organ tubuh. Infeksi pada trimester pertama disamping
dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan
terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada trimester pertama ialah
infeksi oleh
virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi Rubella
pada trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital pada mata sebagai
katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya
kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi lain pada trimester pertama yang
dapat menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus
sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital yang
mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada system saraf pusat
seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia.
4.
Faktor Obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada
trimester pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya
kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dapat menimbulkan kelainan
kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau
mikromelia. Beberapa jenis jamu - jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan
tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan
kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak diketahui secara
pasti. Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari
pemakaian obat-obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini kadang - kadang sukar
dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus minum obat. Hal ini misalnya
pada pemakaian trankuilaiser untuk penyakit tertentu, pemakaian sitostatik atau
prepaat hormon yang tidak dapat dihindarkan; keadaan ini perlu dipertimbangkan
sebaik - baiknya sebelum kehamilan dan akibatnya terhadap bayi.
5.
Faktor umur ibu
Telah diketahui bahwa mongoIisme lebih sering ditemukan pada bayi - bayi yang
dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Di bangsal bayi baru lahir
Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975 - 1979, secara klinis
ditemukan angka kejadian mongolisme 1,08 per 100 kelahiran hidup dan ditemukan
resiko relatif sebesar 26,93 untuk kelompok ibu berumur 35 tahun atau lebih;
angka keadaan yang ditemukan ialah 1: 5500 untuk kelompok ibu berumur < 35
tahun, 1: 600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1 : 75 untuk kelompok ibu
berumur 40 - 44 tahun dan 1 : 15 untuk kelompok ibu berumur 45 tahun atau
lebih.
6.
Faktor hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian
kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu
penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan
lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.
7.
Faktor radiasi
Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat
menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup
besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene
yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang
dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutis sebaiknya
dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda.
8.
Faktor gizi
Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan
dapat menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada
penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada
bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila
dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada
binatang percobaan, adanya defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic
acid, thiamin dan lain-Iain dapat menaikkan kejadian kelainan kongenital.
9.
Faktor-faktor lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor
janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor
penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga
dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak
diketahui.
2.1.3
Angka
Kejadian
Angka kejadian kelainan kongenital yang besar berkisar 15 per i000
kelahiran angka kejadian ini akan menjadi 4-5% biIa bayi diikuti terus sampai
berumur 1 tahun. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (I975-1979), secara
klinis ditemukan angka kejadian kelainan kongenital sebanyak 225 bayi di antara
19.832 kelahiran hidup atau sebesar 11,6I per 1000 kelahiran hidup, sedangkan
di Rumah Sakit Dr. Pirngadi, Medan (1977-1980) sebesar 48 bayi (0,33%) di
antara 14.504 kelahiran bayi dan di Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada
(1974-1979) sebesar 1.64da tri 4625 kelahiran bayi. Angka kejadian dan jenis
kelainan kongenital dapat berbeda-beda untuk berbagai ras dan suku bangsa,
begitu pula dapat tergantung pada cara perhitungan besar keciInya kelainan
kongenital.
2.1.4
Diagnosa
Pemeriksaan untuk menemukan adanya kelainan kongenital dapat
dilakukan pada pemeriksaan janin intrauterine, dapat pula ditemukan pada saat
bayi sudah lahir. Pemeriksaan pada saat bayi dalam kandungan berdasarkan atas
indikasi oleh karena ibu mempunyai faktor resiko, misalnya: riwayat pernah
melahirkan bayi dengan kelainan kongenital, riwayat adanya kelainan - kongenital
dalam keluarga, umur ibu hamil yang mendekati menopause.
Pencarian dilakukan pada saat umur kehamilan 16 minggu. Dengan
bantuan alat ultrasonografi dapat dilakukan tindakan amniosentesis untuk
mengambil contoh cairan amnion. Beberapa kelainan kongenital yang dapat didiagnose dengan cara ini
misalnya: kelainan kromosome, phenylketonuria, galaktosemia, defek tuba neralis
terbuka seperti anensefali serta meningocele. Pemeriksaan darah janin
pada kasus thallasemia. Untuk kasus -
kasus hidrosefalus pemeriksaan dapat diketemukan pada
saat periksa hamil.
2.1.5
Penatalaksanaan
Kelainan kongenital berat dapat berupa kelainan kongenital yang memerlukan
tindakan bedah, kelainan kongenital bersifat medik, dan kelainan kongenital
yang memerlukan koreksi kosmetik. Setiap ditemukan kelainan kongenital pada bayi
baru lahir, hal ini harus dibicarakan dengan orang tuanya tentang jenis
kemungkinan faktor penyebab langkah-langkah penanganan dan prognosisnya.
2.2
Konsep Dasar Agenesis Ginjal Bilateral atau
Unilateral
2.2.1
Pengertian
Agenesis ginjal merupakan suatu kelainan kongenital dimana salah
satu (unilateral) atau kedua ginjal (Bilateral) tidak terbentuk. Kasus ini
sangat jarang terjadi. Sekitar 1 diantara 1.500 bayi terlahir hanya dengan satu
ginjal dan ginjal ini biasanya lebih besar dari normal.
Gambar : B,D bilateral agenesis, E unilateral
agenesis
Agenesis bilateral ginjal
( sindroma potter ) tidak sesuai untuk hidup yang normal. Ini terjadi pada 0,04%
dari seluruh kehamilan. Anak - anak dengan kondisi seperti ini mempunyai gambaran yang khas
yaitu letak telinga yang rendah, dahi lebar, mata yang berjauhan dan hidung melengkung
seperti burung betet. Selalu ditemukan kurangnya volume cairan amnion ( oligohidramnion ) akibat tidak adanya urin
fetal. Pada agenesis 1 ginjal, bisa bertahan hidup, tapi sangat riskan terhadap
resiko kerusakan ginjal itu. Kelainan ini sering didapatkan pada oligohidramnion
yang pada pemeriksaan USG dapat diketahui yang disertai dengan hipoplasia
paru-paru dan kelainan Wajah (Sindroma Potter). Oligohidramnion menyebabkan
bayi tidak memiliki bantalan terhadap dinding rahim, Tekanan dari dinding rahim menyebabkan
gambaran wajah yang khas (wajah Potter). Selain itu, karena ruang di
dalam rahim sempit, maka anggota gerak tubuh menjadi abnormal atau mengalami kontraktur
dan terpaku pada posisi abnormal. Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya
perkembangan paru-paru (paru-paru hipoplastik).
2.2.2
Etiologi
1.
Genetik
Walau persentasenya kecil, kelainan ginjal bawaan bisa saja karena faktor
keturunan. Contohnya, ayah atau kakek-nenek yang memiliki kelainan ginjal bisa
menurunkan gangguan/kelainan sejenis pada anak-cucu. Bentuk kelainannya bisa
berupa pembengkakan ginjal, ginjal yang tak berkembang semestinya, atau hanya
punya satu ginjal.
2.
Hamil di usia rawan
Yang termasuk dalam kategori ini adalah para ibu yang
hamil di atas usia 40 tahun atau sebaliknya usia ibu masih terlalu muda saat
hamil, yakni 17 tahun atau malah lebih muda. Kehamilan di usia rawan sangat
memungkinkan janin mengalami pertumbuhan yang kurang optimal selagi dalam
kandungan.
3.
Obat-obatan
Terutama jenis antibiotika atau obat-obatan antikanker.
4.
Radiasi
Faktor radiasi yang dimaksud di sini adalah bila si ibu terpapar X-Ray. Itulah
mengapa di ruang radiologi untuk pemeriksaan rontgen
terpampang larangan bagi perempuan yang tengah hamil.
2.2.3
Epidemiologi
Agenesis ginjal adalah
salah satu bawaan umum kemih malformasi dan agenesis ginjal unilateral lebih
umum daripada agenesis ginjal bilateral. Insiden agenesis ginjal bilateral
adalah sering dilaporkan berkisar antara 1 di 4000 untuk 1 dari 10.000
kelahiran dan kejadian unilateral agenesis ginjal dilaporkan berada di kisaran
1 di 1000 banding 1 dalam 5000 kelahiran. Skrinning USG rutin untuk bayi yang
sehat menunjukkan bahwa kejadian agenesis ginjal unilateral adalah sekitar 1 di
1.200, agenesis ginjal telah dilaporkan pada sekitar 30% dari semua otopsi
perinatal dengan cacat bawaan dari urin yang saluran dan hampir 25% dari semua
antenatal terdeteksi struktur anomali perkembangan ginjal, setelah tidak
termasuk kelainan saluran kemih dilatasi, yang ginjal agenesis. Parikh et al
melaporkan prevalensi gabungan kelahiran ginjal agenesis sebagai 1 per 2900
kelahiran. Namun mereka tidak bisa membedakan antara unilateral dan agenesis
bilateral dan itu tidak mungkin bahwa semua kasus agenesis ginjal unilateral
diidentifikasi dalam populasi mereka. Berdasarkan data dari tiga populasi besar
berbasis kelainan bawaan pendaftar bayi, Harris et al melaporkan prevalensi
tingkat 0,54 - 1,15 per 10 000 kelahiran untuk agenesis ginjal bilateral dan
0,56 - 0,79 per 10.000 kelahiran untuk agenesis ginjal unilateral rendah.
Kejadian agenesis ginjal unilateral di laporan ini mungkin menjadi sekunder
untuk fakta bahwa banyak kasus agenesis ginjal unilateral yang tidak
didiagnosis pada saat lahir. Kebanyakan penelitian telah menunjukkan dominan
laki-laki antara pasien dengan ginjal unilateral agenesis dan agenesis ginjal
bilateral dan ini kelebihan laki-laki akan lebih parah untuk terisolasi dari
terkait kasus dan dalam kasus-kasus dengan ginjal bilateral agenesis. Riwayat
ibu diabetes mellitus gestasional, ras kulit hitam, dan kehamilan kembar telah
diidentifikasi sebagai faktor risiko potensial pada bayi dengan ginjal
agenesis.
2.2.4
Prognosis Penyakit
Unilateral
Prognosis baik, bila
ginjal pada sisi lain berfungsi dengan normal karena masih bisa menopang beban
fisiologi ginjal dengan baik meskipun memang sedikit susah payah tidak seperti
pada ginjal yg normalnya terbentuk dengan lengkap
Bilateral
Buruk : Janin akan dapat bertahan hidup sampai lahir karena
ginjalnya tidak diperlukan untuk pertukaran zat-zat buangan tetapi akan mati
beberapa hari setelah lahir.
2.2.5
Komplikasi
1. Hipoplasia Paru
2. Gagal Ginjal
3. Sindroma Potter
4. Batu Ginjal
2.2.6
Penatalaksaan Medis
a)
Farmakologis
-
Amoxicillin 20-40 mg/kg/hari dalam 3 dosis. Sekitar 50% bakteri resisten
terhadap amoxicillin.
-
Co-trimoxazole atau trimethoprim 6-12 mg trimethoprim/kg/hari dalam 2
dosis.Penelitian menunjukkan angka kesembuhan yang lebih besar pada pengobatan
dengan cotrimoxazole dibandingkan amoxicillin.
-
Cephalosporin seperti cefixime atau cephalexin. Cephalexin kira-kira sama
efektif dengan cotrimoxazole, namun lebih mahal dan memiliki spectrum luas
sehingga dapat mengganggu bakteri normal usus atau menyebabkan berkembangnya
jamur (Candida sp.) pada anak perempuan.
-
Co-amoxiclav digunakan pada bakteri yang resisten terhadap cotrimoxazole.
-
Obat-obatan seperti asam nalidiksat atau nitrofurantoin tidak digunakan
pada anak-anak karena memiliki efek samping seperti mual dan muntah.
b)
Non farmakologis
Dalam kasus kelainan ginjal bawaan, penanganannya akan
dilakukan secara bertahap.
-
Pertama, menangani
komplikasinya dulu. Jika ada infeksi saluran kemih, infeksinya akan segera
diatasi sambil dicari terus apa penyebabnya.
-
Kedua, setelah penyebabnya
ditemukan, langkah selanjutnya adalah tindakan untuk menangani penyebabnya.
Bila akibat sumbatan, tentu akan diupayakan untuk menghilangkan sumbatan
tersebut. Begitu juga kalau disebabkan oleh klep di kandung kemih yang tidak
baik, akan dibuatkan klep baru.
2.2.7
Tanda dan Gejala
Unilateral
Manifestasi klinis akibat agenesis ginjal unilateral tidak tampak,
kalau pada ginjal pada sisi yang lain (kontra lateral) berfungsi normal.
Kelainan ini biasanya ditemukan secara kebetulan pada saat pemeriksaan
kesehatan rutin/screening, USG, IVP, atau scanning.
Agenesis ginjal biasanya disertai dengan kelainan organ genetalia
pada sisi yang sama. Kelainan duktus mesonefrik unilateral pada saat embrio
menyebabkan kelainan tunas ureter dan kelainan saluran reproduksi pria yang
sesisi (ipsilateral). Karena itu jika dijumpai satu vas deferens atau
hipoplasia tertis pada satu sisi, patut dicurigai kemungkinan adanya agenesis
ginjal unilateral. Pada wanita, kelainan organ reproduksi yang terjadi
bersamaan dengan agenesis ginjal adalah uterus bikornua atau unikornua,
hipoplasia atau tidak adanya tuba atau ovarium, hipoplasia uterus, dan aplasia
atau tidak didaptkannya vagina. Kelainan ini disebut dengan sindroma
Rokitansky-kuster Hauser.
Bilateral
Pada kasus agenesis ginjal bilateral, sering didapatkan
oligohidramnion berat pada kehamilan 14 minggu. Keadaan ini terjadi karena
janin meminum cairan amnion, tetapi tidak dapat mengeluarkannya. Janin akan
dapat bertahan hidup sampai lahir karena ginjalnya tidak diperlukan untuk
pertukaran zat-zat buangan tetapi akan mati beberapa hari setelah lahir. Cacat
berat lahir menyertai keadaan ini pada 85%
kasus termasuk tidak adanya atau kelainan vagina dan rahim, vas
deferens, serta vesikula seminalis. Cacat di system lain juga sering ditemui
antara lain cacat jantung, atresia trachea dan duodenum, tidak dijumpai adanya
buli – buli atau ereter, pneumothoraks spontanea, pneumomediastinum, hipoplasia
paru – paru, syndroma Potter (wajahnya aneh), labiopalatoskisis dan kelainan
otak.
2.2
Konsep Dasar Fimosis
2.2.1
Pengertian
Fimosis adalah suatu penyempitan lubang kulit preputium, sehingga
tidak dapat ditarik (diretraksi) ke atas glans penis. Fimosis adalah suatu
keadaan dimana kulit penis (prepusium) melekat pada bagian glans penis dan
mengakibatkan tersumbatnya lubang saluran ais seni sehingga bayi kesulitan dan
kesakitan saat berkemih.
2.2.2
Etiologi
Fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir
terjadi karena ruang di antara kutup dan penis tidak berkembang dengan baik.
Kondisi ini menyebabkan kulup menjadi melekat pada kepala penis, sehingga sulit
ditarik ke arah pangkal. Penyebabnya bisa dari bawaan dari lahir, atau didapat,
misalnya karena infeksi atau benturan.
2.2.3
Klasifikasi
1.
Fimosis
kongenital (kelainan bawaan, true phimosis)
Kulit preputium selalu melekat erat pada glans
penis dan tidak dapat ditarik kebelakang pada saat lahir, namun seiring
bertambahnya usia serta diproduksinya hormon dan faktor pertumbuhan, terjadi
proses keratinisasi lapisan epitel dan deskuamasi antara glans penis dan lapis
bagian dalam preputium sehingga akhirnya kulit preputium terpisah dari glans
penis. Hanya sekitar 4% bayi yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik
kebelakang penis pada saat lahir, namun mencapai 90% pada saat usia 3 tahun dan
hanya 1% laki-laki berusia 17 tahun yang masih mengalami fimosis kongenital.
Walaupun demikian, penelitian lain mendapatkan hanya 20% dari 200 anak
laki-laki berusia 5-13 tahun yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik
kebelakang penis.
2. Fimosis didapat (fimosis patologik)
Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene) alat
kelamin yang buruk, peradangan kronik glans penis dan kulit preputium
(balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium forceful
retraction) pada fimosis kongenital yang akan menyebabkan pembentukkan jaringan
ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputium yang membuka.
Gambar : A. Fimosis Kongenital, B. Fimosis
patologi
2.2.4
Web Of Caution ( WOC )
Terlampir
2.2.5
Manifestasi Klinik
a)
Penis membesar dan
menggelembung akibat tumpukan urin
b)
Kadang-kadang keluhan dapat
berupa ujung kemaluan menggembung saat mulai miksi yang kemudian menghilang
setelah berkemih. Hal tersebut disebabkan oleh karena urin yang keluar terlebih
dahulu tertahan dalam ruangan yang dibatasi oleh kulit pada ujung penis sebelum
keluar melalui muaranya yang sempit.
c)
Biasanya bayi menangis dan
mengejan saat BAK karena timbul rasa sakit.
d)
Kulit penis tak bias ditarik
kea rah pangkal ketika akan dibersihkan
e)
Air seni keluar tidak lancer.
Kadang-kadang menetes dan kadang-kadang memancar dengan arah yang tidak dapat
diduga
f)
Bisa juga disertai demam
g)
Iritasi pada penis
2.2.6
Patofisiologi
Pada bayi, preputium normalnya melekat pada glans tapi sekresi
materi subaseum kental secara bertahap melonggarkannya. Menjelang umur 5 tahun,
preputium dapat ditarik ke atas glans penis tanpa kesulitan atau paksaan. Tapi
karena adanya komplikasi sirkumsisi, dimana terlalu banyak prepusium
tertinggal, atau bisa sekunder terhadap infeksi yng timbul di bawah prepusium
yang berlebihan. Sehingga pada akhirnya, prepusium menjadi melekat dan fibrotik
kronis di bawah prepusium dan mencegah retraksi.
2.2.7
Penatalaksanaan Medik
Terapi fimosis pada anak-anak tergantung pada
pilihan orang tua dan dapat berupa sirkumsisi plastik atau sirkumsisi radikal
setelah usia dua tahun. Pada kasus dengan komplikasi, seperti infeksi saluran
kemih berulang atau balloting kulit prepusium saat miksi, sirkumsisi harus
segera dilakukan tanpa memperhitungkan usia pasien. Tujuan sirkumsisi plastik
adalah untuk memperluas lingkaran kulit prepusium saat retraksi komplit dengan
mempertahankan kulit prepusium secara kosmetik. Pada saat yang sama, perlengketan
dibebaskan dan dilakukan frenulotomi dengan ligasi arteri frenular jika
terdapat frenulum breve. Sirkumsisi neonatal rutin untuk mencegah karsinoma
penis tidak dianjurkan. Kontraindikasi operasi adalah infeksi tokal akut dan
anomali kongenital dari penis.
Sebagai pilihan terapi konservatif dapat diberikan
salep kortikoid (0,05-0,1%) dua kali sehari selama 20-30 hari Terapi ini tidak
dianjurkan untuk bayi dan anak-anak yang masih memakai popok, tetapi dapat
dipertimbangkan untuk usia sekitar tiga tahun. Cara menjaga kebersihan pada
fimosis :
1. Bokong
Area ini
mudah terkena masalah, karena sering terpapar dengan popok basah dan terkena
macam-macam iritasi dari bahan kimia serta mikroorganisme penyebab infeksi air
kemih/tinja, maupun gesekan dengan popok atau baju. Biasanya akan timbul
gatal-gatal dan merah di sekitar bokong. Meski tak semua bayi mengalaminya,
tapi pada beberapa bayi, gatal-gatal dan merah di bokong cenderung berulang
timbul. Tindak pencegahan yang penting ialah mempertahankan area ini tetap
kering dan bersih. Tindakan yang sebaiknya dilakukan:
a) Jangan gunakan diapers sepanjang hari. Cukup saat
tidur malam atau bepergian.
b) Jangan ganti-ganti merek diapers. Gunakan hanya
satu merek yang cocok untuk bayi Anda.
c) Lebih baik gunakan popok kain. Jika terpaksa
memakai diapers, kendurkan bagian paha untuk ventilasi dan seringlah
menggantinya (tiap kali ia habis buang air kecil/besar).
d) Tak ada salahnya sesekali membiarkan bokongnya
terbuka. Jika perlu, biarkan ia tidur dengan bokong terbuka. Pastikan suhu
ruangan cukup hangat sehingga ia tak kedinginan.
e) Jika peradangan kulit karena popok pada bayi Anda
tak membaik dalam 1-2 hari atau bila timbul lecet atau bintil-bintil kecil,
hubungi dokter .
2. Penis
a. Sebaiknya setelah BAK penis dibersihkan dengan
air hangat, menggunakan kasa. Membersihkannya sampai selangkang. Jangan
digosok-gosok. Cukup diusap dari atas ke bawah, dengan cara satu arah sehingga
bisa bersih dan yang kotor bisa hilang.
b. Setiap selesai BAK, popok selalu diganti agar
kondisi penis tidak iritasi.
c. Setelah BAK penis jangan dibersihkan dengan
sabun yang banyak karena bisa menyebabkan iritasi.
2.3
Asuhan Keperawatan dengan Anomali Kongenital
2.3.1
Asuhan Keperwatan dengan Agenesis
Bilateral atau Unilateral
1.
Pengkajian
Pemeriksaan Fisik :
Secara klinis, pada kehamilan tidak tampak adanya
kelainan
Pemeriksaan Penunjang :
Pada USG didapatkan hipoplasia
paru-paru dan kelainan Wajah (Sindroma Potter), dan keadaan oligohidramnion. Serta tidak adanya ginjal atau keabnormalan
ginjal.
2.
Diagnosa Keperawatan
a)
Inkontinensia urine berhubungan
dengan obstruksi anatomik
b)
Kekurangan volume cairan dan
elektrolit berhubungan dengan disfungsi ginjal
c)
Ketidakefektifan perfusi ginjal
berhubungan dengan adanya infeksi
d)
Gangguan rasa nyaman nyeri
berhubungan dengan distensi abdomen
e)
Hipertermi berhubungan dengan
adanya infeksi
3.
Intervensi
A.
Inkontinensia urine berhubungan
dengan obstruksi anatomik
a)
Kaji faktor resiko
(obat-obatan, kandung kemih kecil)
b)
Perawatan inkontinensia urine
NIC : pantau
eliminasi urine, termasuk frekuensi, konsistensi, bau, volume, dan warna.
c)
Ajarkan pasien tentang teknik
yang dapat meningkatkan kapasitas
kandung kemih ,seperti menaikkan otot dasar panggul bila merasakan urgensi berkemih
d)
Ajarkan keluarga pasien tentang
tata cara memodifikasi lingkungan untuk menghilangkan hambatan dan meningkatkan
perawatan diri
e)
Konsultasikan dengna
fisioterapis untuk bantuan ketrampilan manual
f)
Hindari zat yang dapat
mengiritasi kandung kemih
B.
Kekurangan volume cairan dan
elektrolit berhubungan dengan disfungsi ginjal
a)
Pengelolaan cairan
NIC :
-
Timbang BB tiap hari dan pantau
perkembangannya
-
Pertahankan keakuratan, catatan
asupan dan haluaran
b)
Ajarkan pasien dalam pembatasan
diet
c)
Pengelolaan cairan
NIC : konsultasikan ke dokter jika tanda dan gejala
kekurangan volume cairan muncul atau memburuk
d)
Pertahankan dan alokasikan
pemenuhan kebutuhan cairan untuk pasien
e)
Pengelolaan cairan
NIC :
distribusikan asupan cairan selama 24 jam sesuai dengan kepereluan.
C.
Ketidakefektifan perfusi ginjal
berhubungan dengan adanya infeksi
a)
Perawatan sirkulasi
NIC :
-
Melakukan sirkulasi perifer
secara komprehensif
-
Pantau status cairan meliputi
asupan / haluaram
b)
Penatalaksanaan sensasi perifer
NIC :
-
Pantau perbedaan ketajaman /
tumpul dan panas / dingin
-
Pantau tromboplebitis dan
trombosis vena profunda
c)
Ajarkan pasien / keluarga
pasien menghindari suhu yang ekstrim pada ekstremitas
d)
Perawatan sirkulasi
NIC :
-
Berikan perawatan kaki yang
tepat
-
Pentingnya pencegahan stasis
vena
e)
Memberikan pengobatan nyeri
f)
Melaporkan kepada dokter jika
nyeri tidak dapat dihilangkan
g)
Perawatan sirkulasi
NIC :
memberikan pengobatan antitrombosit atau antikoagulan jika diperlukan
D.
Gangguan rasa nyaman nyeri
berhubungan dengan distensi abdomen
a)
Minta pasien untuk menilai
nyeri pada skala 0 sampai 10
b)
Penatalaksanaan nyeri
NIC :
-
Lakukan pengkajian nyeri yang
komprehensif meliputi lokasi, karakteristik frekuensi, kualitas, intensitas /
keparahan nyeri dan faktor presipitasinya
-
Observasi isyarat
ketidaknyamanan nonverbal
c)
Instruksikan pasien untuk
menginformasikan kepada perawat jika
pengurang nyeri tidak dapat dicapai
d)
Penatalaksanaan nyeri
NIC :
-
Berikan informasi tentang nyeri
(penyebab, seberapa lama nyeri dirasakan)
-
Gunakan tindakan pengendalian
nyeri sebelum menjadi berat
-
Ajarkan penggunaan teknik
nonframakologi (imajinasi terbimbing, hipnosis, relaksasi, kompres hangnat,
terapi aktivitas)
e)
Kelola nyeri pasca operasi awal
dengan pemberian opiat yang terjadwal
NIC : laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika
keluhan saat ini merupakan perubahan yang bermakna.
E.
Hipertermi berhubungan dengan
adanya infeksi
a)
Kaji tanda dan gejala
hipertermi
b)
Regulasi suhu (NIC)
-
Pantau suhu tubuh minimal tiap
2 jam sesuai dengan kebutuhan
-
Pantau dan laporkan tanda atau
gejala hipertermi
-
Pantau suhu tubuh bayi baru
lahir sampai stabil
2.3.2
Asuhan Keperawatan dengan Fimosis
1. Pemeriksaan Fisik
a)
Penis
membesar dan menggelembung akibat tumpukan urin
b)
Kadang-kadang
keluhan dapat berupa ujung kemaluan menggembung saat mulai miksi yang kemudian
menghilang setelah berkemih. Hal tersebut disebabkan oleh karena urin yang
keluar terlebih dahulu tertahan dalam ruangan yang dibatasi oleh kulit pada
ujung penis sebelum keluar melalui muaranya yang sempit.
c)
Biasanya
bayi menangis dan mengejan saat BAK karena timbul rasa sakit.
d)
Kulit penis tak bias ditarik kea rah pangkal ketika akan dibersihkan
e)
Air
seni keluar tidak lancer. Kadang-kadang menetes dan kadang-kadang memancar
dengan arah yang tidak dapat diduga
f)
Bisa
juga disertai demam
g)
Iritasi
pada penis
2.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
keperawatan pre op
a)
Nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera biologis
b)
Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan kurangnya perawatan penis
c)
Gangguan pola
eliminasi berhubungan dengan infeksi pada saluran perkemihan
Diagnosa
keperawatan post op
a)
Nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera fisik
b)
Resiko tinggi
infeksi berhubungan dengan adanya luka insisi
3
Intervensi
Diagnosa
keperawatan pre op
1)
Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang
dengan
K.H : Pasien terlihat tenang
` Intervensi :
a.
Kaji skala nyeri
b.
Ajarkan teknik distrksi kepada orang tuanya
c.
Atur posisi anak senyaman mungkin
d.
Berikan lingkungan yang nyaman
e.
Kaloborasi dengan pemberian analgesik
2)
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kurangnya
perawatan penis
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 2 x 24 jam diharapkan faktor resiko infeksi akan hilang dengan
K.H :
a)
tidak adanya tanda – tanda infeksi
b)
Menunjukan hygiene pribadi yang adekuat
Intevensi :
a.
Kaji tanda – tanda infeksi
b.
Kaji faktor yang meningkatkan serangan infeksi
c.
Anjurkan kepada ibu pasien untuk meningkatkan hygiene
pribadi pasien
d.
Ajarkan teknik pencucian tangan yang benar kepada
keluarga
e.
Anjurkan keluarga untuk mencuci tangan sebelum ingin
kontak langsung dengan pasien
f.
Kaloborasi dengan pemberian antibiotik
3)
Gangguan pola eliminasi urin berhubungan dengan infeksi
pada saluran perkemihan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan gangguan pola eliminasi urin dapat di
atasi dengan
K.H :
a)
pasien dapat berkemih > 50 – 100 cc setiap kali
b)
Tidak adanya hematuria
Intervensi
:
a.
Pantau eliminasi urine meliputi frekuensi, konsistensi,
bau, volume dan warna yang tepat
b.
Anjurkan kepada keluarga untuk mencatat haluaran urine
c.
Kaloborasi dengan dokter untuk segera disunat
Diagnosa keparawatan post op
1)
Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang
dengan
K.H : Pasien terlihat tenang
Intervensi
:
a.
Kaji skala nyeri
b.
Ajarkan teknik distrksi kepada orang tuanya
c.
Atur posisi anak senyaman mungkin
d.
Berikan lingkungan yang nyaman
e.
Kaloborasi dengan pemberian analgesik
2)
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka
insisi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 2 x 24 jam diharapkan faktor resiko infeksi akan hilang dengan
K.H :
a)
Tidak adanya tanda – tanda infeksi
b)
Menunjukan hygiene pribadi yang adekuat
Intevensi :
a.
Kaji tanda – tanda infeksi
b.
Kaji faktor yang meningkatkan serangan infeksi
c.
Anjurkan kepada ibu pasien untuk meningkatkan hygiene
pribadi pasien
d.
Ajarkan teknik pencucian tangan yang benar kepada
keluarga
e.
Anjurkan keluarga untuk mencuci tangan sebelum berkontak
dengan pasien
f.
Kaloborasi dengan pemberian antibiotik
BAB
3
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan
struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan
kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau
kematian segera setelah lahir. Agenesis ginjal merupakan suatu kelainan
kongenital dimana salah satu (unilateral) atau kedua ginjal (Bilateral) tidak
terbentuk. Fimosis adalah penyakit menganggu saluran perkemihan atau eliminasi
pada anak yang baru lahir.
3.2
Saran
Sebagai mahasiswa
keperawatan diharapkan dapat memehami
dan mengetahui penyebab, bahaya serta cara pencegahan yang
ditimbulkan dari Anomali Kongenital sehingga
dalam melakukan tindakan keperawatan di masa mendatang dapat memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang sudah ditetapkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Doenges, Marilyn. E. 1999. Rencana Asuhan
Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC
NANDA Internasional. 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC.
Sabiston, David. 1994. Buku Ajar Bedah Bagian 2 hal 483. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidajat, R dan De
Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah hal 188
dan hal 859. Jakarta: EGC
Rudolph, Abraham M, dkk.
2006. Buku Ajar Pediatri Vol.2 Edisi 20.
Jakarta: EGC
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC
Haws, Paulette S. 2008. Asuhan Neonatus Rujukan Cepat. Jakarta:
EGC
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
terimakasih banyak infonya, sangat menarik sekali dan bermanfaat
http://landongobatherbal.com/obat-herbal-infeksi-ginjal/